Meraih Cita

Meraih Cita

Selasa, 26 April 2011

Gadis Sakura yang Memikat Sukarno

Analisis News, Senin 25 Maret 2011



Judul : Ratna Sari Dewi Sukarno, Sakura di Tengah Prahara
Penulis : M. Yuanda Zara
Penerbit : Ombak, Yogyakarta
Terbit : 2010
Tebal : xvi + 260 Halaman

Sukarno, Bapak Proklamator Republik Indonesia, memang unik. Dia tidak hanya dikenal sebagai pejuang republik, namun juga kekhasannya yang mampu memikat hati perempuan-perempuan cantik. Sukarno dikenal sebagai “lelanange jagat”. Dia ganteng, gagah, dan tulisan-tulisannya mampu membuat perempuan tersanjung dan “klepek-klepek”.

Salah satu perempuan yang klepek-klepek itu adalah Ratna Sari Dewi Sukarno. Tentunya nama tersebut bukan nama asli. Ia bernama Naoko Nemoto, seorang warna negara Jepang.

Ya, Naoko perempuan berparas ayu dan muda belia inilah yang jatuh cinta kepada Sukarno. Sebaliknya, Sukarno pun jatuh hati kepadanya.

Kisah kasih antara Sukarno dengan Naoko adalah titik kisar penting untuk memahami masuknya Naoko ke dalam kehidupan sang presiden. Haru-biru cinta mereka tidak seperti kasmaran anak muda yang selalu berpikir tentang dunia yang dimiliki berdua. Ini adalah episode bersambung yang kompleks, yang dipenuhi oleh traged, intrik, dan persoalan-persoalan yang menyangkut banyak orang, bahkan negara. Bisa dikatakan, jalannya sejarah Indonesia dipengaruhi oleh peristiwa klise ini.

Singkat cerita, menurut Naoko, ia bertemu pertama kali dengan Sukarno pada 16 Juni 1956 di Hotel Imperial Jepang. Naoko berkesempatan makan malam dengan orang nomor satu di Republik Indonesia.

Naoko berkisah, “sejak saat itu Bapak banyak menulis surat kepadaku. Bahasanya romantis, dan ia tak segan-segan mengungkapkan rasa cintanya yang beribu-ribu kali kepadaku. Dan pada akhir suratnya, ia selalu menulis: “I am constantly thinking of you. You know how I love you, 1000 kisses, Sukarno”.

Bahkan berdasarkan catatan hariannya yang belakangan dipublikasikan, Naoko menyebutkan bahwa ia sempat bertemu dua kali dengan Presiden Sukarno di Hotel Imperial Tokyo Jepang sebelum keberangkatan Sukarno ke Jakarta (hal 15-16).

Puncak dari hubungan ini, adalah ketika Sukarno bersikeras mengundang Naoko berkunjung ke Jakarta. Walaupun pada awalnya Naoko enggan namun akhirnya ia bersedia dan memenuhi undangan Sukarno.

Pasca-peristiwa itu, hubungan Sukarno-Naoko semakin dekat. Naoko sering diajak berkunjung oleh Sukarno. Pertama Sukarno memperkenalkannya sebagai seorang sekretaris. Namun, di lain kesempatan ia menyebut Naoko adalah istrinya. Walaupun pada saat itu hubungan mereka berdua belum sah suami istri.

Baru pada tanggal 3 Maret 1962 Sukarno-Naoko resmi menikah. upacara perkawinan berlangsung sederhana. Sukarno memberi mas kawin Rp.5,-. Adapun yang mengawinkan dua sejoli ini adalah Menteri Agama Saifuddin Zuhri.

Inilah kisah cinta Sukarno yang unik. Ia menikahi seorang geisha dari Negeri Sakura. Saking cintanya Sukarno kepada Naoko (yang kemudian dikenal dengan nama Dewi Sukarno), ia pernah menuliskan sebuah kalimat pemujaan sekaligus pengharapan untuk selalu hidup-mati bersama Dewi.

“Kalau aku mati, kuburkanlah aku di bawah pohon jang rindang. Aku mempunyai istri, jang aku tjintai dengan segenap djiwaku. Namanya, Ratna Sari Dewi. Kalau ia meninggal, kuburkanlah ia dalam kuburku. Aku menghendaki ia selalu bersama aku” (Djakarta, 6 Djuni 1962, Soekarno).

Sebuah tulisan puitis yang menyetuh kalbu. Sebuah penggambaran akan kecintaan Sukarno yang mendalam kepada gadis Sakura itu.

Buku ini bertutur tentang Ratna Sari Dewi Sukarno sebagai seorang istri Presiden RI pertama. Pengkisahan yang menarik dan tertata rapi menjadikan buku ini mempunyai nilai plus. Selain sebagai buku sejarah, buku ini juga beruajar tentang tokoh Dewi Sukarno sampai relung pribadinya.

Buku ini akan membantu siapa saja yang ingin mengetahui sejarah hidup Dewi Sukarno sebagai seorang istri Panglima Besar Revolusi (Sukarno) yang tak luput dari kekurangan sebagai seorang manusia biasa. Selamat membaca.


*)Benni Setiawan, pembaca buku, tinggal di Sukoharjo.

Mengikuti Jejak Paulus

Analisis News, Senin, 18 April 2011


Judul: In the Steps of Saint Paul
Penulis : Peter Walker
Penerbit : Kanisius, Yogyakarta
Terbit : 2010
Tebal : 215 Halaman

Beberapa pokok ajaran Paulus pernah menjadi sumber perbedaan dan perpecahan dalam Gereja Kristus. Namun, dalam proses kesejarahan, pencarian dan penemuan makna tidak akan berhenti begitu saja. Apalagi proses kesejarahan tersebut menguak tabir misterius sang penabur Sabda.

Buku-buku tentang Rasul Paulus yang sudah terbit sampai saat ini umumnya terasa “berat” dan sulit dicerna. Kita mengetahui bahwa Paulus banyak melalukan perjalanan penginjilan. Akan tetapi, banyak sekali pembaca awam yang kiranya masih bingung dengan urutan perjalanan-perjalanan Paulus tersebut, apalagi untuk menempatkan konteks sebuah suratnya berkaitan dengan perjalanan-perjalanan tersebut.

Pada titik itulah, buku In the Steps of Saint Paul ini akan memberikan pencerahan. Dengan gaya tulisan yang ringan, penulis buku ini mengantar kita ke 14 kota dan wilayah yang pernah dikunjungi Paulus. Sejarah kota dan wilayah yang bersangkutan, mengapa Paulus sampai ke sana, bagaimana dan dengan siapa dia ke sana, dan lain-lainnya, semuanya dikisahkan dengan menarik. Banyak rinciannya, namun disampaikan dengan menarik. Pembaca akan terus diundang untuk membaca dan melibatkan diri dengan perjalanan, karya, dan pribadi sang Rasul, mulai dari Damsyik sampai ke Roma.

Dalam merekonstruksi perjalanan-perjalanan Paulus ini, penulis terutama berpegang pada tuturan Lukas dalam Kisah Para Rasul yang dilengkapi dengan informasi dari surat-surat Paulus sendiri. Dalam bahasa Peter Walker, kita patut bersyukur karena Paulus sungguh-sungguh menuliskan sesuatu hitam di atas putih.

Dengan demikian, surat-surat paulus memberikan kepada kita kemungkinan untuk menatap ke dunia Paulus, dengan memberikan wawasan penting ke dalam jati diri dan tanggapannya yang mendetail terhadap aneka macam situasi. Kenyataanya, Paulus seringkali menulis dengan gaya yang amat pribadi, yang secara jelas memperlihatkan perasaannya. Hal ini berarti bahwa kita bisa mengenal Paulus lebih dekat dibandingkan dengan tokoh-tokoh lain dalam sejarah masa lalu (hal 16).

Penulis buku ini juga mengingatkan kita bahwa perjalanan-perjalanan Paulus sampai ke Roma adalah sebuah sub-plot dari sebuah kisah utama tentang perjalanan Injil dari Yerusalem “sampai ke ujung bumi”. Dengan demikian, kisah perjalanan Paulus merupakan kisah tentang hidup dan pergulatan jemaat-jemaat Kristen Perdana.

Buku karya Peter Walker ini merupakan sebuah usaha untuk mengikuti jejak Paulus sebagaimana dikisahkan dalam Kisah Para Rasul. Buku ini dilengkapi degan ilustrasi tentang hal-hal yang berkaitan dengan perjalanan Paulus. 14 tempat yang dikunjungi Paulus selama perjalanannya dibahas secara panjang lebar. Sejarah masing-masing tempat dari hulu sampai sekarang dikemukakan; data-data kunci disampaikan; foto dan peta disajikan. Melalui sajian-sajian seperti ini, pembaca diharapkan bisa sungguh-sungguh masuk dan mengalami sendiri perjalanan Paulus sang penabur Sabda.

Dengan demikian, mengikuti jejak Paulus berarti melakukan suatu perjalanan panjang menelusuri daerah-daerah sekitar Laut Tengah. Tidak seperti Yesus yang karya publiknya hanya meliputi suatu daerah yang berukuran tidak lebih dari 240 km, bersama Paulus kita akan memandang yang kalau dihitung titik paling jauh, yaitu antara Yerusalem dan Roma, mencakup sekitar 2.250 km dengan banyak tempat di antaranya. Jelas bahwa Paulus sendiri mempunyai kepekaan geografi; pada suatu ketika saat menulis surat kepada jemaat di Roma (Rom 15:19), ia menggambarkan karya pelayanannya diarahkan dalam bentuk kurva, “perjalanan keliling dari Yerusalem ke Ilirikum” (sekarang Albania). Oleh karena itu, dalam buku ini kita akan mengikuti “busur” itu, berjalan menyusuri pantai utara Laut Tengah dan mengikuti arah yang dijalani Paulus sendiri—dari Yerusalem menuju Roma.

Dan saat kita menelusuri perjalanan itu, apapun pandangan pribadi kita atas tokoh istimewa dari masa lalu ini, sulitlah bagi kita untuk tidak tergerakkan, paling tidak kepala kekaguman yang mungkin juga diwarnai rasa iri hati atas tokoh ini yang sudah mempersiapkan diri mengarungi sebuah perjalanan yang begitu panjang—entah dengan jalan kaki, naik perahu, mengendarai kuda, entah keledai—demi suatu alasan yang sungguh-sungguh diyakini sepenuh hati (hal 7).

Buku ini tidak saja berbicara mengenai perjalanan Paulus dan jati dirinya, namun juga menyingkap tabir misteri sejarah panjang penyebaran Kristen di masa awal. Buku ini layak dibaca oleh siapa pun yang ingin lebih mengenal secara dekat sosok Paulus. Lebih jauh, buku ini mewartakan dokumen sejarah yang langka lagi berharga yang patut disimak sebagai sebuah pemahaman atas keyakinan.

Pada akhirnya, dengan membaca buku ini mengutip Mgr. I Suharyo dalam catatannya, kita dapat merasakan sendiri “Betapa banyak penderitaan yang harus ia tanggung oleh karena nama-Ku”. Semoga pengalaman Sang Rasul Agung akhirnya juga sungguh-sungguh mengubah kehidupan kita secara total sebagaimana Paulus bersaksi, “Tetapi apa yang dahulu merupakan keuntungan bagiku, sekarang kuanggap rugi karena Kristus. Malahan segala sesuatu kuanggap rugi karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia daripada semuanya”. Selamat membaca.


*)Benni Setiawan, Pembaca buku, tinggal di Sukoharjo

Menafsir Misteri Tidur

Analisis News, Minggu, 06 Maret 2011


Judul : Tafsir Mimpi, Menguak Simbol Misterius Alam Bawah Sadar
Penulis: Richard Craze
Penerbit : Kanisius, Yogyakarta
Terbit : 2010
Tebal : 96 Halaman
ISBN : 978-979-21-1944-2

Mimpi selalu menyapa kita saat terlelap tidur. Sering kali ia disebut bunga tidur. Namun seringkali kita sulit mengingat apa yang kita impikan. Kalau pun kita ingat, mungkin sulit untuk dimengerti.

Selama tidur, otak kita aktif. Mimpi diperoleh melalui lapisan-lapisan yang lebih dalam di alam bawah sadar kita. Alam bawah sadar tidak berkomunikasi dengan menggunakan kata-kata atau melalui pemikiran, tetapi menggunakan gambar visual untuk menstimulasi intuisi dan perasaan kita. Ketika bangun, kita ditingal dengan sisa “perasaan” mengenai sesuatu yang ada pada kita sepanjang hari, sesuatu yang tertera dalam ingatan kita seperti jejak dalam salju. Kemudian apa sebenarnya yang dimaksud dengan mimpi?



Richard Craze dalam buku Tafsir Mimpi, Menguak Simbol Misterius Alam Bawah Sadar ini mendefinisikan mimpi sebagai serangkaian sumber atau peristiwa yang terjadi dalam pikiran. Pada umumnya, mimpi dialami ketika kita tidur, meskipun orang juga dapat masuk dalam keadaan yang mirip mimpi pada siang hari ketika sadar.

Gambar-gambar dalam mimpi tampaknya didasarkan pada pikiran atau pengalaman si pemimpi, meskipun sepertinya mimpi tertentu hanya sedikit atau sama sekali tidak berhubungan dengan kehidupan normal si pemimpi. Tepatnya bagaimana dan mengapa gambar-gambar itu muncul, apa kegunaan dan kepentingannya; merupakan pokok pembicaraan yang mendorong penelitian dan memicu banyak perdebatan (hlm. 34).

Buku ini merupakan sebuah panduan untuk memahami mimpi. Buku ini mengakui bahwa tidak ada dua orang yang persis sama dan karena itu tidak ada dua mimpi yang sama.

Ketika menafsirkan mimpi, buku ini memandang penafsiran lebih sebagai suatu pengalaman daripada teori yang berlaku: Anda bisa menjadi ahli penafsir mimpi Anda sendiri. Pendekatan ini sangat berbeda dari banyak kamus mimpi. Di situ, mungkin Anda bisa mencari arti lambang atau tema dari mimpi dan menerapkannya pada mimpi Anda.

Misalnya, Anda bermimpi melihat pohon. Beberapa buku mimpi menerangkan bahwa pohon berarti pertumbuhan, dan jika pohon itu berbuah, hal itu berarti meramalkan kelimpahan dan kekayaan. Tapi kekurangannya, kamus-kamus mimpi itu tidak menyemangati Anda untuk memandang pohon itu sendiri dan mencari apa arti pohon itu bagi Anda. Untuk melakukan itu, Anda harus mendekati mimpi dan diri Anda sendiri dengan semangat menyelidiki, mengajukan pertanyaan mengenai isi mimpi untuk bisa sampai kepada pemahaman atau pengertian Anda sendiri.

Berbekal buku ini Anda dapat mengenal berbagai jenis mimpi dan lambangnya, termasuk yang diungkap oleh Jung sebagai masukan dari alam bawah sadar kolektif, yang diungkapkan dalam pola dasar yang sudah dikenal umum.

Lebih dari itu, bersama buku ini Anda akan mampu menyingkap rahasia mimpi Anda. Tersingkapnya rahasia mimpi akan memberikan pemahaman yang lebih besar mengenai diri sendiri dan relasi-relasi Anda, serta menambahkan kemampuan untuk menghayati hidup Anda sepenuh-penuhnya.

Namun, buku ini bukan panduan mimpi yang bersifat klenik. Buku ini didasarkan pada penelitian serangkaian peristiwa-peristiwa ilmiah.

Pada akhirnya, semoga buku ini akan membawa terang dan semangat dan bisa digunakan sebagai batu loncatan untuk penemuan selanjutnya. Ingat, mimpi datang dari alam bawah sadar di malam hari, kegilaan, dan misteri. Untuk memahami mimpi, Anda harus merasakan alam di sekitar Anda, lebih menggunakan intuisi dan insting daripada penalaran dan logika, dengan demikian membuka rahasia-rahasia malam. Selamat membaca!


*)Benni Setiawan, Alumnus Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Yogyakarta.

Paradigma Manajemen yang Manusiawi

Analisis News, Sabtu, 12 Maret 2011


Judul : Paradigma Baru Manajemen Indonesia, Menciptakan Nilai dengan Bertumpu pada Kebajikan dan Potensi Insani
Penulis : Frans Mardi Hartono
Penerbit : Mizan, Bandung
Terbit : November, 2009
Tebal : 599 Halaman


Relasi kerja dalam sebuah perusahaan biasanya selalu berkiblat ke Barat. Barat dianggap sebagai corong yang selalu “benar”. “Taklid buta” seperti ini seringkali mengalahkan rasionalitas dan kearifan lokal yang ada di Nusantara. Hal ini tampak jelas pada kegiatan produksi dan paradigma manajemen yang diterapkan.

Kegiatan produksi di masa lalu (yang berkiblat pada Barat) pada umumnya dijalankan dengan mengacu pada paradigma manajemen yang bertumpu pada manusia yang dipandang sebagai sumber daya. Kita tidak dapat mengingkari bahwa paradigma ini telah berhasil membawa banyak kemajuan bagi mereka yang menerapkannya. Tetapi selama 3-4 dekade terakhir ini orang mulai menyadari bahwa paradigma itu meninggalkan banyak pertanyaan dan persoalan yang bukan hanya perlu dicarikan solusinya secara filosofis, melainkan juga secara psikososial dan operasional.

Orang juga mulai melihat bahwa paradigma manajemen ini sudah tidak mampu lagi menjawab tantangan dunia kerja kontemporer. Jadi, paradigma ini sudah sepantasnya dikaji ulang secara saksama dan dipertimbangkan penggunaan paradigma manajemen yang lebih manusiawi dan bertumpu pada manusia yang bersumber daya.

Bagi Frans Mardi Hartono dalam buku Paradigma Baru Manajemen Indonesia, Menciptakan Nilai dengan Bertumpu pada Kebajikan dan Potensi Insani ini, konsep dasar dari model manusia yang bersumber daya sebenarnya sudah lama dikenal di Indonesia, seperti teruangkap dalam tridarma dalam hubungan kerja yang mengatakan bahwa di antara pekerja, pengusaha, dan pemerintah perlu ada rasa ikut memiliki (rumongso handarbeni), rasa ikut tanggung jawab untuk memelihara dan mempertahankan (melu hangrungkebi), dan berani terus-menerus mawas diri (mulat sariro hangroso wani).

Tridarma ini sudah jelas menetapkan bahwa kemajuan dan keberhasilan sistem usaha atau perusahaan bukan semata-mata menjadi tanggung jawab manajemen yang secara formal mewakili kepentingan para pemilik saham (hal. 357).

Dengan pemahaman baru ini, sudah saatnya pimpinan perusahaan tidak memandang pekerja sebagai buruh yang dibayar. Mereka sudah saatnya dipandang sebagai mitra kerja strategis. Sebagai mitra kerja, pekerja merupakan ujung tombak keberlangsungan usaha. Ketika ujung tombak dimanusiakan, maka akan timbul rasa cinta terhadap pekerjaan yang digeluti, sehingga hasil kerja dapat maksimal dan bernilai lebih.

Buku yang ditulis oleh Guru Besar Emeritus di bidang Manajemen ITB ini memaparkan suatu konsep manajemen yang sangat fundamental sekaligus sederhana karena karakter dan intelek yang dimiliki oleh setiap manusia dapat menciptakan nilai-nilai virtual perusahaan yang kuat dan tak mudah digoyang isu.

Dalam pandangan Heryanto Sutanto (Direktur Utama PT Matahari Kahuripan Indonesia Group, MAKIN, Jakarta) buku ini membantu pembaca untuk memahami bahwa manusia punya potensi sebagai makhluk cerdas, berhati nurani, dan jika bekerja dengan sepenuh hati akan menghasilkan pretasi yang luar biasa.

Pada akhirnya, buku ini memberi terobosan yang luar biasa dalam bidang manajemen di Indonesia. Hal ini karena penulisnya telah berhasil merumuskan sebuah paradigma baru yang lebih manusiawi dalam organisasi perusahaan, yang disebut sebagai konsep manusia yang bersumber daya.

Lebih lanjut, mengapa kita selalu berkiblat ke Barat jika di Nusantara telah menyediakan beragam tradisi dan kearifan yang lebih manusiawi? Selamat membaca.


*) Benni Setiawan, Pembaca buku, tinggal di Sukoharjo.

Membongkar Korupsi di Indonesia

Analisis News, Minggu, 20 Maret 2011


Judul : Korupsi Mengorupsi Indonesia, Sebab, Akibat, dan Prospek Pemberantasan
Editor : Wijayanto dan Ridwan Zachrie
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Cetakan : 2009
Tebal : 1149 Halaman

Korupsi bukan hanya merupakan masalah. Lebih dari itu, korupsi telah menggerogoti ketahanan bangsa dan negara di semua bidang. Korupsi bak rayap yang menggerogoti dari dalam tiang, tiang tempat kehidupan bangsa dibangun. Di negara yang dikuasai korupsi, segala bidang kehidupan tidak berjalan dengan baik. Keputusan-keputusan tidak diambil menurut apa yang secara objektif diperlukan oleh rakyat, melainkan menurut interest pribadi pihak-pihak bersangkutan.

Dari sudut pandang etika, korupsi secara etis harus dicela dengan dua alasan: Pertama, setiap rupiah yang diperoleh secara korup adalah uang curian. Setiap koruptor adalah seorang pencuri.

Kedua, korupsi adalah ketidakadilan tingkat tinggi, karena terjadi dengan memanfaatkan kedudukan istimewa yang tidak dimiliki orang lain. Sebagai akibatnya korupsi membuat orang miskin tidak bisa ke luar dari kemiskinan. Korupsi adalah salah satu kecurangan terbesar dalam kehidupan bangsa. Karena korupsi itu orang kecil tidak dapat hidup secara manusiawi. Karena biaya siluman yang membebani perindustrian kita, para buruh kita tidak dapat dibayar secara wajar, ini bukan saja berarti mencurangi orang kecil, tetapi juga membuat tidak berhasil usaha menciptakan lapangan kerja serta produk yang bermutu.

Kemudian apa yang harus dilakukan untuk menyelesaikan persoalan korups ini. Franz Magnis-Suseno., S.J mengusulkan empat hal, pertama, kita tentu harus mewujudkan kondisi-kondisi sistemik optimal untuk pemberantasan korupsi. Jadi harus lebih mengefektifkan Badang Pemeriksa Keuangan (BPK) serta perangkat hukum yang menunjang perjuangan itu.

Kedua, kita harus menuntut political will dari pemerintah maupun badan-badan legislative, teruatam di tingkat nasional. Pemerintah, Presiden, harus dengan tegas mengambil semua tindakan yang menunjang dan memperluas serta mempertajam pemberantasan korupsi. Korupsi harus diberantas dari atas ke bawah. Kepresidenan yang bersih, pemerintah pusat yang bersih, penindakan semua gubernur dan pimpinan daerah lainnya yang tidak bersih, itulah yang bisa menggerakkan perang melawan korupsi. DPR harus digerakkan supaya mengakhiri money politics, misalnya dalam membahas sebuah Rancangan Undang-Undang (RUU). Kita memerlukan parlemen yang melakukan pekerjaannya dengan bersih dan kompeten. Jadi, segala institusionalisasi money politics dalam pekerjaan rutin DPR harus diakhiri.

Ketiga, adalah masyarakat sipil sendiri perlu bergerak. Perlu diadakan kampanye. Kampanye tanpa ampun dari oleh media untuk menguber-uber para koruptor, membongkar korupsi dan plot-plot yang didesain untuk menutupnya. Kampanye melalui media untuk mengekspos para koruptor, yang didukung oleh pemerintah dan para politisi, ditujukan untuk memanfaatkan budaya malu yang cukup kuat di masyarakat kita, sehingga para koruptor merasa malu.

Para koruptor harus dipermalukan di depan rakyat. Penyelewengan uang publik harus semakin disadari sebagai sesuatu yang memalukan dan sebagai tindakan criminal, selain sebagai tindakan yang berisiko karena sanksi hukuman berat apabila kejahatannya terbongkar. Selain itu untuk membentuk public opinion yang terus-terus mengecam korupsi perlu dijadikan agenda para pengiat antikorupsi. Bahwa perbuatan korup adalah sesuatu yang memalukan, harus menjadi bahan ajar di sekolah, kalau perlu seawal mungkin. Lembaga dan organisasi keagamaan perlu dilibatkan dalam mendukung kampanye itu, bukan sekadar lips service saja, tetapi mereka yakin dan turut bergerak.

Keempat, harus ada perubahan mendasar dalam pendidikan bangsa di semua tahap dan tingkat. Tanpa pendidikan yang menegaskan kejujuran, rasa keadilan, rasa tanggung jawab, dan keberanian untuk bersikap berprinsip bangsa ini tidak akan ke luar dari mediokritas yang menjadi cirinya yang paling mencolok (hal. 795-796).

Buku ini berusaha membongkar akar persoalan korupsi di Indonesia dan sekaligus memberi solusi untuk memecahkannya. Buku yang ditulis oleh beberapa pakar yang terdiri dari akademisi, pejabat, dan stakeholder antikorupsi ini menjadi semacam panduan guna menyelesaikan persoalan korupsi di tanah air.

Pada akhirnya, buku ini wajib dibaca oleh pengiat antikorupsi dan seluruh komponen bangsa yang merindukan Nusantara bebas korupsi. Selamat membaca.


*) Benni Setiawan, Pecinta buku, tinggal di Sukoharjo.

Menerbitkan Buku Sendiri Siapa Takut?

Analisis News, Sabtu, 26 Maret 2011


Judul : Self Publishing, Kupas Tuntas Rahasia Menerbitkan Buku Sendiri
Penulis : Miftachul Huda
Penerbit : Samudra Biru, Yogyakarta
Cetakan : I, Desember 2010
Tebal : xiv +122 Halaman


Bermula dari Dan Poynter, pria kebangsaan Amerika Serikat yang hampir putus asa menawarkan naskahnya Hang Gliding yang berisi tentang panduan olah raga di penerbangan. Karena tidak ada penerbit yang berkenan menerbitkan, maka ia menerbitkan sendiri naskah tersebut. Dan hasilnya sungguh luar biasa. Buku tersebut terjual 130.000 eksemplar. Sebuah capaian luar biasa di tahun 1970.

Sejak capaian yang dahsyat itu. Dan pun terus menulis. Sekitar 76 judul buku telah ditulisnya. Bahkan buku-bukunya telah diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa asing. Seperti Spanyol, Jepang, Rusia, Inggris, dan Jerman.

Apa kunci sukses Dan Poynter? Ia menerbitkan bukunya sendiri (self publishing). Melalui Para Publishing penerbit yang ia dirikan dan karena kegigihannya menerbitkan buku sendiri, maka ia disebut sebagai Bapak self publishing.

Buku Self Publishing Kupas Tuntas Rahasia Menerbitkan Buku Sendiri karya Miftachul Huda ini terinspirasi oleh Dan Poynter. Huda, pada awalnya ingin menerjemahkan karya Dan Poynter Self Publishing Manual. Namun, karena dirasa tidak sesuai dengan iklim penerbitan di Indonesia, maka karya ini lahir.

Menurut Huda, sebagai inspirasi menjadi self publisher mungkin buku karya Dan Poynter relevan. Tetapi, sebagai panduan praktis tidak relevan dengan kondisi Indonesia. Misalnya, bagaimana teknis mendapatkan ISBN, mencetak buku dengan oplah terbatas, karakter pasar di Indonesia, dan hal-hal teknis lain (hal. 29).

Berbagai alasan di atas tersebut mendorong Huda untuk menulis sendiri buku tentang self publishing yang sesuai dengan konteks keindonesiaan.

Buku ini hadir untuk mengisi kekosongan referensi motivasi menulis. Sudah banyak buku yang berisi motivasi menulis, tapi kemampuan buku jenis ini hanya berhenti di situ. Maka, jika seseorang bisa menulis, tidak ada jaminan naskahnya bisa diterbitkan. Pengetahuan dalam buku ini memberikan jaminan kepada siapa saja untuk bisa menerbitkan buku sendiri (self publishing).

Sebuah pertanyaan yang cukup unik dan nyentrik diajukan oleh mantan aktivis gerakan mahasiswa ini. bisa nulis tapi siapa yang mau menerbitkan? Sebuah pertanyaan yang nendang bagi penulis. Penulis selalu dihadapkan pada kenyataan yang kadang menyakitkan.

Mempunyai banyak naskah, namun tidak satupun diminati penerbit.

Maka dari itu, solusi yang ditawarkan oleh alumnus Program Pascarsajana UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta ini adalah self publishing.

Self publishing berguna bagi siapa saja yang ingin sukses dengan menulis buku. Sebab, self publishing bisa menjadi bisnis yang sangat menjanjikan. Namun, selama ini self publishing masih menjadi pengetahuan yang gelap gulita. Contoh, banyak orang mengira mendapatkan ISBN itu rumit, padahal tidak.

Buku ini mengupas setuntas-tuntasnya seribu satu rahasia menerbitkan buku sendiri. Mulai dari mempersiapkan naskah hingga bagaimana menjual buku sendiri.

Keuntungan dari self publishing adalah kita akan dapat mengukur sejauh mana buku diterima oleh pasar. Penulis akan mendapat bagian yang lebih banyak jika dibandingkan menerbitkan di penerbit yang dikelola orang lain. Jika diterbitkan orang lain penulis hanya mendapatkan royalti 10-12,5 persen. Namun jika diterbitkan sendiri penulis mendapat royalti sebesar 40-45 persen. Sebuah angka yang tidak sedikit.

Pada akhirnya, sebagaimana catatan Hernowo (penulis buku Mengikat Makna dan Andai Buku itu Sepotong Pizza), buku ini—menurujuk ke program “99 Writers in 9 Days”—merupakan sebentuk dukungan luar bisa untuk penulis yang masih ragu dan grogi untuk menerbitkan karyanya. Buku ini, bagaikan cambuk yang dapat melecut keberanian siapa saja yang ingin menerjuni dunia tulis-menulis secara total.

*) Benni Setiawan, Pembaca buku, di Sukoharjo

Perempuan Juga Manusia

Analisis News, Minggu, 3 April 2011


Judul: Her Story, Sejarah Perjalanan Payudara
Penulis : Naning Pranoto
Penerbit : Kanisius, Yogyakarta
Terbit : 2010
Tebal : 259 Halaman


Partisipasi sejajar antara laki-laki dan perempuan dalam kehidupan publik merupakan salah satu prinsip mendasar yang diamanatkan di dalam Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women atau CEDAW) yang diadopsi oleh Sidang Umum PBB pada tahun 1979 dan disahkan mulai tahun 1981.

CEDAW telah mengilhami perempuan seluruh dunia untuk bangkit. Mereka mempunyai peluang yang sama dengan lelaki dalam kehidupan publik. Bahkan, dengan semangat ini, kini, di belahan bumi sedang menyongsong kebangkitan perempuan dalam berbagai termasuk di dalamnya bidang politik.

Kebangkitan ini semakin menguatkan posisi tawar perempuan di berbagai bidang. Perempuan bukan lagi the second man. Ia mempunyai posisi yang sama dengan laki-laki. Perempuan juga manusia. Ia bukan hanya pelengkap di dunia ini. Ia berhak dan berkewajiban sama dan sejajar dengan lelaki. Perbedaan bentuk tubuh atau fisiologis bukanlah penghalan utama untuk perempuan berkarya di berbagai bidang. Hal inilah yang diancang oleh Naning Pranoto dalam buku Her Story.

Namun, mengapa masih banyak perempuan yang belum “berdaya”? Dalam surat R.A. Kartini yang dikirim ke Stella di negeri Belanda yang dikirim 6 November 1899, dalam Habis Gelap Terbitlah Terang, sebagaimana dikutip mantan wartawati di berbagai media cetak Ibu Kota ini, “Engkau bertanya, apakah asal mulanya aku terkurung dalam empat tembok tebal…

Sangkamu tentu aku tinggal di dalam terungku atau serupa itu. Bukan, Stella, penjaraku rumah besar, berhalaman yang luar sekelilingnya, tetapi sekitar halaman itu ada tembok tinggi. Tembok inilah yang menjadi penjara kami. Bagaimana juga luasnya rumah dan pekarangan kami itu, bila senantiasa harus tinggal di sana, sesak juga rasanya. Teringat aku, betapa aku, oleh karena putus asa dan sedih hati yang tiada terhingga, lalu mengempaskan badanku berulang-ulang kepada pintu yang senantiasa tertutup itu, dan kepala dinding batu bengis itu. Arah ke mana juga aku pergi, setiap kali putus juga jalanku oleh tembok batu atau pintu terkunci” (halaman. 100).

Pengelola Rayakultura—lembaga nonprofit di bidang pendidikan dan kebudayaan—ini menambahkan, para perempuan yang terjerumus ke dalam gelapnya gua-gua masochism bukanlah atas kehendaknya, demikian menurut Betty Freidan, tokoh feminis yang menulis buku The Feminine Mystique, melainkan karena kaum laki-laki hanya menghargai feminitas sebagai objek seksual belaka. Jika kaum lelaki menghargai feminitas secara keseluruhan, yang terjadi tidak akan demikian, sehingga kaum perempuan punya peran lebih luas seperti peran kaum lelaki di masyarakat. Ini yang mendorong kaum feminis liberal berjuang keras untuk punya hak yang sama di bidang politik, ekonomi, kebudayaan, dan lingkungan hidup seperti halnya kaum lelaki.

Perjuangan itu kini telah berhasil, banyak perempuan yang disebut “mampu mengubah dunia”. Lahirlah politikus perempuan, pebisnis perempuan, tokoh-tokoh kebudayaan yang tangguh. Mereka ini mampu mempertahankan peran domestiknya sebagai sitri bagi suami dan ibu bagi anak-anaknya dan juga melambungkan kariernya untuk dikenal dunia. Misalnya di bidang politik, India punya Indira Gandhi, Inggris punya Margaret Thatcher, Indonesia punya Megawati Soekarnoputri, Bangladesh punya Benazir Bhutto, dan Filipina punya Coory Aquino, dan sebagainya (halaman 114-115).

Sejarah dunia juga mencatat bahwa perempuan tidak hanya sekadar kanca wingking alias pekerja rumah tangga, tetapi juga powerfull, mampu mengendalikan pemerintahan. Dengan demikian, masalah gender bukan halangan bagi kaum perempuan untuk setara dengan kaum lelaki.

Sejarah kuno Mesir mencatat Mesir pernah berada di bawah pemerintahan seorang ratu bertubuh seksi dan berwajah jelita. Cleopatra namanya. Sedangkan Baudicca Victoria berkuasa sebagai ratu di era Inggris kuno. Ia dikenal sebagai perempuan yang gagah berani dalam menghadapi musuh di medan perang. Eleanor d’Aquitaine merupakan perempuan terkaya di Eropa pada zamannya dan sebagai ratu pertama yang memerintah Perancis pada pertengahan abad ke-11.

Ratu Isabella I, selain berkuasa sebagai ratu yang memerintah spanyol dari akhir abad ke-15 hingga awal abad ke-16 juga diakui dunia sebagai “pembuka” dunia baru berkat tindakannya yang cemerlang mendanai pelaut-pelaut ulung negerinya yang berkeinginan menjelajah dunia. Christopher Columbus salah seorang pelaut yang didanainya, yang kemudian diakui sebagai penemu Benua Amerika. Untuk menghormati jasa Sang Ratu, tahun 1893 tepat pada peringatan 400 tahun Columbus menemukan Benua Amerika, pemerintah Amerika Serikat menerbitkan coin bergambar Ratu Isabella I. Ia merupakan perempuan pertama yang wajahnya tampil dalam mata uang AS (halaman. 207).

Buku ini menyajikan berbagai persoalan faktual yang kian menyudutkan perempuan dalam ketiadannya sebagai manusia bebas dengan identitasnya sendiri. Peraih gelar master dalam bidang Chinese Studies dari Universitas Bond University Australia (2001) ini, dengan gaya bahasa fiksi, tidak sekadar menuangkan gagasannya sendiri melainkan juga memberikan fakta berdasarkan observasi, wawancara, dan studi literatur.

Buku ini semakin menyadarkan kepada kita betapa perempuan layak dan patut di dorong untuk berkiprah di berbagai sektor kehidupan. Sebagaimana semangat yang diusung CEDAW.

*) Benni Setiawan, Pembaca buku, tinggal di Sukoharjo.

Penasaran Kunci Sukses Pemasaran

Analisis News, Senin, 11 April 2011


Judul : Narketing, Strategi Ajaib Usaha Sukses
Penulis : Agung KN
Penerbit : Kanisius, Yogyakarta
Terbit : I, 2010
Tebal : 124 Halaman
Harga : Rp. 25.000,-

Pemasaran merupakan kunci sukses sebuah usaha. Pemasaran yang baik perlu didukung oleh sumber daya manusia yang mumpuni dan produk barang atau jasa yang berkualitas. Namun, cukupkan pemasaran menjadi andalan dalam meningkatkan nilai jual sebuah produk barang atau jasa?

Bagi Agung KN, pemasaran saja tidak cukup dalam menaikkan nilai jual. Perlu adanya rasa penasaran. Pengurus Credit Union sebuah koperasi simpan pinjam dan mengembangkan gerakan UKM ini, menengarahi menjual produk agar cepat laku harus memiliki keunggulan. Apalagi kalau produk itu memiliki keunikan. Intinya, bagaimana membuat pembeli merasa penasaran. Dan tertarik membeli produk yang kita jual. Karena menurut penulis yang sempat kuliah di UPN Veteran Jakarta selama enam semester ini, rasa penasaran adalah benih pemasaran. Semakin besar rasa penasaran pembeli, semakin efektig pemasaran yang kita lakukan. Inilah awal mula kata narketing.

Narketing adalah sesuatu yang membuat orang lain penasaran, lalu tertarik pada hal tersebut. Kunci dasarnya adalah rasa ingin tahu yang tinggi dalam pikiran. Ada dorongan kuta di dalam otak kita untuk mencari tahu lebih dalam dan mencari jawabannya (hal. 19).

Lebih lanjut, Agung menyatakan sesungguhnya ada alasa psikologis yang membuat narketing berhasil di Indonesia. Menurutnya, kebanyakan orang Indonesia memliki rasa ingin tahu yang tinggi. Nah, karakter masyarakat Indonesia inilah yang turut mendukung perkembangan narketing.

Buku ini mengupas salah satu UKM (Usaha Kecil dan Menengah) yang berhasil menerapkan narketing, yaitu Burger Batok. Penulis buku ini berusaha membuat supaya buku ini mampu merangsang otak Anda untuk lebih kreatif. Isi buku ini dirancang sedemikian rupa agar Anda dapat mempelajarinya dengan mudah. Setahap demi setahap seperti sebuah manual latihan. Agar lebih optimal Agung menyertakan juga lembaran kerja. Supaya Anda dapat terhubung dengan konsep narketing yang dahsyat ini.

Buku kecil ini memang dahsyat. Pilihan kata yang unik dan menyenangkan menjadikan buku ini patut dibaca dan dipelajari.

Kelebihan buku ini juga terletak pada kekhasan tema yang diangkat. Yaitu tema pemasaran yang dikemas secara cerdik sehingga menaikkan nilai jual dengan konsep penasaran.

Dengan demikian, buku ini dengan cerdas mewartakan bahwa narketing (penasaran) merupakan kunci sukses marketing (pemasaran).

Tidak berlebihan jika Indriasari Noertjahjono, pemiliki merek Burger Batok bertaruh untuk buku ini. Ia menyatakan, beli dan baca buku ini, kemudian beritahu ke semua orang. Buku ini bisa mewujudkan impian Anda. Jika Anda menyesal membeli buku ini, saya bersedia ganti.


*)Benni Setiawan, mahasiswa Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Yogyakarta.

Sabtu, 23 April 2011

Justin Bieber, Sosok Muda Bersahaja

Perada, Koran Jakarta, Sabtu, 23 April 2011


Judul : Inspiring True Story Justin Bieber Never Say Never
Penulis : Chas Newkey-Burden
Penerbit : Ufuk Press, Jakarta
Terbit : I, November, 2010
Tebal : vi + 367 halaman
Harga : Rp69.900

Justin Bieber. Siapa yang tidak mengenalnya? Bintang baru hasil “didikan” YouTube itu kini menjelma menjadi miliader di usia muda. Jika tidak ada aral melintang, Justin Bieber akan menyapa penggemarnya di Indonesia pada Sabtu, 23 April 2011. Tentu sebuah kebanggaan bagi Biebermania (sebutan penggemar Justin Bieber) Indonesia untuk dapat bertemu secara langsung dengan idolanya. Ya, Justin Bieber sungguh menawan. Dalam waktu relatif singkat, dia mampu menyedot perhatian dunia.

Tidak hanya kawula muda, namun juga ibu-ibu paro baya. Tidak aneh ketika ketenaran Justin Bieber disandingkan dengan nama-nama besar, seperti The Beatles, Elvis Presley, dan Michael Jackson. Bahkan ada yang menyebut bahwa kesuksesan Justin Bieber saat ini sama dengan penggabungan ketiga bintang legendaris tersebut. Namun, dari persona Justin Bieber yang amat dahsyat tersebut, tahukah Anda bahwa ia adalah bintang yang lahir dari masyarakat kebanyakan, miskin? Dia lahir pada pukul 12.56 pada 1 Maret 1994 di sebuah kota di Kanada yang disebut London.

Dia tumbuh di sebuah kota kecil yang disebut Stratford, yang terletak di Provinsi Ontario, Kanada. Dia pernah menguraikan kampung halamannya sebagai “sebuah kota kecil berpenduduk 30.000 di negeri antah berantah”. Lebih lanjut, dia hanya diasuh oleh seorang ibu (Pattie Mallette) karena orang tuanya telah bercerai sejak Justin Bieber masih bayi. Masa-masa sulit harus dia lalui bersama ibunya. Menjadi pengamen hingga akhirnya ibunya mengunggah video Justin Bieber ke jejaring sosial YouTube.

Perjalanan Justin Bieber yang penuh gejolak inilah yang menjadikannya tetap bersahaja di tengah popularitas dan gelimang harta. Justin Bieber selalu menyapa pengemarnya dengan hangat. Dia selalu berusaha bertemu secara langsung dengan orang yang mengelu-elukannya. Karena kesehajaannya, Justin Bieber menuju masa depan yang cerah. Sebagai pemuda, ketika menilai kesuksesan besar yang telah dia nikmati, Justin berkata, “Sering kali aku berpikir, ‘wow’. Tapi, aku tidak tahu. Aku tidak memikirkannya. Aku hanya melewati hari-hariku satu demi satu.” Demikian kerendahan hati sosok fenomenal di jagat hiburan. Sebuah hal yang langka dari dunia penuh glamor dan kemewahan. Itulah Justin Bieber, sosok muda bersahaja.

Dia tidak hanya mengajarkan arti sebuah perjuangan hidup dengan kesederhanaan dan kerja keras guna meraih kesuksesan, namun juga sikap yang ramah dan santun dalam mengarungi samudera luas kehidupan. Buku ini mengurai seluk-beluk Justin Bieber secara apik dan mendalam. Chas Newkey-Burden yang juga menulis biografi Michael Jackson berhasil mengemas sosok Justin Bieber menjadi idola baru penuh inspirasi. Dengan demikian, tampaknya tidak afdol jika seseorang yang mengaku Biebermania belum membaca buku ini. Selamat membaca.

Peresensi adalah Benni Setiawan, pembaca buku, tinggal di Sukoharjo.

Rabu, 13 April 2011

Mewujudkan Kegembiraan Lahir dan Batin


Resensi MATAN, April 2011

Hidup penuh kebahagiaan dan kegembiraan merupakan impian semua orang. Kegembiraan, ketenteraman, dan ketenangan hati adalah anugerah Allah yang sangat mahal harganya. Ia termasuk kenikmatan terbesar. Sebab, dalam kegembiraan hati itu terdapat keteguhan pikir, produktivitas yang bagus, dan keriangan jiwa. Kata banyak orang, kegembiraan merupakan seni yang dapat dipelajari. Artinya, siapa yang mengetahui cara memperoleh, merasakan dan menikmati kegembiraan, maka ia akan dapat memanfaatkan pelbagai kenikmatan dan kemudahan hidup, baik yang ada di depannya maupun yang masih jauh berada di belakang.

Kekuatan dan kemampuan
Modal utama untuk meraih kebahagiaan adalah kekuatan atau kemampuan diri untuk menanggung beban kehidupan, tidak mudah goyah oleh guncangan-guncangan, tidak gentar oleh peristiwa-peristiwa, dan tidak pernah sibuk memikirkan hal-hal kecil dan sepele. Begitulah, semakin kuat dan jernih hati seseorang semakin bersinar pula jiwanya.
Hati yang cabar; lemah tekad, rendah semangat, dan selalu gelisah tak ubahnya seperti gerbong kereta yang mengangkut kesedihan, kecemasan, dan kekhawatiran. Oleh sebab itu, barang siapa membiasakan bersabar dan tahan terhadap segara benturan, niscaya guncangan apa pun dan tekanan dari mana pun akan terasa ringan.
Di antara musuh utama kegembiraan adalah wawasan yang sempit, pandangan yang picik, dan egoism. Karena itu, Allah melukiskan musuh-musuhnya sebagaimana berikut: Mereka dicemaskan oleh diri mereka sendiri (Ali Imran: 154).
Orang-orang yang berwawasan sempit, senantiasa melihat seluruh alam ini seperti apa yang mereka alami. Mereka tidak pernah memikirkan apa yang terjadi pada orang lain, tidak pernah hidup untuk orang lain, dan tidak pernah memerhatikan sekitarnya. Memang ada kalanya kita harus memikirkan diri sendiri dan menjaga jarak dari sesama, yaitu tatkala kita sedang melupakan kepedihan, kegundahan, dan kesedihan kita. Dan, itu artinya kita dapat mendapatkan dua hal secara bersamaan: membahagiakan diri kita dan tidak merepotkan orang lain.

Menjaga pikiran
Satu hal mendasar dalam seni mendapatkan kegembiraan adalah mengendalikan dan menjaga pikiran agar tidak terpecah. Apalagi bila Anda tidak mengendalikan pikiran Anda setiap melakukan sesuatu, niscaya ia tak akan terkendali. Ia muda membawa Anda pada berkas-berkas kepedihan masa lalu. Dan pikiran liar yang tak terkendali itu tak hanya akan menghidupkan kembali luka lama, tetapi juga membisikan masa depan yang mencekam. Ia juga dapat membuat tubuh gemetar, kepribadian goyah, dan perasaan terbakar. Karena itu, kendalikan pikiran Anda kea rah yang baik dan pada perbuatan yang bermanfaat. Dan, bertawakallah kepada Dzat Yang Maha Hidup dan tak pernah mati (al-Furqan: 58).
Hal mendasar yang tak dapat dilupakan dalam mempelajari cara meraih kegembiraan adalah bahwa Anda harus menempatkan kehidupan ini sesuai dengan porsi dan tempatnya. Bagaimana pun, kehidupan ini dilaksanakan permainan yang harus diwaspadai. Ia dapat menyulut kekejian, kepedihan, dan bencana. Jika demikian halnya sifat-sifat dunia maka mengapa ia harus begitu diperhatikan dan ditangisi ketika gagal diraih? (hal 15-17).
Kebahagiaan terletak di antara sabar dan rida. Kesabaran akan mengantarkan kita menuju ketenangan batin. Hal ini karena, Allah akan menyabarkan dan memuliakan orang-orang sabar. Demikian pula dengan sikap rida. Dengan keridaan Allah akan memalingkan seseorang dari keburukan yang menjadi sumber kesedihan (hal 148-172).
Buku Seni Bergembira mengajak pembaca untuk mewujudkan kegembiraan sesuai dengan tuntunan al-Qur’an dan Sunnah Nabi. Namun demikian, buku ini disajikan secara menarik. Ayat-ayat suci “ditafsir” sesuai makna zaman sehingga enak untuk dibaca.
Melalui buku ini Anda akan mendapatkan pencerahan hidup dan cara mengurai berbagai persoalan hidup secara bijak. Kisah-kisah yang disajikan dalam buku ini menjadi semacam obor yang dapat menuntun Anda mewujudkan kegembiraan lahir dan batin.
Lebih dari itu, buku ini mengajarkan tahapan-tahapan yang dapat dipraktikan guna meraih kegembiraan. Tahapan-tahapan ini pernah juga dipraktikan oleh Nabi guna meredam kegelisahan menuju kegembiraan. Selamat membaca.

*)Benni Setiawan, Warga Muhammadiyah, alumnus Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta.

Meneguhkan Pluralisme Menyelamatkan Bangsa


Jurnas, 13 April 2011
Nasib Jemaat Ahmadiyah kian tidak menentu. Setelah diserang oleh sekelompok orang di berbagai daerah, hingga ada yang meningal dunia sebagaimana di Cikeuting, kini mereka harus berhadapan dengan peraturan kepala daerah.

Hal ini tercermin dalam surat keputusan (SK) yang dikeluarkan oleh Gubernur Jawa Timur dan Jawa Barat. SK tersebut berisi tentang larangan bagi Jemaat Ahmadiyah untuk beraktivitas. Jemaat Ahmadiyah tidak boleh menyebarkan ajarannya baik dalam bentuk lisan maupun tulis, memasang papan nama, dan dilarang menggunakan atribut.

Kondisi demikian akan semakin mempersempit ruang gerak Jemaat Ahmadiyah. Keselamatan jiwa mereka pun akan kian terancam. Pasalnya, masyarakat akan semakin berbondong-bondong mengenyahkan Jemaat Ahmadiyah dari bumi Nusantara. Peristiwa tersebut menandakan betapa kekerasan atas nama agama yang didukung oleh kekuasaan (pemerintah) kian telanjang di Indonesia.



Persoalan tersebut yang kemudian dikritik oleh Moh Shofan. Dalam buku Pluralisme Menyelamatkan Agama-agama, Shofan menegaskan bahwa peristiwa kekerasan terhadap Jemaat Ahmadiyah menandai bahwa kebebasan beragama belum berlaku penuh di Indonesia hingga kini. Jika kebebasan beragama sebagai hak-hak asasi manusia dan di berbagai negara sudah merupakan hak sipil atau kebebasan sipil (civil liberty), maka aliran kepercayaan seharusnya diakui sebagai agama.

Negara pun tidak menetapkan agama-agama resmi yang diakui. Negara atau otoritas keagamaan apa pun juga tidak boleh membuat fatwa atau keputusan hukum lainnya yang menyatakan suatu aliran keagamaan atau kepercayaan yang baru tersebut sebagai “sesat dan menyesatkan.

Peristiwa desakan pembubaran Ahmadiyah, di samping menunjukkan ketidakmampuan pemerintah dalam mengelolah warga negara juga merepresentasikan gambaran Islam sebagai momok yang mengancam kerukunan antar-komunitas masyarakat dengan dilingkupi oleh kaidah-kaidah sosial dan budaya lokal setempat. Islam seolah bukan lagi agama, melainkan tirani ideologis baru yang datang tiba-tiba dan dengan mudahnya menghancurkan tradisi kerukunan umat yang telah melembaga.

Jika hal ini terjadi, Islam menjadi agama yang sangat kaku. Ia menjadi “polisi‘ bagi umat Islam yang lain. Pembenaran atas nama mayoritas ini tentu bukan spirit Islam sebagai rahmatan lil alamin.

Guna mengakhiri hal demikian. Peneliti pada Yayasan Paramadina ini mendorong gerakan pluralisme di Indonesia. Baginya, pluralisme sebagai desain Tuhan (design of God) harus diamalkan berupa sikap dan tindakan yang menjunjung tinggi multikulturalisme. Namun tidak sekadar berhenti pada wacana pentingnya pluralisme dan multikulturalisme, akan tetapi lebih diejawantahkan pada tataran praksis melalui jalur pendidikan dan pelatihan-pelatihan bersama dengan melibatkan berbagai komunitas lintas agama dan etnis untuk saling mengenal, memahami dan membangun sikap saling menghargai berdasarkan pengakuan atas persamaan, kesetaraan, dan keadilan.

Buku ini menegaskan kepada kita bahwa agama bukanlah pembenar atas tindakan anarkis. Agama merupakan rahmat (berkah) bagi seluruh alam. Semua agama memiliki kedudukan yang sama untuk ikut menyumbangkan nilai-nilai yang harus dibangun untuk mewujudkan masyarakat yang toleran, menegakkan keadilan, menjunjung tinggi kesetaraan dan persamaan hak yang merupakan ajaran semua agama.

Pluralisme ingin agar nilai-nilai tersebut bisa diaplikasikan dalam konteks sosial untuk membangun kebersamaan dan kesepahaman. Dengan pluralisme, kemanusiaan terus memanggil kaum beragama untuk semakin terbuka bagi yang lain, dan tidak perlu saling mengancam.

Dengan alur yang menggugah buku ini memberi perspektif menghormati keberagamaan dalam perspektif hak asasi manusia (HAM) yang patut diapresiasi dan didiskusikan lebih lanjut. Selamat membaca.

Benni Setiawan, Alumnus Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Yogyakarta.