Meraih Cita

Meraih Cita

Sabtu, 26 Januari 2013

Kiai Mbeling Bertutur tentang Kehidupan


"Perada", Koran Jakarta, Sabtu, 26 Januari 2013

Markesot Bertutur merupakan karya klasik Emha Ainun Nadjib dan salah satu karya emas dalam sejarah kepengarangan budayawan kelahiran Jombang, Jawa Timur, 27 Mei 1953 itu. Melalui buku ini orang yang biasa disapa kiai Mbeling tersebut, bertutur tentang kehidupan. Ia seakan menjadi juru bicara masyarakat di tengah zaman edan, meminjam istilah Ranggawarsita.

Manusia senantiasa bernafsu menumpuk harta walaupun dengan cara ilegal. Maka, tidak heran jika kelak di alam kubur ketika ditanya, "Man Rabbuka?" (Siapa Tuhanmu), manusia banyak yang menjawab, "Mercy, Rabbi" (Mercy Tuhanku).

Manusia menuhankan atau menomorsatukan dalam hidup harta, hedonisme, popularitas, karier, egoisme, Mercy, Tiger, dst. Mereka memperoleh tempat utama dalam hidup manusia. Manusia menganggungkan dan menyembah mereka. Nafsu dan kekhilafan hidup menjadi rumbai atau "hiasan dinding jiwanya." Hakikatnya tetaplah semua dinomorsatukan (halaman 100).

Menilik manusia seperti itu, maka tidak mengherankan jika bumi, gunung, dan laut geram. Mereka pun berdoa kepada Tuhan untuk menghancurkan makhluk berakal ini karena sering berdusta! Mereka pura-pura menyembah Tuhan. Padahal setiap saat mereka tidak menomorsatukan Dia. Manusia merusak alam, rakus, dan serakah. Mereka hanya tahu kepentingan diri sendiri. Mereka itu pencuri-pencuri yang mengaku alim!

Namun, Tuhan Mahapenyayang. Dengan bijak Tuhan berseru kepada bumi, gunung, dan laut. "Wahai gunung, laut, dan bumi, tenanglah! Tingkat kalian lebih rendah dari manusia, sehingga tidak akan sanggup menghayati betapa Aku amat mencintai manusia sebagai karya agung-Ku. Aku Mahatahu yang Kukehendaki. Ketahuilah, seandainya engkau yang menciptakan manusia, akan demikian …" (halaman 244).

Melalui cerita-cerita ringan, budayawan multitalenta ini pun menyodok ingatan, betapa kehidupan selayaknya menjadikan manusia arif. Emha menyebut, urip itu urap. Hidup itu mengaduk, mencampur, mempergaulkan, menyentuh satu unsur dengan lainnya. Campur itulah urip. Itulah kehidupan.

Campur ialah kesalingtergantungan antara sesuatu dan yang lain. Juga antara satu orang dan lainnya. Manusia memasak dengan panci. Apakah dia pernah membuat panci? Masyarakat menyalakan kompor dengan api. Apakah mereka pernah menggali minyak dari tanah dan membuat penthol korek? Jadi manusia membutuhkan orang lain (halaman 366).

Maka dari itu, setiap orang sesungguhnya saat harus berterima kasih kepada sangat banyak orang lain yang tidak dikenal. Kalau dihitung-hitung jumlah kewajiban manusia untuk berterima kasih, seluruh usia ini sesungguhnya tidak cukup untuk hanya mengucap terima kasih.

Melalui uraian-uraian pendek dan diksi yang memikat, motor penggerak kelompok Kiai Kanjeng ini seakan sedang bertutur tentang potret kehidupan yang kadang dilupakan dari proses kesadaran. Emha dengan cekatan membaca persoalan sosial dengan bahasa ringan dan mudah dicerna.

Emha, meluncurkan kritik terhadap kemanusiaan tanpa tedeng aling-aling. Melalui tokoh Markesot, Markembloh, Markasan, Markemon, dan lain-lain yang tergabung dalam Konsorsium Para Mbambung (KPMb), suami Nopia Kolopaking ini menyodok alam bawah sadar manusia. Betapa manusia saat ini gagap realitas. Manusia telah banyak kehilangan kemanusiaannya. Jadi, tulisannya tetap relevan. Sebuah permenungan yang tak lekang zaman.


Diresensi Benni Setiawan, dosen Universitas Negeri Yogyakarta

Judul : Markesot Bertutur
Penulis : Emha Ainun Nadjib
Penerbit : Mizan, Bandung
Cetakan : November 2012
Tebal : 471 Halaman
ISBN : 978-979-433-723-3
Harga : Rp69.000

Rabu, 23 Januari 2013

MENGUKUR MINAT BACA DENGAN SISTEM READING RECORD (RR)

Oleh: Peng Kheng Sun



Seperti sudah diketahui, minat baca masyarakat di Indonesia masih rendah. Mengenai hal ini banyak pihak telah berupaya mencari akar masalahnya dan menawarkan solusi untuk meningkatkan minat baca seperti membuat taman baca, rumah baca, perpustakaan, dan sebagainya. Selain itu, juga terdapat banyak buku yang isinya memotivasi orang untuk membaca. Masih kurang? Masih ada istilah bulan Gemar Membaca dan Duta Buku, serta berbagai atribut konvensional lainnya. Hasilnya jelas, yakni kenyataannya sampai saat ini minat baca masyarakat Indonesia masih berjalan di tempat.

Nah, mengapa minat baca di Indonesia tetap rendah? Jawaban yang paling sederhana tapi logis dan amat jelas adalah orang-orang yang gemar membaca di Indonesia justru mengalami sejumlah kerugian tanpa konpensasi yang nyata. Jika membaca malah menderita kerugian, siapa yang mau dirinya disuruh memikul beban kerugian? Di Indonesia tanpa banyak membaca pun orang-orang bisa menjadi juara kelas, mahasiswa berprestasi tinggi, artis dan presenter top, guru teladan, PNS teladan, pejabat papan atas, atau apa saja bahkan termasuk menjadi penulis buku best seller! Lantas apa manfaat nyata yang bisa diharapkan dari membaca? Jawabannya: Tidak ada, atau setidaknya tidak ada manfaat yang tampak signifikan, kecuali hanya sedikit manfaat yang dicari-cari dengan susah payah. Keadaan ini masih diperburuk lagi dengan policy perbukuan yang sangat kental aroma komersialnya sehingga benar-benar bikin sial saja.

Sejumlah slogan basi masih terus bergema dengan nafas Senin-Kamis dan wajah frustrasi mejeng di perpustakaan-perpustakaan sekolah dan umum. Buku adalah Jendela Dunia, Membaca Memperluas Wawasan, Membaca sangat penting bagi setiap orang, dan berbagai ocehan lainnya yang semakin tidak karuan sehingga jelas tidak perlu dipedulikan lagi. Mengapa? Karena masalahnya bukan terletak di situ. Masalahnya terletak pada: Apa perbedaan nyata dari orang-orang yang gemar membaca dengan orang-orang yang tidak gemar membaca? Pengalaman puluhan tahun saya menjual buku membuat saya paham, banyak orang suka mengklaim dirinya suka membaca walau kenyataannya sama sekali tidak ada minat terhadap buku apalagi mempunyai perpustakaan pribadi. Artinya, selama ini memang tidak kentara antara orang-orang yang gemar membaca dengan mereka yang tidak gemar membaca. Di sinilah letak ruginya menjadi orang-orang yang benar-benar gemar membaca, yakni:

Mereka harus mengeluarkan uang untuk membeli buku.
Mereka harus merelakan sejumlah waktunya untuk membaca.
Buku-buku mereka biasanya dipinjam orang-orang yang kurang gemar membaca dan sering tidak dikembalikan lagi.

Nah, logikanya dengan kerugian yang begitu nyata, siapa sih yang mau menjadi individu yang gemar membaca? Orang-orang yang gemar membaca hanyalah mereka yang memang dari sononya sudah memiliki hobi membaca atau setidaknya karena terpaksa seperti tuntutan tugas yang harus dikerjakan. Akan tetapi, mereka yang tidak mempunyai hobi membaca tapi masih waras tentu malas memasuki ranah yang cuma menghabiskan uang dan waktunya. Benar begitu, bukan? Sistem Reading Record (RR) adalah sistem yang menciptakan kontras (perbedaan yang benar-benar nyata) di antara mereka yang gemar membaca dan yang tidak. Dengan sistem RR, keuntungan membaca menjadi jelas atau setidaknya sudah ada perbedaan yang tampak nyata antara mereka yang gemar membaca dan yang tidak.

MANFAAT RR
Tujuan utama RR adalah mengukur kegemaran membaca seseorang. Jika seseorang mengaku gemar membaca, maka hal itu bisa dilihat dari RR yang dibuatnya. Dengan demikian, RR akan secara kontras menunjukkan siapa saja individu yang gemar membaca dan yang tidak. Hal ini sama saja dengan orang-orang yang membuat berbagai macam perbedaan seperti: master dan non-master untuk dunia catur, bintang dan non-bintang untuk hotel, pangkat untuk militer, best seller dan non-bestseller untuk buku (walau ini adalah jenis perbedaan yang menyesatkan). Dalam buku The Power of Creativity (bagian lampiran), saya menyarankan membuat Reading Record (RR). Ternyata banyak pembaca yang sudah mencoba membuat dan merasakan manfaatnya secara nyata bagi mereka. Bahkan RR kini sudah mulai diajarkan di sekolah-sekolah dan juga digunakan oleh para pelamar kerja. Berikut ini adalah manfaat-manfaat RR.

Mempermudah Distribusi Informasi Buku
Dengan menggunakan RR untuk mencatat setiap buku koleksi pribadi yang telah selesai dibaca, pembaca bisa mendistribusikan informasi tentang judul-judul buku tersebut kepada pihak lain yang mungkin membutuhkannya. Sebaliknya, kita juga bisa melihat RR pihak lain untuk mencari informasi judul buku-buku yang kita perlukan. Dengan adanya RR, penyebaran informasi judul-judul buku menjadi sangat praktis dilakukan oleh siapa saja.

Mempermudah Menemukan Referensi
Dengan membuat RR, kita dengan mudah menemukan berbagai referensi bacaan yang diperlukan untuk menulis berbagai macam tulisan. Jika kita sedang mencari referensi untuk suatu tema, cobalah periksa RR kita yang terbaru. Jadi, RR menolong kita mengelola buku-buku koleksi kita secara efisien dan efektif.

Mengukur Minat Baca
RR bermanfaat untuk mengukur keaktifan atau minat baca kita. Apakah minat kita dari waktu ke waktu meningkat atau malah menurun? Dalam RR kita bisa melihat seberapa banyak persisnya jumlah judul dan jumlah halaman buku yang sudah selesai kita baca. Kita juga bisa mengetahui jumlah buku yang kita baca dalam jangka waktu tertentu, misal selama tiga bulan atau setengah tahun.

Merangsang Minat Baca
RR merangsang pembaca semakin giat membaca dan mencintai bacaan. Dengan membuat RR, kita menjadi lebih termotivasi untuk membaca lebih banyak. Kita ingin skor RR kita terus meningkat. Dengan membuat RR, perkembangan minat dan kemajuan membaca kita terdokumentasikan dengan baik dan rapi.

Meningkatkan Kemampuan Apresiasi Terhadap Bacaan
RR meningkatkan kemampuan apresiasi kita terhadap kualitas bacaan. Dengan membuat RR, kemampuan kita menilai buku akan lebih terasah. Kita bisa membedakan mana buku yang berkualitas dan mana yang hanya ditulis secara asal-asalan. RR juga memungkinkan kita membandingkan berbagai macam judul buku yang telah kita baca.
Berfungsi seperti Curriculum Vitae (CV)

RR merupakan salah satu data diri seperti curriculum vitae (CV), yakni catatan tentang buku yang sudah pernah kita baca. RR menunjukkan jenis buku apa saja yang menjadi minat kita serta seberapa banyak kita telah membacanya. Semakin banyak kita membaca buku-buku yang membahas suatu subjek, maka semakin luas pula wawasan kita di bidang itu. Misal, jika RR kita menunjukkan bahwa kita sudah membaca 125 judul buku tentang menulis, maka wawasan kita tentang menulis adalah seluas itu. Pencatatan ini juga memungkinkan klasifikasi bacaan yang dikoleksi.
Mencatat Jumlah Buku Koleksi

RR juga berfungsi untuk mencatat jumlah buku koleksi kita, termasuk menunjukkan buku-buku yang belum selesai dibaca. Buku yang sudah selesai dibaca dikasih tanda angka 1, sedangkan buku yang belum selesai dibaca bisa dikasih tanda angka 0 atau tidak diisi.


Contoh Reading Record
Reading Record (RR) - Peng Kheng Sun Topik: Kreativitas
Kol Judul Buku     Hal Penulis Penerbit Terbit Koleksi
Rp. 000
1 The Power of Creativity 1 A 150 Peng Kheng Sun ANDI 2010 2010 32
2 Cracking Creativity 1 A 308 M. Michalco ANDI 2010 2010 65
3 The Art of Innovation 1 A 379 Tom Kelly Gramedia 2002 2010 67
4 Exploiting Chaos 1 A 278 Jeremy Gutsche Gramedia 2010 2010 95
5 Knowledge & Innovation 1 B 485 Zuhal Gramedia 2010 2010 140
6 Berpikir Lateral 1 B 296 Edward De Bono Erlangga 1991 1995 30
7 Bengkel Kreativitas 1 A 311 Jordan E. Ayan Kaifa 2003 2008 57
8 How to Mind Map 1 C 76 Tony Buzan Gramedia 2004 2010 30
9 Mengembangkan Kreativitas 0 David Campbell Kanisius 1993 2010 25
10 Thinker Toys 1 A 416 M Michalco Kaifa 2009 2010 86
11 Mind Map at Works 1 B 194 Tony Buzan Gramedia 2006 2010 55
12 Mind Map 1 A 148 Sutanto Windura Elex Media 2009 2010 60
13 Be An Absolute Genius! 0 Sutanto Windura Elex Media 2009 2010 60
14 The Art of Creative Thunking 1 C 134 John Adair Golden B 2008 2009 27
15 7 Hal Gratis yang Menentukan Kesuksesan Anda 1 A 244 Peng Kheng Sun Gramedia 2012 2012 44
16 Buku Pintar Mind Map 1 B 225 Tony Buzan Gramedia 2009 2010 50
17 Cara Belajar Cepat 1 A 412 Ricki Linksman Dahara P. 2004 2005 30
18 Menikmati Belajar secara Kreatif 1 A 94 Peng Kheng Sun Samudra Biru 2011 2011 20
    16   4150         973
25 Oktober 2012

Memetakan Ragam Bacaan
Dengan membuat RR, kita bisa memetakan jenis bacaan apa saja yang kita baca. Kita bisa membuat beberapa RR sesuai dengan jenis bacaan. Misal, kita bisa membuat RR tentang buku pemasaran, kreativitas, menulis, umum, dan sebagainya. Kemudian, kita membuat Rekapitulasi RR. Dengan demikian, kita bisa memetakan secara jelas berbagai ragam bacaan yang kita baca. Kita bisa menganalisis ragam bacaan yang kurang dibaca. Contoh, untuk buku Komputer, dari 45 judul buku, saya baru selesai membaca 18 judul atau baru 40%. Sedangkan buku Kepemimpinan, dari 59 judul, saya telah membaca 58 judul atau 98%.

Rekapitulasi RR
REKAPITULASI READING RECORD - PENG KHENG SUN
Buku Buku Jumlah
TOPIK BUKU Koleksi Dibaca Halaman
1 Komputer 45 18 40% 3,319
2 Rohani 59 58 98% 12,066
3 Menulis 99 91 92% 15,849
4 Pemasaran 30 23 32% 2,190
5 Kreativitas 18 16 89% 4,410
6 Umum 24 7 29% 2,674
Jumlah 275 213 77% 40,508
25 Oktober 2012

Informasi Bacaan Penulis
Dengan mencantumkan RR dalam karyanya, seorang penulis telah memberikan informasi buku-buku yang dibacanya. Informasi ini bisa menjadi petunjuk bagi pembaca untuk memahami ide-ide sang penulis dan sumber-sumbernya. Selain itu, jika setiap kali menerbitkan bukunya penulis mencantumkan RR terbarunya, maka pembaca bisa menilai seberapa besar peningkatan bacaan buku sang penulis. Jika jumlah buku yang dicantumkan di RR sangat banyak, penulis bisa menyertakannya dalam bentuk kepingan CD. Intinya, karena buku-buku yang kita baca akan mempengaruhi cara berpikir kita, maka penting bagi kita sebagai pembaca mengetahui buku-buku yang dibaca oleh sang penulis. Dengan kata lain, kita perlu tahu buku-buku apa saja yang berkontribusi terhadap pemikiran sang penulis buku yang sedang kita baca.

PERKEMBANGAN RR
Sejak pertama kali diciptakan hingga kini RR telah digunakan oleh siswa/mahasiswa, orangtua, guru/dosen, karyawan/calon karyawan, atasan, pembicara, pengusaha, ibu rumah tangga, dan setiap orang yang ingin mendokumentasikan pengalamannya membaca buku. Siswa yang membuat RR akan memudahkan guru memantau seberapa besar kegemaran membaca dan buku-buku bertema apa yang menjadi minatnya. Guru atau dosen yang membuat RR bisa memberikan informasi kepada murid-murid sumber bacaannya yang dimilikinya. Pihak perusahaan bisa mendapatkan informasi wawasan calon karyawannya dengan membaca RR calon karyawan. Singkat kata, RR memberikan informasi yang membuat perbedaan antara mereka yang gemar membaca dan yang tidak.
***

Senin, 14 Januari 2013

Kisah Manusia Setengah Dewa



Oleh Benni Setiawan

Resensi Jurnal Nasional,Minggu, 13 Januari 2013

Sebuah buku yang mengisahkan dan mengajarkan bahwa kebenaran dan kebajikan harus terus diperjuangan dengan sepenuh jiwa dan raga.

Kebusukan tidak hanya terlihat di pemerintah pusat, tetapi juga di pemerintahan daerah. Yang kuat selalu menang. Kepalsuan mengalahkan orang jujur. Orang yang pandai bergaul dengan bangsawan di pemerintah pusat dapat diberikan surat perintah untuk mengendalikan pemerintahan daerah maupun pengurusan politik di daerah sesuka hatinya. Ini sebuah penanda zaman penuh kekacauan. Zaman di mana kebenaran ditertawakan dan kebatilan menjadi mantra kehidupan. Pengucap kebaikan disisihkan dalam kancah kehidupan. Pengucap keburukan mendapat tempat dan juga singgasana kekuasaan.

Zaman gelap tersebut pernah terjadi di Jepang. Tepatnya pada abad ke-10. Kesewenang-wenangan klan Fujiwara menjadi puncaknya. Semua pejabat penting di pusat maupun di daerah adalah kerabat klan Fujiwara. Kondisi itu berlangsung lebih dari 10 tahun sehingga masyarakat Ibu Kota memiliki dua wajah, yaitu wajah terang yang menjadi pusat kebudayaan besar dan anggun, dan wajah gelap tempat berkeliarannya berbagai kejahatan. Keduanya berdesakan di Bumi yang sama.

Dua Sisi Kepribadian

Kondisi yang seperti itu benar di depan mata Kojiro (nama kecil Masakado). Kedatangannya ke Kyoto untuk pertama kalinya membelalakkan matanya bahwa ketidakadilan telah terjadi di Ibu Kota.

Perlahan Masakado mendalami kondisi itu. Dan dia pun akhirnya mengetahui akar persoalan kerusakan sistem di Ibu Kota. Dia memulai karier menjadi pelayan dan kemudian menjadi pejabat di pemerintahan.

Masakado adalah lelaki Bando yang kasar. Tetapi, karena pernah tinggal di Ibu Kota selama sekian tahun dan mencoba meniru kehidupan anggun keluarga Menteri Sayap Kanan, tak mengherankan jika dia pernah membuat satu atau dua sajak.

Masakado memiliki dua sisi kepribadian, mirip sisi depan dan belakang perisai. Pada sisi yang satu, sebagai pemimpin yang dengan ganas menaklukkan delapan negeri Bando. Pada sisi yang lain, dia selalu dikuasai kegelisahan. Maka, untuk memuaskan sisi keduanya yang jujur, pada suatu malam di akhir tahun, saat menginap di Dusun Daiho, dia duduk sendirian di depan meja di tempat pemujaan Kuil Daiho Hachiman dan menulis sepucuk surat.

Dia menulis surat pernyataan untuk menyatakan keadaan dan pemikirannya yang sebenarnya terhadap Istana dan pemerintah pusat. Dia sudah muak melihat kebusukan, kebohongan, kepura-puraan yang menyengsarakan rakyat.

Perjuangkan Kebenaran

Cita-citanya hanya sederhana. Dia hanya ingin menjadi orang yang bahagia dan bersahaja d tanah airnya yang damai. Tetapi, keinginan yang sederhana itu pun selalu dihalangi.

Masakado sulit mewujudkan cita-cita mengangkat harkat dan martabat bangsanya. Melalui jiwa yang tulus, dia pun mulai mengatur strategi untuk melakukan perlawanan terhadap pemerintahan.

Apa yang diretas Masakado ini sepertinya dia ingin memenuhi janji di Gunung Hiei bersama Fujiwara Sumitomo. Kala itu, Masakado dan Sumitomo duduk bersama sembari menengguk secangkir sake. Tiba-tiba, Sumitomo berujar "Kalau muncul orang yang memusnahkan kebusukan pemerintahan yang dikuasai para bangsawan dan memberikan hujan anugerah dan harapan kepada kaum melarat di duni ini, itulah Sumitomo dari Iyo".

Mendengar ucapan Sumitomo tersebut, darah Masakado mendidih. Dia pun kembali bersemangat untuk berperang menegakkan kebenaran dan keadilan.

Saat itu dia memimpin serangan pemberontakan besar terhadap pemerintah pusat Kyoto. Apa yang direncakan Masakado berbuah manis. Dia pun berhasil menaklukkan beberapa daerah di sekitar Kyoto.

Setelah memenangkan beberapa pertempuran, seraya menunggang kuda, Masakado menjenguk warga di sana-sini. Dengan mata telinganya sendiri, dia menyaksikan dan mendengarkan kesengsaraan mereka. Dia semakin terbelalak melihat kebusukan pemerintahan. Rintihan dan jeritan rakyat menjadikan Masakado semakin bersemangat dan ingin segera mengempur kembali pemerintahan korup di Kyoto.

Melihat tingkah polah Masakado itu, Kaisar pun gusar. Kaisar menganggap Masakado sebagai ancaman. Untuk itu, Kaisar pun menyediakan hadiah besar bagi siapa pun yang bisa membunuh dan membawakan kepala Masakado kepadanya.

Usaha Kaisar menggejar Masakado tidak lepas dari saran Sadamori. Sadamori mengusulkan kepada pemerintah untuk memutuskan Masakado sebagai musuh Istana.

Dia pun berhasil dibunuh dan kepalanya pun dipenggal untuk dibawa ke Kyoto sebagai bukti. Tanggal 14 Februari, tahun ke-3 Tengyo (940 M) adalah hari kematian Masakado. Usianya baru 38 tahun.

Konon, kepala Masakado sampai di Ibu Kota pada tanggal 24 April. Tulang jenazahnya dikubur di kuil di Desa Shibazaki daerah Edo dan berbagai tempat lain yang memiliki hubungan dengannya. Di kemudian hari, tempat-tempat itu menjadi monumen atau tempat bersejarah. Kenyataan itu membuktikan di wilayah Bando, banyak orang yang merindukan atau mengasihaninya bahkan setelah kematiannya.

Perjuangan Masakado melawan ketidakadilan menjadikan dia dielu-elukan oleh generasi berikutnya. Dia dianggap manusia setengah dewa. Pasalnya, orang-orang yang berada di sekitar kematiannya, selalu dirundung kemalangan. Seperti Tadabumi yang mati dalam amarah atau Sanayori, anak Tadahira, yang sering sakit-sakitan setelah perang itu. Bahkan banyak orang menyebut hal itu sebagai kutukan dari Masakado.

Menilik kisah Masakado yang penuh kejujuran, kesetiaan, dan sikap perjuangan melawan kebusukan tak heran jika Miyamoto Musashi dan Minamoto no Yoritomo mengaguminya.

Data Buku
Judul : Taira No Masakado. Kisah tentang Cinta, Darah & Air Mata
Penulis : Eiji Yoshikawa
Penerbit: Kansha Books, Jakarta
Cetakan: Oktober 2012
Tebal : 635 Halaman

Tionghoa Muslim di Nusantara


Oleh Benni Setiawan*)

Resensi Buku, Kedaulatan Rakyat, Minggu, 13 Januari 2013

Judul :Orang-orang Tionghoa dan Islam di Majapahit
Penulis : Adrian Perkasa
Penerbit : Ombak, Yogyakarta
Cetakan : 2012
Tebal : xvi + 148 Halaman

Kajian tentang Islam di masa Indonesia lama atau klasik merupakan pembahasan yang tergolong langka. Apalagi dalam kaitan dengan Kerajanan Majapahit. Sebuah kerajanaan terkenal di Nusantara yang wilayahnya meliputi hampir seluruh wilayah Indonesia hingga Semenanjung Malaya.

Buku Orang-orang Tionghoa dan Islam di Majapahit ini mengisi kekosongan untuk tidak menyebut kelangkaan literatur dalam kajian tersebut. Berdasarkan prasasti Canggu Adrian Perkasa mengulas Islam di Ibu Kota Kerajaan Majapahit (Trowulan) pada abad XIV-XV.

Menurut alumnus Jurusan Ilmu Sejarah dan Ilmu Hubungan Internasional Universitas Airlangga (Unair), Surabaya ini keberadaan komunitas muslim di Trowulan tercatat dalam Ying-Yai Shenglan yang ditulis oleh Ma Huan pada 1416. Terdapat dua komunitas masyarakat muslim saat itu yaitu pertama, komunitas Huihui ren atau penduduk yang berasal dari barat dalam hal ini adalah orang Islam yang berasal dari kawasan Cina bagian barat. Mereka berpakain dan tinggal dengan layak. Kedua, adalah komunitas Tang ren yang berasal dari Cina di antaranya dari Guangdong, Zhangzhou, dan Quanzhoun yang mayoritas beragama Islam (halaman 61).

Buku ini menawarkan suatu tafsiran baru terhadap terjemahan prasasti Canggu yang menyebutkan signifikansi pengaruh kelompok pedagang dan penguasa kawasan perdagangan bagi Kerajaan Majapahit. Dari hak istimewa yang diberikan, terdapat izin untuk melaksanakan ibadah lima waktu bagi kelompok tersebut. Prasasti itu dikeluarkan oleh Raja Hayam Wuruk karena melihat pentingnya kelompok tersebut identik dengan ibadah yang dilakukan agama Islam yaitu salat wajib. Keberadaan kelompok muslim yang diakui, dilindungi, dan diberikan hak istimewa oleh Raja Hayam Wuruk menjadikan mereka sebagai kelompok elit baru di Majapahit.

Perspektif munculnya kelompok elit baru ini merupakan hal baru lainnya yang bermanfaat digunakan untuk melihat bagaimana penyebaran Islam di Ibu Kota Kerajaan Majapahit abad XIV-XV. Melalui perspektif ini dapat diuraikan perkembangan Islam dengan jelas di mana sebelumnya belum ada yang memakai Islam di Ibu Kota Kerajaan Majapahit pada abad XIV-XV.

Buku ini seakan menyodok ingatan publik. Memberi kesadaran baru akan arti penting Tionghoa Muslim di Nusantara. Aktor film Ketika Cinta Bertasbih dan Cinta Suci Zahrana ini pun dengan kepala tegak melalui karya enerjik dan penuh temuan baru ini meruntuhkan banyak teori terdahulu. Sebuah buku yang layak mendapat apresiasi. Selamat membaca.