Meraih Cita

Meraih Cita

Jumat, 26 November 2010

Bertualang Bersama Gullible

Seputar Indonesia, Resensi, Sunday, 21 November 2010 Hidup Anda adalah milik Anda.Mengingkari ini sama dengan menyatakan secara tidak langsung bahwa orang lain lebih berhak atas hidup Anda dari pada Anda sendiri. Demikian salah satu prinsip hidup yang bisa dipetik dari buku Petualangan Jonathan Gullible,Sebuah Odisei Pasar Bebas. Sebuah buku luar biasa. Bercerita tentang persoalan keseharian yang mungkin sering kita lupakan dan remehkan. Namun, pada hakikatnya mengandung sejuta makna hidup yang akan membimbing kita menuju kehidupan yang lebih baik. Buku cerdas dengan gaya pembahasan yang unik dan menawan ini didahului dengan bercerita bergaya cerpen, renungan, ulasan, catatan, latar belakang, dan sekaligus referensi.Kecerdasan buku ini telah membius jutaan manusia.Karena karya ini telah diterjemahkan ke lebih dari 30 bahasa sejak pertama kali terbit 30 tahun yang lalu. Inilah pujian yang pantas untuk melukiskan buku Petualangan Jonathan Gullible, Sebuah Odisei Pasar Bebas ini. Buku ini berisi tidak kurang dari 40 petuah bijak yang pantas kita renungkan dan menjadi catatan penting dalam mengarungi samudra kehidupan. Seperti sebuah cerita yang satu ini. Pada suatu ketika Jonathan ditodong oleh seorang pencuri. Berlangsunglah sebuah percakapan yang cocok dengan kondisi keindonesiaan saat ini. ”Kalau kamu harus kehilangan uang kamu,lebih baik berikan semuanya kepadaku, jangan kepada petugas pajak”. ”Kenapa?” tanya Jonathan seraya menaruhkan uang di tangannya yang cekatan dan terampil. ”Kalau kamu memberikan uang itu kepada saya,” kata pencuri itu sambil memasukkan lembaran uang ke dalam kantong kulit yang digantung di pinggangnya,”paling tidak saya akan pergi dan tidak mengganggumu lagi.Tapi, sampai hari kamu mati nanti, petugas pajak akan mengambil uangmu,yang dihasilkan oleh masa lalu kamu, dan dia juga akan mengontrol masa depanmu. Hah! Uang hasil jerih payah kamu setahun yang dia buang-buang lebih banyak jumlahnya dari uang yang kami, para perampok musiman, rampas dari kamu seumur hidupmu!” Jonathan terlihat bingung. ”Tapi, bukankah Dewan Bangsawan menggunakan uang pajak untuk melakukan hal-hal baik untuk rakyat?” ”Ya,tentu,”pencuri itu berkata dengan datar. ”Ada yang bertambah kaya. Tapi kalau membayar pajak itu baik, mengapa petugas pajak tidak meyakinkan kamu tentang manfaat pajak dan membuatmu membayar dengan sukarela?” Jonathan merenungkan perkataannya. ”Mungkin membujuk membutuhkan waktu dan upaya lebih banyak?” ”Tepat”, kata pencuri itu. ”Itu juga masalah buatku.Kami menghemat waktu dan tenaga dengan menggunakan senjata api!” Ia lalu duduk di sebelah Jonathan, yang mencoba bergerak, namun tidak berhasil. ”Tahu tidak?” Tanya pencuri itu sambil menghitung uangnya. ”Politik merupakan semacam ritual menyucikan. Hampir semua orang berpikir rasa iri, berbohong, mencuri,atau membunuh itu salah. Itu bukan hal yang dilakukan oleh tetangga Anda— kecuali kalau mereka bisa membuat para politisi melakukan pekerjaan kotor itu untuk mereka.Ya,politik memungkinkan semua orang, bahkan yang terbaik di antara kita. Merasa iri,berbohong,mencuri,dan bahkan kadang-kadang untuk membunuh. Dan kami tidak merasa terganggu.”(halaman.146–147) Pantaslah jika seorang Gayus HP Tambunan, petugas pajak golongan IIIA dapat berpenghasilan miliar rupiah.Dia dapat melakukan apa saja atas nama pajak (negara). Dia dapat membayar sipir dan atau petugas hukum lainnya untuk berlibur ke Bali dalam masa tahanan karena uang yang telah ada di tangan. Jelas uang pajak tidak masuk negara,namun masuk dalam saku petugas-petugas pajak. Sistem peradilan yang dimaksudkan membuat orang bertanggung jawab atas perbuatannya yang merugikan orang lain. Sayangnya, hukum tidak selalu berjalan seperti itu. Jelas bahwa semua koneksi politis memengaruhi sistem peradilan. Seandainya seorang politisi mendapat surat tilang, kemungkinan besar dia punya orang dalam untuk membersihkan catatannya. Ada kecenderungan hukum mengabaikan tanggung jawab pribadi dan memungkinkan orang menerima ganti rugi hanya karena rasa simpati atau persepsi tentang kekayaan. Kecenderungan di atas seringkali dijawab oleh pemerintah denganmengeluarkanundang- undang baru. Padahal menurut Ken Schoolland, perizinan dan peraturan menghambat kemajuan.Tak mengherankan bila negara-negara dengan jumlah peraturan terbanyak mengalami pertumbuhan ekonomi paling kecil. Pelajaran lain yang dapat kita petik dari buku ini adalah merenungkan salah satu prinsip Jonathan Gullible. Salah satu prinsipnya adalah prinsip kepemilikan pribadi. Hidup Anda adalah milik Anda. Mengingkari ini sama dengan menyatakan secara tidak langsung bahwa orang lain lebih berhak atas hidup Anda dari pada Anda sendiri.Tak seorang pun,atau kelompok orang,berhak atas hidup Anda sendiri halnya Anda tidak berhak atas hidup orang lain. Jonathan mengajarkan bahwa hidup kita tidak tergantung orang lain. Dengan kata lain, bangsa ini pun harus berdikari—meminjam istilah Soekarno. Bangsa Indonesia harus berdiri tegak di atas fondasi kebangsaannya sendiri, tidak bergantung dan menyerah tunduk takluk kepada bangsa lain.Tanpa hal yang demikian, sebagaimana kisah Jonathan, bangsa ini akan selalu miskin dan tidak merdeka (hidup layak). Buku ini memperkenalkan berbagai konsep ekonomi pasar dan masyarakat merdeka lewat berbagai kisah petualangan tokoh fisiknya, Jonathan Gullible. Ia juga sekaligus mengantar pembaca untuk berkenalan dengan berbagai tokoh klasik di dunia pemikiran liberal, antara lain Ludwig von Mises, Frederic Hayek, Milton Friedman, Henry Hazlitt,Ayn Rand. Buku ini menantang pembaca untuk mempertanyakan apa yang menyebabkan sebuah bangsa sejahtera, sementara yang lain tetap miskin. Jonathan memperkenalkan berbagai konsep dasar seperti hak kepemilikan, tragedi kepemilikan bersama, tatanan spontan, dan dilema demokrasi dan kebebasan, dsb.Bersama Jonathan pembaca diajak untuk menjelajahi berbagai pemikiran filosofis dan persoalan praktis dalam ekonomi, sosial,dan politik.(*) Benni Setiawan, Alumnus Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Yogyakarta.