Analisis News, Senin 25 Maret 2011
Judul : Ratna Sari Dewi Sukarno, Sakura di Tengah Prahara
Penulis : M. Yuanda Zara
Penerbit : Ombak, Yogyakarta
Terbit : 2010
Tebal : xvi + 260 Halaman
Sukarno, Bapak Proklamator Republik Indonesia, memang unik. Dia tidak hanya dikenal sebagai pejuang republik, namun juga kekhasannya yang mampu memikat hati perempuan-perempuan cantik. Sukarno dikenal sebagai “lelanange jagat”. Dia ganteng, gagah, dan tulisan-tulisannya mampu membuat perempuan tersanjung dan “klepek-klepek”.
Salah satu perempuan yang klepek-klepek itu adalah Ratna Sari Dewi Sukarno. Tentunya nama tersebut bukan nama asli. Ia bernama Naoko Nemoto, seorang warna negara Jepang.
Ya, Naoko perempuan berparas ayu dan muda belia inilah yang jatuh cinta kepada Sukarno. Sebaliknya, Sukarno pun jatuh hati kepadanya.
Kisah kasih antara Sukarno dengan Naoko adalah titik kisar penting untuk memahami masuknya Naoko ke dalam kehidupan sang presiden. Haru-biru cinta mereka tidak seperti kasmaran anak muda yang selalu berpikir tentang dunia yang dimiliki berdua. Ini adalah episode bersambung yang kompleks, yang dipenuhi oleh traged, intrik, dan persoalan-persoalan yang menyangkut banyak orang, bahkan negara. Bisa dikatakan, jalannya sejarah Indonesia dipengaruhi oleh peristiwa klise ini.
Singkat cerita, menurut Naoko, ia bertemu pertama kali dengan Sukarno pada 16 Juni 1956 di Hotel Imperial Jepang. Naoko berkesempatan makan malam dengan orang nomor satu di Republik Indonesia.
Naoko berkisah, “sejak saat itu Bapak banyak menulis surat kepadaku. Bahasanya romantis, dan ia tak segan-segan mengungkapkan rasa cintanya yang beribu-ribu kali kepadaku. Dan pada akhir suratnya, ia selalu menulis: “I am constantly thinking of you. You know how I love you, 1000 kisses, Sukarno”.
Bahkan berdasarkan catatan hariannya yang belakangan dipublikasikan, Naoko menyebutkan bahwa ia sempat bertemu dua kali dengan Presiden Sukarno di Hotel Imperial Tokyo Jepang sebelum keberangkatan Sukarno ke Jakarta (hal 15-16).
Puncak dari hubungan ini, adalah ketika Sukarno bersikeras mengundang Naoko berkunjung ke Jakarta. Walaupun pada awalnya Naoko enggan namun akhirnya ia bersedia dan memenuhi undangan Sukarno.
Pasca-peristiwa itu, hubungan Sukarno-Naoko semakin dekat. Naoko sering diajak berkunjung oleh Sukarno. Pertama Sukarno memperkenalkannya sebagai seorang sekretaris. Namun, di lain kesempatan ia menyebut Naoko adalah istrinya. Walaupun pada saat itu hubungan mereka berdua belum sah suami istri.
Baru pada tanggal 3 Maret 1962 Sukarno-Naoko resmi menikah. upacara perkawinan berlangsung sederhana. Sukarno memberi mas kawin Rp.5,-. Adapun yang mengawinkan dua sejoli ini adalah Menteri Agama Saifuddin Zuhri.
Inilah kisah cinta Sukarno yang unik. Ia menikahi seorang geisha dari Negeri Sakura. Saking cintanya Sukarno kepada Naoko (yang kemudian dikenal dengan nama Dewi Sukarno), ia pernah menuliskan sebuah kalimat pemujaan sekaligus pengharapan untuk selalu hidup-mati bersama Dewi.
“Kalau aku mati, kuburkanlah aku di bawah pohon jang rindang. Aku mempunyai istri, jang aku tjintai dengan segenap djiwaku. Namanya, Ratna Sari Dewi. Kalau ia meninggal, kuburkanlah ia dalam kuburku. Aku menghendaki ia selalu bersama aku” (Djakarta, 6 Djuni 1962, Soekarno).
Sebuah tulisan puitis yang menyetuh kalbu. Sebuah penggambaran akan kecintaan Sukarno yang mendalam kepada gadis Sakura itu.
Buku ini bertutur tentang Ratna Sari Dewi Sukarno sebagai seorang istri Presiden RI pertama. Pengkisahan yang menarik dan tertata rapi menjadikan buku ini mempunyai nilai plus. Selain sebagai buku sejarah, buku ini juga beruajar tentang tokoh Dewi Sukarno sampai relung pribadinya.
Buku ini akan membantu siapa saja yang ingin mengetahui sejarah hidup Dewi Sukarno sebagai seorang istri Panglima Besar Revolusi (Sukarno) yang tak luput dari kekurangan sebagai seorang manusia biasa. Selamat membaca.
*)Benni Setiawan, pembaca buku, tinggal di Sukoharjo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar