Meraih Cita
Minggu, 30 September 2012
Inspirasi dari Seorang "Babu"
Oleh Benni Setiawan
Dimuat di Pustaka, Kedaulatan Rakyat, 30 September 2012
Judul : Botchan, Si Anak Bengal
Penulis : Natsume Soseki
Penerbit: Kansha Books, Jakarta
Cetakan : Juli, 2012
Tebal : 233 Halaman
Pembantu atau babu dalam kosmologi Jawa mempunyai “keagungan” tersendiri. Priyo Widiyanto pernah menulis, sikap dan sifat babu, harus ada dalam setiap diri pendidik (guru/dosen). Babu dalam keluarga merupakan sosok individu yang sangat patuh pada perintah tuannya. Babu adalah manusia yang selalu siap untuk disuruh melayani segala keperluan tuannya. Di sisi lain, seharusnya babu menjadi batur yang berarti mbatbataning catur (mampu diajak berdiskusi).
Apa yang diurai oleh Priyo Widiyanto tersebut sejalan dengan buku Botchan, Si Anak Bengal ini. Alkisah, Botchan terkenal sebagai anak nakal. Dia suka iseng dan mengeksplorasikan segala keinginannya. Dia suka berkelahi, bermain senjata tajam, dan merusak tanaman tetangga.
Melihat tingkah polah Botchan, Ayah Botchan kewalahan dan menganggap ia tidak mempunyai masa depan. Ayah Botchan lebih mencintai Kakak Botchan yang bercita-cita menjadi pengusaha. Ia pun senantiasa mendukung langkah Sang Kakak untuk giat belajar Bahasa Inggris.
Beruntunglah Botchan mempunyai, Kiyo. Kiyo, adalah perempuan setengah baya yang menjadi di keluarga Botchan. Melihat perilaku dan pembedaan terhadap Botchan, Kiyo berusaha menyelami dan memahami anak itu. Dengan segala ketulusan jiwanya, Kiyo, mulai mengajak diskusi dan membesarkan hati Botchan. Kiyo pun melayani dengan sepenuh hati segala kebutuhan Botchan. Botchan pun sering diberi uang saku oleh Kiyo.
Kiyo selalu berpesan kepada Botchan, “kamu akan sukses kelak”. Sikap membesarkan hati ini menjadi bumbu dan penyemangat bagi diri Botchan. Pesan-pesan Kiyo pun selalu diingat oleh Botchan.
Oleh karena kasih sayang yang melimpah dan sikap melayani yang ditunjukkan oleh Kiyo, Botchan tumbuh menjadi pribadi yang apa adanya (lugas) dan jujur. Ketika ia ditugaskan menjadi seorang guru pun, ia tidak goyah oleh keadaan di sekelilingnya yang penuh kebohongan. Ia tetap tampil seperti Botchan yang dulu. Lugas, tegas, dan jujur.
Botchan pada usia 23 tahun lebih empat bulan diminta untuk menjadi guru di daerah terpencil (Shikoku) dengan gaji 40 yen per bulan. Berbekal warisan ilmu fisika saat sekolah menengah umum (SMU), Botchan pun akhirnya menjadi guru Matematika SMU di Shikoku.
Menjadi guru yang jujur dan di daerah terpencil tidaklah mudah. Ia harus berhadapan dengan “sistem” kepura-puraan yang telah mendarah daging di sana. Botchan tumbuh menjadi pribadi seperti itu tak lepas dari buaian Kiyo. Seorang pembantu, yang menerapkan prinsip batur, mbatbataning catur.
Sebuah kisah peyalanan seorang Babu Kiyo yang menginspirasi bagi terbentuknya karakter Botchan Si Anak Bengal. Buku yang layak dibaca oleh seorang guru, orangtua, dan siapa pun yang ingin menjadi peyalan yang inspiratif.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar