Meraih Cita

Meraih Cita

Minggu, 25 Desember 2011

Tentang si Pengubah Dunia



Steven Paul Jobs atau yang akrab disapa Steve Jobs mampu mewujudkan sebagian mimpi fiksi ilmiah jadi kenyataan. Berkat inovasinya ini Steve bersama Apple mencatatkan diri dalam sejarah peradaban umat manusia. Apple menguncang dunia. Pasalnya, dalam waktu singkat produk Apple mampu mengubah gaya hidup umat manusia.

Apa kunci kesuksesan tokoh yang meninggal dunia di Palo Alto, California, Amerika Serikat dalam usia 56 tahun ini? Di Apple, frasa “Keseluruhan Produk” berarti lebih dari perangkat. Itu berarti keseluruhan pengalaman menggunakan perangkat tersebut.

Tujuannya adalah untuk mendesain produk sehingga ia sesuai dengan cara alamiah
dari kehidupan, bagaimana orang-orang menggunakan berbabagi benda, bukannya mengharapkan orang-orang untuk beradabtasi. Ia berupaya untuk menciptaan rasa kepuasaan dari kesederhanaan, intuitif yang alamiah (hal. 284).

Berkat ‘resep’ ini Apple sebagai perusahaan yang naik daun menanjak ke posisi keramat dalam Fortune 500 dalam waktu yang lebih singkat dari perusahaan mana pun dalam sejarah.

Mengapa Apple dalam waktu singkat mampu memimpin pasar teknologi? Tentunya hal ini tidak dapat dilepaskan dari prinsip ‘manusia langka’ yang meninggal pada 5 Oktober 2011 lalu itu.

Beberapa prinsip Steve Jobs adalah, pertama, bersemangat (passionate) terhadap semua proyek yang Anda kerjakan. Kedua, terdorong oleh sebuah kesempatan dan menciptakan sebuah produk untuknya. Ketiga, selalu terbuka terhadap bakat yang dapat membantu.

Keempat, melalukan upaya terbaik yang dapat Anda lalukan untuk membuat produk tersebut menjadi intuitif, sehingga panduan pengguna tidak diperlukan. Kelima, benar-benar jujur terhadap diri Anda sendiri mengenai produk Anda. Pastikan bahwa produk tersebut merepresentasikan Anda dan sikap Anda sebagai seseorang.

Keenam, bekerja bersama orang-orang Anda dan rayakan setiap kesuksesan sebagai sebuah unit. Ketujuh, tetap berinovasi untuk menjadi semakin dekat dan dekat dengan kondisi ideal dan visi Anda mengenai kesempurnaan yang di luar jangkauan realitas saat ini. Dan kedelapan, jangan dengarkan orang yang mengatakan itu tidak dapat dilakukan (hal 378).

Buku Steve Jobs. Stay Hungry, Stay Foolish yang ditulis oleh sahabat sekaligus patner Steve Jobs di Apple ini, seakan menuntun kita menuju pemahaman yang holistik mengenai pribadi dan gaya Steve dalam mendefinisikan abad ke-21.

Benni Setiawan, alumnus Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta.

Books, BISNISINDONESIA, Minggu, 25 Desember 2011

Minggu, 18 Desember 2011

Wajah Pendidikan Nusantara



Pendidikan Nusantara bukan hanya yang berada di Jawa. Pendidikan Nusantara adalah proses belajar mengajar yang tersaji dari Sabang hingga Merauke. Di pelosok daerah itulah kita akan menemukan potret nyata pendidikan di bumi pertiwi.

Ya, potret tersebut disajikan secara apik, menawan, penuh suka cita, kesedihan, dan kegembiraan oleh pengajar muda. Pengajar muda adalah mereka yang telah disaring melalui proses ketat oleh Yayasan Gerakan Indonesia Mengajar pimpinan Anies Baswedan (Rektor Universitas Paramadina, Jakarta).

Dari 1.383 pendaftar hanya diambil 51 orang. Mereka merupakan manusia pilihan, orang yang pantang menyerah, mempunyai jiwa kepemimpinan dan kecintaan yang mendalam terhadap Nusantara. Utamanya dalam masalah pendidikan di tanah air.

Satu Tahun Penuh Makna
Mereka berani meninggalkan kenyamanan di kota dengan berbagai fasilitas yang mendukung. Mereka pun dengan kerelaan hati meninggalkan pekerjaan mapan di kota dengan berbagai fasilitas yang mendukung. Mereka terpanggil untuk mendidik anak bangsa maju dan mendapatkan pendidikan yang memadai.

Selama setahun pengajar muda mendedikasikan hidupnya untuk pendidikan rakyat di daerah terpencil. Pergulatan mendidik selama setahun inilah yang kemudian mewujud menjadi sebuah buku Indonesia Mengajar.

Selama setahun itu deretan kisah para pengajar muda seakan tak berujung. Setiap hari ada yang baru. Setiap persaudaraan adalah kebaruan penuh nuansa ikhlas. Tiap interaksi akan berhilir pada sebuah kisah. Ada terlalu banyak kisah mereka; kisah yang akan selalu menempel dalam kenangan para pengajar muda.

Di buku ini, sebagian dari kisah, pengalaman, pengamatan pengajar muda dituliskan. Kisah-kisah yang mereka tuliskan melalui blog di situs web Indonesia Mengajar itulah yang dipilah dan dipublikasikan dalam buku ini. Kisah-kisah yang membuat kita semakin yakin, semakin optimistis bahwa masa depan Republik ini memang cerah untuk semua.

Dari kisah-kisah ini terlihat bahwa satu tahun mereka berada di tengah-tengah rakyat di pelosok negeri, di tengah anak-anak bangsa yang kelak akan meneruskan sejarah Republik ini, adalah satu tahun penuh makna. Satu tahun berada bersama anak-anak di dekat keindaha alam, dan di lembah-lembah hijau yang membenyang sepanjang khatulistiwa.

Di desa-desa terpencil itu para pengajar muda menorehkan jejak, menitipkan pahala, bagi para siswa SD di sana, alas kaki bisa jadi tidak ada, baju bisa jadi kumal dan ala kadarnya tetapi mata mereka bisa berbinar karena kehadiran guru muda penuh dedikasi. Pengajar muda hadir memberikan harapan. Pengajar muda hadir mendekatkan jarak mereka dengan pusat kemajuan, hadir membuat anak-anak SD di pelosok negeri memiliki mimpi dan hadir membuat para orangtua di desa-desa terpencil ingin memiliki anak yang terdidik seperti para Pengajar muda.

Ya, bisa jadi ketertinggalan adalah baju rakyat di pelosok sekarang, tetapi hadirnya Pengajar muda merangsang mereka untuk punya cita-cita, punya mimpi. Mimpi adalah energi mereka untuk meraih baju baru di masa depan. kemajuan dan kemandirian adalah baju anak-anak di masa depan. Pengajar muda hadir di sana, di desa mereka, untuk turut membukakan pintu menuju masa depan yang jauh lebih baik.

“Malu”, “Mau”, “Maju”
Seperti cerita yang ditulis oleh Sekar Arrum Nuswantara, pengajar muda di Majene. Ia menuliskan cerita tentang semangat peserta didiknya bernama Satriana. Satriana merupakan peserta didik yang ia pilih untuk menemani bertemu dengan wakil Presiden RI Boediono saat kunjung ke Majene.

Satriana dipilih karena ia berhasil menuliskan sebuah surat yang cukup menyentuh hati. “Pak, saya ucapkan selamat kepada Bapak karena Bapak telah berhasil menjadi wakil presiden. Waktu kecil Bapak pasti bercita-cita menjadi wakil presiden, dan sekarang sudah terwujud. Saya juga bercita-cita jadi dokter, Pak. Doakan agar saya bisa jadi dokter, ya, Pak”. Surat Satriana pun diterima secara langsung oleh wakil Presiden. Dan Satriana pun mendapat doa dari wakil Presiden, “Kamu akan menjadi orang besar, Nak” (hlm. 110).

Kisah inspiratif juga hadir dari Nanda Yunika Wulandari, Pengajar muda di Bengkalis. Ia berhasil membesarkan hati peserta didiknya untuk maju. Saat peserta didiknya merasa bahwa ketika kalah dalam lomba, maka Ibu Guru akan merasa malu.
Dengan kegigihannya, ia berhasil menghilangkan satu huruf “L” dari kata “malu” menjadi “mau”. Setalah “mau” maka ia menambahkan huruf “J” menjadi “maju”. Berkat semangat dan optimism, anak-anak di Bengkalis mampu mengikuti olimpiade dan lomba-lomba lainnya. Mereka pun mendapatkan hasil yang maksimal, yaitu juara.

Buku ini seakan menunjukkan secara gamblang wajah pendidikan di negeri ini. Pendidikan yang masih compang-camping. Pendidikan di pelosok negeri yang tidak terurus. Namun, semangat anak-anak di pelosok negeri yang besar dan membara membuktikan bahwa mereka masih mempunyai semangat untuk maju dan mampu turut serta dalam membangun masa depan bangsa Indonesia.

*)Benni Setiawan, alumnus Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta.

Resensi, Jawa Pos, Minggu, 18 Desember 2011.

Selasa, 13 Desember 2011

Biografi Pengubah Gaya Hidup Manusia



Saat dunia membutuhkan lebih banyak orang seperti dia, Steve Jobs, justru meninggalkan dunia pada usia yang relatif muda. Ia meninggal pada usia 56 tahun. Salah satu pendiri Apple Inc itu meninggal di rumahnya di Palo Alto, California, Amerika Serikat, Rabu 5 Oktober 2011, karena penyakit sejenis kanker pankreas langka.

Ya, Jobs, adalah seorang inovator dalam teknologi informasi. Dengan visinya dia telah merumuskan masa depan dunia yang semakin cerah dan canggih. Visi masa depannya yang mewujudkan sebagian mimpi fiksi ilmiah jadi kenyataan. Hal ini bermula pada 2001 dengan peluncuran iPod, alat pemutar musik digital mini, yang serta-merta menggeser kemasyhuran Walkman dari abad sebelumnya.
Kesuksesan iPod, didukung iTunes, disusul berturut-turut iPhone pada 2007 dan iPad pada 2010. Produk terakhir—yang berbentuk seperti sabak, papan tulis dari batu berbingkai—inilah yang mengguncang dunia dan mengubah cara hidup orang dari abad-abad lampau, mulai dari cara membaca buku, melihat peta, menonton film, bermain musik, sampai bermain catur.

Berkat inovasinya ini Steve Jobs bersama Apple mencatatkan diri dalam sejarah peradaban umat manusia. Apple menguncang dunia. Pasalnya, dalam waktu singkat produk Apple mampu mengubah gaya hidup umat manusia.

Mengapa Jobs mampu mewujudkan mimpi masyarakat dunia itu secara lebih cepat dan praktis? Buku Steve Jobs karya Walter Issacson ini mampu menjawab pertanyaan filosofis tersebut.

Dalam pandangan Isaacson yang juga CEO Aspen Institute ini, Jobs merupakan seorang intuitif, romantis, dan memiliki insting yang tinggi untuk membuat teknologi menjadi bisa digunakan, membuat desain menjadi lebih indah, dan menggunakan program antarmuka. Jobs menjunjung tinggi kesempurnaan, yang membuatnya menjadi seorang penuntut, dan dia mengelola dengan penuh karisma serta semangat yang sangat besar.

Lebih dari itu, mantan pemimpin CNN ini juga Jobs sebagai seorang perfeksionis yang gemar sekali mengendalikan dan menjunjung tinggi sifat seniman yang tidak mau berkompromi. Dia dan Apple menjadi contoh sebuah strategi digital yang menggabungkan dengan kuat antara perangkat keras, perangkat lunak, dan konten ke dalam sebuah paket tertutup.

Jobs menjelaskan sebuah visi menarik tentang sebuah komputer untuk masyarakat luas. Komputer itu dilengkapi dengan sebuah program antarmuka yang ramah dan akan diproduksi dalam jumlah satu juta di sebuah pabrik otomatis di California.

Ideologi Penjualan
Obsesi Jobs memproduksi computer dalam jumlah banyak ini tentunya bukan tanpa pemikiran yang matang. Untuk itu ia menciptakan ideologi penjualan yang berbeda dengan model yang telah ada dalam dunia bisnis dan ekonomi. Ideologi Jobs tersebut berbunyi “Aku tidak membutuhkanmu, tetapi mungkin akan membiarkanmu terlibat” (hal. 223).

Apa yang dilakukan Jobs ini tentu telah merompok cara pandang orang. Biasanya seseorang membeli barang karena kebutuhan atau hanya untuk mengikuti mode atau selera hidup. Jobs menantang konsumen dengan produknya. Tantangan ini berbuah manis, karena hampir semua produk Apple, perusahaan yang ia pimpin mampu meraup keuntungan yang cukup spektakuler.

Dalam tiga tahun, aplikasi iPhone menjadi industri senilai $ 3 miliar. Sebuah jumlah yang sangat luar biasa. Lebih lanjut, sebagai perusahaan yang sedang naik daun menanjak ke posisi keramat dalam Fortune 500 dalam waktu yang lebih singkat dari perusahaan mana pun dalam sejarah. Berkat kepemimpinan Jobs pula, Apple lebih inovatif, imajinatif, elegan dalam pelaksaan dan brilian dalam desain.

Meskipun demikian, Jobs bukanlah pemimpin atau manusia yang sempurna. Dia bagaikan sebuah paket sempurna yang bisa disamai. Jika sedang bermasalah, dia bisa membuat orang-orang di sekitarnya marah dan putus asa. Akan tetapi, kepribadian, hasrat, dan produknya saling berhubungan. Hubungan tersebut sama sepertu tjuan dari perangkat keas dan perangkat lunak Apple, yang seolah-olah merupakan bagian dari sebuah sistem terintegrasi. Maka, kisahnya pun mengandung pesan dan peringatan yang dipenuhi dengan pelajaran mengenai inovasi, tokoh, kepemimpinan, dan nilai-nilai.

Pada akhirnya, membaca buku ini kita akan menemukan sosok Jobs secara utuh. Pasalnya penulis buku ini berhasil melakukan wawancara lebih dari empat puluh kali dan mampu menggali keunikan-keunikan dalam diri Jobs. Melalui buku ini pula kita akan mengenal Steve Jobs sebagai manusia biasa dengan segala kelebihan dan kekurangan (Benni Setiawan: 82).

"Resensi", Suara Merdeka, Minggu Pon, 11 Desember 2011

Kamis, 08 Desember 2011

Ikhtiar Perangi Korupsi



PERADA, Koran Jakarta, Rabu, 07 Desember 2011

Buku ini merupakan ikhtiar Bambang Soesatyo untuk membongkar berbagai kasus korupsi

Hasil survei Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunjukkan Kementerian Agama menduduki peringkat terbawah dalam indeks integritas dari 22 instansi pusat yang diteliti. Peringkat terburuk selanjutnya karena banyak praktik suap dan gratifikasi adalah Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi serta Kementerian Koperasi dan Usah Kecil Menengah.

Nilai ketiga kementerian tersebut jauh di bawah standar integritas pusat yang mencapai 7,07. Angka indeks integritas pusat (IIP) Kementerian Agama hanya 5,37, Kemnakertrans 5,44, serta Kementerian Koperasi dan UKM 5,52. Adapun indikator untuk menentukan IIP antara lain besaran gratifikasi, frekuensi pemberian gratifikasi, kebiasaan pemberian, kebutuhan pertemuan di luar prosedur, keterbukaan informasi, dan keterlibatan calon.

Untuk instansi daerah, peringkat terendah adalah Pemerintah Kota Metro Lampung (3,15), diikuti Pemkot Depok (3,19), Pemkot Serang (3,54), dan Pemkot Semarang (3,61). Korupsi adalah kejahatan luar biasa. Dalam konteks pembangunan nasional, korupsi telah menimbulkan kerusakan mahadahsyat. Membuat rapuh sendi-sendi dan tatanan hidup kebangsaaan dan kenegaraan. Kita menjadi bangsa yang tidak kompetitif.

Melalui buku Perang-perangan Melawan Korupsi. Pemberantasan Korupsi di Bawah Pemerintahan Presiden SBY, Bambang Soesatyo ingin mengatakan bahwa korupsi bukan hanya urusan menggarong uang rakyat untuk memperkaya pejabat, namun dia juga merupakan bentuk kekerasan struktural yang dilakukan pejabat terhadap rakyat (hlm 44).

Lebih lanjut, secara tegas dia menyatakan sejatinya, tak ada korupsi yang dilakukan seseorang secara tunggal. Korupsi itu menggurita dan mengikat siapa saja yang terlibat di dalamnya. Guna mencegah adanya korupsi, penulis mengusulkan KPK hendak memosisikan dirinya sebagai katalisator (pemicu) bagi aparat dan institusi lain agar tercipta jalannya sebuah good and clean governance (pemerintahan yang baik dan bersih) di Indonesia.

Lebih lanjut, sembari mengutip pendapat Taufiequrrachman, mantan Ketua DPP KNPI, penulis menyatakan pemberantasan korupsi tidak hanya mengenai bagaimana menangkap dan memidanakan pelaku tindak pidana korupsi. Bukan hanya itu, memerangi korupsi juga bagaimana mencegah tindak pidana korupsi agar tidak terulang pada masa yang akan datang melalui pendidikan dan kampanye antikorupsi.

Buku kumpulan esai dan tulisan di berbagai media cetak dan elektronik ini menyajikan secara gamblang kasus korupsi yang menggantung.

Peresensi adalah Benni Setiawan, Alumnus Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta.

Judul : Perang-perangan Melawan Korupsi. Pemberantasan Korupsi di Bawah Pemerintahan Presiden SBY
Penulis : Bambang Soesatyo
Penerbit: Ufuk Press, Jakarta
Tahun : I, November 2011
Tebal : xxiv 354 Halaman
Harga : Rp -

Minggu, 04 Desember 2011

22 Kiat Sukses Norlent



Resensi Buku, Seputar Indonesia, Minggu, 04 December 2011

Sukses merupakan level alami dalam hidup. Namun, tetap saja ada aturanaturan yang perlu diketahui, bahkan oleh orang yang sangat sukses sekalipun, untuk tetap menjadi sukses. Sukses itu adalah sebuah tangga, bukan eskalator.

Itulah yang seakan menjadi pesan penting Norlent Pasaribu dalam buku Find Your Diamond Here ini.Norlent dengan cekatan dan taktis menunjukkan kepada pembaca betapa penting arti meraih kesuksesan dengan persiapan yang matang, menjaganya dengan baik, dan membuat kesuksesan itu bermanfaat tidak hanya bagi diri sendiri namun juga orang lain. Pembicara di Markus Evans dan IBC Asia ini mendedah dua puluh dua kiat meraih kesuksesan. Satu,memiliki jiwa yang bersyukur.

Hidup yang selalu bersyukur akan memiliki kehidupan yang lebih baik. Miliki dan tetaplah bersyukur maka hidupmu akan berhasil, ungkap Norlent. Dua, hidup adalah perjuangan. Maka kekalahan adalah keberhasilan yang tertunda. Tiga, disiplin dan kerja keras untuk berbagai bidang untuk meraih sesuatu merupakan faktor yang sangat penting dalam meraih keberhasilan. Empat, kenali dirimu melalui meditasi. Keheningan adalah waktu yang tepat untuk mengenali dirimu.

Meditasi secara pribadi adalah penting bagi kehidupan. Jadikan meditasi untuk melihat dirimu, dari mana,dan untuk apa. Lima, rajin adalah kunci keberhasilan. Keberhasilan hanya ada pada tekadmu sendiri. Enam, jangan pernah menyerah. Ingatlah selalu, menjadi pemenang tidak berarti selalu memang.Tujuh, jadikan peluang dalam setiap masalah. Dalam setiap masalah pasti ada hikmahnya. Delapan, keberhasilan seseorang adalah kepandaian mengatur waktu atau apa yang disebut dengan “time management”. Itu adalah bagaimana seseorang dapat membuat rencana kerja dan mengerjakan rencana tersebut sesuai dengan rencana.

Sembilan, jadilah yang terbaik. Keberhasilan hidup ini tidak ditentukan oleh seberapa besar perusahaan tempat kita bekerja, atau oleh seberapa berlebihan kemampuan yang kita miliki, tetapi seberapa sumbangsih kita kepada tempat kerja kita, dan seberapa berlebih kemampuan kita untuk menjadikan apa pun sebagai yang terbaik dalam keseharian kita. Sepuluh, jadikan seorang visioner. Berpikir visioner berarti kita telah memancang pilar keberhasilan.Sebelas,miliki sebuah keahlian. Keahlian yang terus diasah akan menempatkan diri kita pada posisi yang mulia.

Dua belas. Bijaksana dalam mengambil keputusan. Perluaslah pola pikir dan sudut pandang kita, sehingga dapat mengambil keputusan lebih cepat dan tepat serta efisien. Tiga belas, selama kita hidup, satu hal yang tidak dapat kita lepaskan yaitu berkenaan dengan emosi. Untuk itu, kendalikan emosi Anda. Empat belas, perkuat teamwork dan network. Kita tidak perlu khawatir dalam pekerjaan, jika kita memiliki teamwork dan networkyang kuat. Lima belas, persahabatan menentukan keberhasilan. Apapun yang menimbulkan perasaan terisolir akan dapat membuat Anda sakit dan menderita.

Hal-hal yang mendorong kasih sayang, keakraban dan perhubungan dengan orang lain justru bersifat menyembuhkan dan mendukung kesehatan. Itu tidak mengherankan, karena sebagai manusia, kita diciptakan untuk hidup bersahabat, bermasyarakat, maupun berbaur satu sama lain. Enam belas, berkomunikasi dan berbicaralah dengan jelas, baik,tepat,penting,dan benar. Kemahiran komunikasi atau berbicara sangat menentukan karier dan masa depan Anda. Tujuh belas, memiliki integritas.

Integritas merupakan dasar untuk membentuk sifatsifat positif lainnya, misalnya rasa hormat, kejujuran, toleransi, kesetiaan, kepercayaan, dan sebagainya. Integritas harus dipertahankan sekalipun hanya menyangkut hal-hal sepele, dan sayangnya ada banyak orang kurang menyadari pentingnya hal ini. Delapan belas,miliki normanorma kerja. Salah satu kunci keberhasilan kita dalam hidup ni adalah melakukan sesuatu dengan baik dan tepat pada waktunya. Sembilan belas, dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat.

Makanan haruslah dipilih yang paling memberikan unsur-unsur yang diperlukan untuk pembangunan tubuh. Makanan kita harus cocok dengan keadaan kita,dengan iklim di mana kita tinggal, dan dengan jenis pekerjaan kita. Sering kali makanan yang dapat di-gunakan untuk orangorang yang kegiatannya lebih banyak duduk atau yang banyak menggunakan otak. Untuk memelihara kesehatan diperlukan suplai cukup dengan makanan yang baik dan menyehatkan. Dua puluh,cara berpakaian adalah salah satu faktor yang sangat mempengaruhi keberhasilan seseorang.

Bukan sedikit orang mengalami kegagalan saat berpacaran, interview, mencari pekerjaan, atau melakukan transaksi bisnis disebabkan masalah berpakaian. Berpakaian selain sopan dan sederhana, juga harus bermutu baik dengan warna yang harmonis dan sesuai pada tepatnya. Dua puluh satu, keberhasilan seseorang akan tergantung bagaimana dia mampu mengontrol dirinya, yang akan membawa orang itu kepada keuntungan atau kerugian, apakah itu dari sisi materi, posisi, dan kehidupan sosial. Dua puluh dua, keberhasilan memang hak setiap orang. Untuk itu tetaplah semangat.

Semangat dan semangat terus. Anda pasti berhasil. Dengan membaca dan menerapkan buku ini,Anda akan mendapatkan delapan hal yaitu, mendapatkan sahabat lebih cepat dan lebih baik; menjadikan Anda memiliki integritas; memikat orang dengan sikap yang lebih baik; kebiasaan mental Anda akan lebih baik dan tangguh; menjadikan Anda lebih dewasa dan berwawasan yang lebih luas; menempa Anda menjadi orang yang terpandang; meningkatkan karier Anda yang bermutu; memunculkan jati diri dan kualitas Anda yang tersembunyi. Selamat membaca dan mempraktikkan. 

Benni Setiawan
Alumnus Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga,Yogyakarta

Membaca Ijtihad Cak Nur tentang HAM



Jurnal Nasional | Minggu, 4 Dec 2011

Walaupun Cak Nur telah wafat, tetapi gagasan segar mengenai agama dan kemanusiaan masih menjadi tema sentral generasi penerusnya.

SIAPA tak kenal Nurcholish Madjid. Namanya seolah menjadi bagian integral bangsa Indonesia. Cak Nur, begitu orang sering menyapanya, adalah salah satu pendekar Chicago, meminjam istilah Gus Dur. Walaupun Cak Nur telah meninggal, tetapi gagasan segar mengenai agama dan kemanusiaan masih menjadi tema sentral generasi penerusnya. Setiap membahas mengenai agama dan kemanusiaan, nama tokoh asal Jombang, Jawa Timur, dan Rektor Universitas Paramadina Jakarta ini selalu menjadi rujukan. Tidak hanya itu, pandangan-pandangan Cak Nur tentang Islam dan kenegaraan telah menjadi rujukan utama generasi terkini.

Kebebasan Bertanggung Jawab
Salah satu tema sentral yang sering merujuk ke tokoh yang populer dengan slogan, "Islam Yes, Partai Islam No" ini adalah konsepsi tentang Hak Asasi Manusia (HAM). Cak Nur menekankan bahwa anugerah manusia termahal adalah akal dan kebebasan. Seseorang bisa disebut saleh dan tulus dalam beragama manakala pilihan imannya dilandasi nalar sehat dan kebebasan. Tak ada ketulusan dalam beriman tanpa ada kebebasan untuk menentukan pilihan imannya. Oleh karena itu Tuhan memberi kebebasan pada anak-anak Adam untuk berpikir dan menentukan jalan hidupnya, apakah mau beriman dan taat kepada Tuhan atau akan mengingkari-Nya. Namun, masing-masing nantinya tak akan luput dari konsekuensi pilihannya.

Dengan demikian Cak Nur menegaskan bahwa kebebasan itu harus didasarkan pada sebuah rasa tanggung jawab. Tanpa tanggung jawab, akan hilang makna kebebasan. Kebebasan yang bertanggung jawab ini akan mengantarkan manusia kepada fitrah kemanusiaan. Pasalnya manusia bersanding hidup dengan orang lain, dan mereka juga mempunyai hak atas kebebasan individu.

Integral-Holistik
Sebagai tokoh yang dibesarkan dalam lingkungan pesantren dan dunia akademis (perguruan tinggi), Cak Nur selalu mendasarkan gagasan dan argumentasinya pada Al Quran. Dalam konsepsi HAM, misalnya, ia mendedah Al Quran Surat al-Maidah (5:27-32). Kisah dramatis tentang perseteruan Habil dan Qabil ini oleh Cak Nur dalam berbagai kesempatan sering diintroduksi ketika menjelaskan wacana, perspektif, dan bentuk pelanggaran berat HAM.

Menurutnya, itulah sunnah sayyiah (model buruk) yang dilakukan Qabil, sekaligus menjadi model pelanggaran berat HAM pertama di muka Bumi. Cak Nur meyakini bahwa pembunuhan atau penghilangan nyawa merupakan pelanggaran hak hidup yang dimiliki secara mutlak oleh setiap manusia, satu hak primordial yang tidak dikaitkan dalam kewajiban apa pun dari Tuhan. Karena itu, prinsip pertama HAM dalam Islam adalah hak hidup. Inilah hak yang melekat pada diri setiap manusia yang mesti dihormati dan dilindungi oleh siapa pun.

Maka tidak berlebihan jika Azyumardi Azra (Mantan Rektor UIN Jakarta dan kini Direktur Program Pascasarjana UIN Ciputat) menyatakan bahwa Nurcholish Madjid merupakan tokoh pembaru yang mampu secara canggih mengapresiasi tradisi Islam klasik secara keseluruhan, baik pada tingkat teoretis maupun eksotorisnya. Dengan sangat bagus dan distingtif, Cak Nur memberikan sejumlah pendekatan dan penafsiran baru terhadap tradisi Islam sehingga menghasilkan suatu bentuk kontekstualisasi yang sangat mendalam terhadap aspek syariat Islam sebagai sistem nilai yang sesuai dan searah dengan perkembangan zaman pada umumnya, khususnya dalam konteks sosial, budaya, dan politik di Indonesia.

Lebih dari itu, setidaknya ada dua hal penting dalam buku ini. Pertama, aspek keilmuan yang bersifat teoretis. Dari sisi keilmuan, pengungkapan karakter konsep, pandangan, dan pemikian Cak Nur tentang HAM memberikan gambaran dan wawasan baru dalam penelitian pemikiran tokoh pembaru pemikiran Islam Indonesia ini. Ini tentu akan menambah daftar inventaris baru narasi ilmiah tentang tema HAM yang belum sempat diteliti dan ditulis oleh peneliti sebelumnya.

Kedua, aspek praksis-historis; buku ini memberi kontribusi penting, seperti alternatif cara pandang nilai, etika, dan fatsoen keasasian hak-hak dasar manusia bagi kita semua, para praktisi sosio, budaya, politik, hukum, agam di Indonesia. dengan itu, diharapkan langkah-langkah kita memiliki pijakan nilai-nilai luhur, bernuansa nilai-nilai spiritual yang seringkali terabaikan dalam kehidupan.
Banyak pihak memberi stigma konsep HAM Barat sebagai sekuler. Benturan konseptual banyak terjadi, khususnya dengan kubu yang mendasarkan argumentasinya pada suatu paham yang diyakini sebagai wahyu, termasuk di dalamnya Islam.

Ditulis berdasarkan sumber yang begitu luas, buku ini secara komprehensif menjabarkan ijtihad Nurcholish Madjid terkait dengan persoalan HAM. Selain menggeluti problem-problem konseptual falsafi, seperti masalah partikulalisme dan universalisme, teosentrisme dan antroposentrisme, ditangani pula problem-problem keseharian seperti Islam, pro-HAM atau anti-HAM?, hak menikah beda agama, hak kebebasan nurani, hak kebebasan beragama dan berkeyakinan, hak tidak beragama dan hak murtad, hak hidup dan hak mati, hukum mati, aborsi dan euthanasia, fitrah monogami dan poligami, dan lain-lain.

Kesemuanya didasarkan atas pembacaan Cak Nur yang komprehensif tentang Al Quran, Sunah, kitab-kitab klasik (kitab kuning), dan buku-buku terkini (kitab putih) yang cukup otoritatif untuk dikutip dan dijadikan referensi.

Pada akhirnya, terlepas dari berbagai kritik konstruktif ataupun destruktif atas kekurangan dan kelebihannya, Cak Nur secara intelektual telah menawarkan ijtihad-ijtihadnya untuk menafsirkan dan memaknai teks-teks suci sebagai basis pemahaman wacana HAM modern dan penegakannya secara elaboratif dan komprehensif. Basis metodologinya berupa disiplin-disiplin klasik Islam (tasawuf, teologi, ushuluddin, dan fiqih) dengan analisis-analisis ilmu modern seperti sosiologi, antropologi, psikologi, dan politik untuk menghindari bentuk-bentuk pembelaan bersifat apologis. Inilah bentuk pendekatan integral dan holistik.

*)Benni Setiawan, alumnus Pascasarjana Unversitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Yogyakarta.

Biodata Buku
Judul: Islam dan Hak Asasi Manusia dalam Pandangan Nurcholish Madjid
Penulis: Mohammad Monib dan Islah Bahrawi
Penerbit: Gramedia, Jakarta
Terbit: 2011
Tebal: xxviii + 354 halaman
***
http://nasional.jurnas.com/halaman/24/2011-12-04/191011

Internet Mengganggu Otak?



Judul : The Shallows
Penulis : Nicholas Carr
Penerbit: Mizan, Bandung
Terbit : 2011
Tebal : xvi + 279 Halaman

"Pustaka", Kedaulatan Rakyat, Minggu, 04 Desember 2011

Internet merupakan media terbaru yang memicu perdebatan. Pertengkaran antara pendukung internet dan pencelanya, yang terjadi selama dua dekade terakhir melalui berbagai buku dan artikel serta ribuan tulisan blog, klip video, podcast, telah meluas seperti sebelumnya, di mana pihak pertama menyebutnya era emas baru akses dan partisipasi. Dan pihak kedua meratapi era kegelapan baru dari kesederhanaan dan narsisme. Perdebatan itu penting—isinya tidak masalah, namun karena berkisar sekitar ideologi dan selera pribadi, maka ia jalan buntu. Pandangannya menjadi ekstrem, serangannya bersifat pribadi.

Godaan teknologi sukar ditolak, dan pada abad informasi instan ini keuntungan kecepatan dan efisiensi bisa tampak murni, maka keinginan untuk menggunakannya tak lagi diperdebatkan.

Internet memberikan kemudahan dan kesenangan, tetapi juga mengorbankan kemampuan kita berpikir secara mendalam. Demikian ditunjukkan Nicholas Carr dalam buku The Shallows ini. Finalis Pulitzer Award 2011 ini menujukkan bagaimana “alat-alat berpikir”—alfabet, peta, barang cetakan, jam, hingga komputer—yang telah kita gunakan selama berabad-abad bisa mengubah cara kerja otak kita.

Buku ini menunjukkan dengan bukti bahwa internet memaksa kita menelan informasi secara instan, cepat, dan massal sehingga membuat pikiran kita mudah teralihkan. Kita menjadi terbiasa membaca cepat serbakilat dan cepat menyaring informasi, tapi akibatnya kita juga kehilangan kapasitas untuk berkonsentrasi, merenung, dan berpikir mendalam. Hal ini tentunya berbeda dengan membaca buku cetak. Kita diajak untuk focus memerhatikan setiap kata dan kalimat. Dengan demikian kita secara pelan dan pasti mendapatkan pemahaman yang holistik dan berpikir mendalam serta kreatif.
Pada akhirnya, mengutip ramalan Kubrikck, ketika kita mulai bergantung pada komputer untuk menjadi perantara pemahaman kita tentang dunia, kecerdasan kita sendirilah yang berubah menjadi kecerdasan buatan.

*)Benni Setiawan, Pembaca buku, tinggal di Sukoharjo.

Minggu, 27 November 2011

Menjadi Magnet Uang



Judul : How to Become a Money Magnet, Rahasia Menarik Uang dengan Mudah dan Cepat
Penulis : Marie-Claire Carlyle
Penerbit: Foresta, Jakarta
Terbit: I, April 2011
Tebal : 271 Halaman

Uang. Siapa tidak mengenalnya? Semua orang berlomba mencari dan mengumpulkannya. Baik dengan cara yang penuh kebaikan, kerja halal, maupun dengan cara-cara kotor, seperti korupsi dan memuja makhluk halus (babi ngepet, tuyul, dan seterusnya).

Benarlah kata Lynn Grabhorn. Uang, kata yang sangat berharga dalam bahasa mana pun yang menggunakannya. Namun, tahukah Anda bahwa sebenarnya uang dapat datang sendiri? Ya, uang dapat datang menyapa kita dengan senyum hangatnya. Tanpa harus berpeluh keringat. Buku How to Become a Money Magnet, Rahasia Menari Uang dengan Mudah dan Cepat ini membuktikannya.

Syaratnya sederhana, agar menjadi magnet uang, pikiran dan perasaan Anda harus sejalan, baik pikiran sadar maupun pikiran bawah sadar, dengan keyakinan bahwa Anda dapat dengan mudah menarik uang.

Ketimbang berfokus pada bagaimana menarik uang, misalnya dengan memenangkan lotre, lebih bijak untuk berfokus pada perasaan kaya dalam diri Anda. Lebih mudah jika mengizinkan uang mendekati diri Anda. Merasa kaya berarti memiliki harga diri yang tinggi dan tahu bahwa Anda layak atas kekayaan.

Pendek kata, menjadi magnet uang berarti mencari “kekayaan dari dalam diri” guna menarik “kekayaan dari luar” (hal 38). Dengan demikian, kunci kekayaan itu pada dasarnya ada di dalam diri kita sendiri. Karena Tuhan telah menganugerahkan potensi yang sangat luar biasa kepada manusia, sebagai makhluk berakal dan bernurani.

Guna meraih itu semua, buku ini menyarakan kepada kita untuk membiasakan diri untuk mencintai dan menghargai diri Anda; Menghargai apa yang Anda tawarkan sebagai pengganti uang; Menghormati uang dengan mengetahui berapa banyak uang milik Anda; Menghormati uang dengan membelanjakan uang secara bijaksana; Dapat membicarakan uang dengan mudah dan dengan cara yang pantas.

Tidur nyenyak di malam hari karena mengetahui bahwa Anda aman secara keuangan; Memiliki waktu untuk diri sendiri. Menyenangi apa yang Anda lakukan; Bahagia dalam sebagian besar waktu Anda; Berbagi kebahagiaan dengan orang lain; Selalu mengingat visi Anda; Mempunyai visi yang jelas tentang hasrat Anda di masa depan.

Setiap hari memperhatikan berbagai gambar yang membangkitkan semangat, baik di rumah mauun di kantor; Membuat tujuan yang jelas ketika ingin sesutau; Menjadi orang dermawan; Menerima pujian dengan mudah: Tiada kesemrawutan di rumah, kantor, dan di pikiran.

Sadar bahwa apa yang Anda pikirkan aan menarik hal tersebut ke Anda; Selalu berfokus atas apa yang Anda anggap penting; Selalu menindaklanjuti setiap inspirasi yang Anda terima; Penuh percaya diri; Selalu bersyukur; Tetap rileks untuk melepaskan dari genggaman kesemrawutan mental; Anda berlibur secara teratur.

Buku karya Marie-Clarire Carlyle, seorang pelatih potensi sejati ini membahas bagaimana uang merupakan refleksi dari nilai kita, baik dalam nilai diri kita maupun nilai yang kita berikan untuk orang lain.

Kini uang bukanlah akar segala kejahatan. Uang adalah jalur menuju kebaikan. Itulah yang diajarkan buku ini: menghasilkan uang demi kepentingan diri sendiri takkan membuat Anda bahagia. Menghasilkan uang agar dapat berbuat baik, nah itulah skenario yang menguntungkan.

Secara sadar maupun tidak, walaupun Marie-Clarie tidak mengutip langsung ayat-ayat dalam kitab suci, namun buku ini sesuai dengan teks dalam kitab suci. Buku ini mengajarkan kepada kita bahwa uang tidak akan berkembang dengan sendiri jika hanya kita simpan. Uang akan terus berkembang dan bertambah banyak jika didedikasikan di jalan yang benar dan baik dengan beramal.

Pada akhirnya, buku yang ditulis oleh pendiri Miracle Club ini akan membuat kita melek bahwa jika ingin memiki banyak uang, maka kita harus berpikir tentang uang dengan cara yang berbeda.

//TELAAH BUKU Majalah BAKTI edisi November 2011//


*)Benni Setiawan, Pembaca buku, tinggal di Sukoharjo.

Kamis, 24 November 2011

Tantangan Muhammadiyah di Abad Kedua



Judul : Muhammadiyah Abad Kedua
Penulis : DR. Haedar Nashir
Penerbit: Suara Muhammadiyah, Jogjakarta
Terbit : 2011
Tebal : xii + 300 Halaman

Jawa Pos, "Buku", Minggu, 20 November 2011

Pembaruan gelombang kedua menjadi keniscayaan bagi Muhammadiyah. Perlu transformasi strategi dakwah dan tajdid agar lebih memiliki kekayaan pemikiran dan model-model praksis yang bersifat alternatif.

Muhammadiyah memasuki usia satu abad. Muhammadiyah sebenarnya baru berusia satu abad dalam hitungan tahun Miladiyah yang akan jatuh pada 18 November 2012. Sedangkan manakala dihitung dalam tahun Hijriyah telah jatuh pada 8 Dzulhijjah 1430 tahun lalu. Namun, Pimpinan Pusat telah mengambil kebijakan menetapkan Muktamar ke-46 di Yogyakarta tahun 2010 pada tanggal 3- 8 Juli (22-27 Rajab 1431 H) sebagai Muktamar Satu Abad.

Hal itu didasarkan atas pertimbangan betapa tidak mudah mencari titik temu waktu yang tepat antara tahun kelahiran dengan menggunakan dua kalender dan ketepatan pelaksanaan Muktamar, sehingga diambil jalan tengah atau kebijakan organisasi seperti itu.

Muhammadiyah pasca-Muktamar ke-46 berada dalam pusaran dinamika kehidupan bangsa dan dunia global yang penuh masalah, tantangan, dan tarik-menarik yang kompleks di seluruh bidang kehidupan. Muhammadiyah tentu akan banyak mengalami situasi baru yang tidak sama dan jauh lebih kompleks ketimbang masa sebelumnya.

Tantangan bagi Muhammadiyah ialah bagaimana seharusnya melangkah dalam melintasi zaman menuju abad kedua yang penuh dengan dinamika baru yang sangat kompleks. Melangkah dengan pandangan dan strategi yang lebih tepat sasaran dan mencapai keberhasilan dalam mewujudkan visi dan tujuannya, baik tujuan jangka menengah dan jangka panjang, maupun tujuan ideal yakni terbentuknya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.

Buku yang ditulis oleh Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah ini mengurai kerumitan dan tantangan Muhammadiyah tersebut. Haedar Nashir sebagai “orang dalam” Muhammadiyah mempunyai cara pandang yang unik dalam menjawab tantangan zaman abad kedua.

Postmodernisme
Dalam pandangan Doktor Sosiologi Universitas Gadjah Mada ini Muhammadiyah pada abad kedua perjalanannya menghadapi zaman baru kehidupan pasca-modern (postmodernisme). Kehidupan modern tahap lanjut tersebut sara dengan perkembangan dan perubahan yang spektakuler di berbagai bidang, yang berada di pusaran dinamika globalisasi yang membawa ideologi kapitalisme dan neoloiberalisme global yang masuk ke seluruh relung kehidupan bangsa-bangsa.

Sementara Muhammadiyah dengan cita-cita Islam mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya dan mendirikan Islam sebagai rahmatan lil alamin, yang memerlukan transformasi baru dalam aktualisasi gerakannya di berbagai bidang kehidupan. Di sinilah pentingnya aktualisasi ideologi modernisme-reformisme Islam dalam gerakan dakwah dan tajdid gelombang kedua yang secara niscaya diperlukan Muhammadiyah dalam memasuki abad baru yang penuh tantangan tersebut.

Muhammadiyah memiliki potensi dan modal dasar yang kuat untuk memasuki abad kedua dengan gerakan pencerahan. Muhammadiyah diharapkan terus berkiprah untuk pencerahan dan kemajuan bangsa, serta mampu menjadikan gerakan Islam kosmopolitan yang membawa Islam sebagai rahmat bagi semesta kehidupan.

Dengan pandangan Islam yang berkemajuan, sumberdaya manusia yang berkualitas, kepercayaan masyarakat yang cukup tinggi, pengalaman sosial yang panjang, dan modal sosial yang luar biasa Muhammadiyah akan mampu menjadi kekuatan pencerahan di negeri ini. Kini dalam memasuki perjalanan abad kedua tuntutannya ialah bagaimana segenap anggota terutama kader pimpinan Muhammadiyah, memanfaatkan dan memobilisasi seluruh potensi dan sistem gerakannya untuk tampil menjadi gerakan Islam modern yang unggul di segala lapangan kehidupan.

Melalui gerakan pencerahan yang membawa misi dakwah dan tajdid yang membebaskan, memberdayakan, dan memajukan kehidupan di tengah dinamikan abad modern tahap lanjut yang sarat tantangan, Muhammadiyah dituntut melakukan transformasi pemikiran dan gerakan praksisnya di segala bidang yang selama ini diperankan plus bidang-bidang baru yang dikembangkannya.

Pembaruan Gelombang Kedua
Transformasi di bidang pemikiran, pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan usaha-usaha lain yang bersifat unggul dan terobosan, Muhammadiyah dituntut untuk terus berkiprah dengan inovatif. Pembaruan gelombang kedua menjadi keniscayaan bagi Muhammadiyah dalam memasuki fase itu. Di sinilah pentingnya transformasi dakwah dan tajdid, yakni melakukan perubahan-perubahan pandangan dan strategi dakwah dan tajdid yang lebih mendasar dan memiliki kekayaan pemikiran dan model-model praksis (aksi berbasis refleksi) yang bersifat alternatif.

Memasuki abad kedua, Muhammadiyah akan sarat masalah dan tantangan. Tapi, dengan prinsip dan orientasi gerakannya yang kokoh memiliki peluang yang besar untuk berhasil. Muktamar Satu Abad tahun 2010 telah membekali Muhammadiyah dengan perspektif dan orientasi gerakan yang kokoh dan terang benderang dalam memasuki masa depan, baik jangka pendek, menengah, dan panjang.

Dengan fondasi ideologi reformis dan moderat yang menjadi karakter gerakannya plus pandangan Islam yang berkemajuan dan berbagai potensi sumberdaya manusia, amal usaha, dan jaringan yang dimilikinya, Muhammadiyah akan mampu menghadapi masalah dan tantangan yang menghadang betapa pun kompleksnya.

Karena itu dalam memasuki dan menjalani abad kedua, Muhammadiyah memerlukan strategi revitalisasi atau bahkan lebih auh lagi transformasi gerakan dari hal-hal dalam seluruh aspeknya dalam arus besar transformasi dakwah dan tajdid Muhammadiyah abad ke-21 sebagaimana terkandung dalam keputusan-keputusan Muktamar ke-46, khususnya Program Muhammadiyah dan Pernyataan Muhammadiyah Abad Kedua.

*)Benni Setiawan, alumnus Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Jogjakarta.

Senin, 07 November 2011

Menaklukkan Ketidakmungkinan



"Buku", Bisnis Indonesia, 06 November 2011

Judul : The Possibler
Penulis : Hery Tjahjono
Penerbit: Kanisius, Yogyakarta
Terbit : 2011
Tebal : 212 Halaman

The Possibler, kata yang sulit kita cari di dalam kamus. Namun, kata ini sungguh luar biasa. Hal ini setidaknya tercermin dari uraian Herry Tjahjono dalam buku The Possibler ini.
Herry Tjahjono mengartikan The Possibler sebagai seseorang orang yang membuat segala sesuatunya mungkin. Dengan kata lain, ia mampu membuat yang tidak mungkin (ketidakmungkinan) menjadi mungkin. He or she made all things possible. All things possible termasuk yang impossible dibuat possible.
Secara logika, ketidakmungkinan menjadi ada ketika kita mengenal dulu kemungkinan, yang serba mungkin. Sama seperti kita mengetahui sesuatu itu dingin, ketika kita mengenal panas. Kita mengenal baik, karena ada jahat. Ketika itu dikatakan, semakin akrab Anda dengan yang serba mungkin, semakin asing bagi Anda dengan ketidakmungkinan.
The Possibler bukan hanya berarti sosok manusia secara fisikal. Ia juga bisa berarti sesuatu yang ada di dalam diri Anda, kita semua sebagai manusia. Dan ketika Anda bisa mewujudkannya dalam kehidupan Anda, maka Anda sendirilah The Possibler itu (hal 13).
Ironisnya, logika dan gejala ketidakmungkinan seringkali diabaikan begitu saja dalam kehidupan sehari-hari. Manusia terlalu akrab dengan yang serba mungkin dalam hidupnya. Maka sukses didefinisikan sebagai kemampuan untuk sebanyak mungkin dan sesering mungkin meraih yang serba mungkin. Ketika suatu saat dihadapkan, sengaja atau tidak dengan kondisi yang sepintas tidak mungkin, maka dengan spontan, nyaris naluriah manusia akan berkata, “Ahh mana mungkin?”
Buku ini mengajarkan kita bisa menjadi penakluk ketidakmungkinan. Ketika kita mampu menaklukan ketidakmungkinann, sebuah ketidakpastian juga ikut ditaklukan.
The Possibler adalah buku Herry Tjahjono yang kesembilan. Buku ini disarikan dari berbagai pelatihan, obsevasi, penanganan terhadap para manusia luar biasa yang meraih sukses sejati dalam hidupnya. Selama 22 tahun lebih malang melintang sebagai seorang professional dan eksekutif di bidang sumber daya manusia (SDM), Organization Development (OD), Budaya Perusahaan, dan Kepemimpinan di berbagai group perusahaan besar di tanah air. Berbekal best practice itulah, belakangan ia “membebaskan dirinya sendiri” dengan menjadi konsultan, trainer, pembicara di berbagai perusahaan dan public event.
Buku ini akan membuat Anda berpikir ulang tentang kemungkinan dan ketidakmungkinan. Anda akan banyak mendapat pesan singkat, sederhana, namun menghujam dalam relung hati, sehingga tanpa terasa kita sedang berada dalam kondisi yang seringkali kita sebut sebagai “ketidakmungkinan”. Anda akan diajarkan bagaimana rahasia Nicholas Effect, yang mampu menggerakkan jutaan rakyat Italia dalam sekejab mata untuk mengikuti apa yang diinginkan Reg Green.
Juga bagaimana efek Rajawali, yang akan mampu mengubah paradigma Anda dalam hidup. Betapa banyak dari kita yang seharusny menjadi Rajawali. Namun, selama ini terkungkung hidup di lingkungan yang salah. Lingkungan anak ayam. Maka terbonsailah semua kapasitas dan potensi Rajawali yang mengeram dalam diri kita, sebab kita hidup di lingkungan anak ayam.
Pada akhirnya, buku ini, berawal dari programnya yang telah mengubahkan kehidupan ribuan orang dalam sekejap. Kini semuanya dituangkannya dalam buku ini! Selamat datang di zona penakluk ketidakmungkinan.

Benni Setiawan, Alumnus Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta.

Minggu, 30 Oktober 2011

Kisah Si Pembawa Sandal



"BUKU", Koran Tempo, Minggu, 30 Oktober 2011

Judul: Strategi Hideyoshi, Another Story of the Swordless Samurai
Penulis: Tim Clark dan Mark Cunningham
Penerbit: Zahir Books, Jakarta
Cetakan: Agustus 2011
Tebal: 278 Halaman

Toyotomi Hideyoshi, mantan gelandangan yang berperawakan seperti monyet dan tidak pandai ilmu bela diri, ternyata dapat menjadi pemimpin tertinggi Jepang yang legendaris. Diawali sebagai pembawa sandal seorang bangsawan, ia bisa menjadi wakil kaisar dan berhasil menyatukan negeri yang sudah tercabik-cabik selama lebih dari 100 tahun. Bagaimana cara samurai tanpa pedang ini melakukan semua itu?

Sebagai seorang pemimpin, Hideyoshi selalu menyambut hangat dan ramah kepada setiap tamu yang datang, sekalipun ia petani paling miskin. Inilah kesadaran jiwa yang jarang dimiliki seorang pemimpin. Banyak pemimpin enggan menyapa rakyatnya dan lupa akan janji-janjinya. Namun hal ini tidak dilakukan oleh orang yang paling mengilhami warga Jepang agar yakin terhadap kemampuan mereka sendiri tersebut.

Lebih lanjut, ia mengajarkan pentingnya rasa syukur sebagai perwujudan rasa terima kasih dan welas asih. Dengan bersyukur, seseorang dapat merasakan kenikmatan yang mungkin tidak dimiliki orang lain. Dengan bersyukur ini pula seseorang akan dapat selalu berbagi dalam keadaan suka dan duka. Inilah bentuk esensial dari keberuntungan.

Adapun kunci keberuntungan lain bagi Hideyoshi adalah mengenali bakat, sebagai perwujudan cinta kasih kepada diri sendiri dan Tuhan. Tanpa mengenali bakat, manusia akan tersungkur dalam kegalauan. Pasalnya, ia selalu mengeluh karena merasa tidak memiliki apa-apa dalam hidup ini. Padahal manusia terlahir ke dunia sebagai pemenang. Pemenang selalu mempunyai bekal dan strategi dalam menghadapi persoalan kehidupan.

Lebih dari itu, usaha adalah yang menentukan hasil. Usaha setengah-setengah membuahkan hasil setengah-setengah, usaha baik membuahkan hasil yang baik, dan usaha yang luar biasa membuahkan hasil yang luar biasa. Ini juga yang merupakan salah satu cara untuk mendapatkan keberuntungan.

Keberuntungan lain bagi seorang Hideyoshi adalah ketika seorang pemimpin mau berbagi keberhasilannya dengan orang lain. Pemimpin juga harus membantu orang-orang yang kurang mampu agar bisa mengembangkan kemampuannya. Berbagi pengalaman dan mengembangkan kemampuan tidak akan mengurangi keilmuan seorang pemimpin. Bahkan, berkat kebiasaan ini, pemimpin akan semakin bertambah ilmunya dan dicintai rakyatnya. Rakyat merasa diayomi karena pemimpin yang perhatian dan mengerti keinginan kawulanya. Relasi cinta kasih inilah yang akan menghantarkan pada kehidupan yang berkeadilan.

Selain itu, berkat relasi ini, akan dihasilkan sebuah kerja sama. Kerja sama melahirkan keberhasilan, kata Hideyoshi. Kerja sama akan meringankan beban kerja. Dengan kerja sama, seseorang akan merasa memiliki dan pada gilirannya mereka akan memelihara apa yang telah diusahakan secara bersama.

Memang, Hideyoshi tidak memaparkan jalan menuju keberuntungan yang diungkapkan dalam buku berjudul Strategi Hideyoshi, "Another Story of the Swordless Samurai ini secara resmi. Tapi semuanya merupakan sari pati dari pernyataan dan keputusan yang ia wariskan.

Rasa syukur, sadar akan bakatnya, tujuan yang bisa dicapai, pengerahan usaha yang luar biasa, dan kerja sama yang kuat telah memungkinkan lelaki kecil yang berasal dari rakyat jelata ini mengendalikan sebuah bangsa dan menjadi "petani" yang paling sejahtera. Boleh jadi nilai-nilai inilah yang memungkinkan Jepang, sebagai negara kepulauan yang miskin sumber daya, menjadi negara adidaya kedua dari segi ekonominya.

Rahasia keberuntungan dan kepuasan sama tuanya dengan keberadaan manusia itu sendiri. Rahasia-rahasia ini senantiasa diketahui orang-orang bijak. Tapi, sebagaimana dalam setiap zaman, sekarang hanya segelintir orang yang menangkap makna sejatinya--apalagi kekuatannya yang luar biasa dalam pikiran yang siap menerimanya.

Pada akhirnya, buku ini akan membuat kita seolah sedang berada di kerumunan orang untuk mendengarkan kisah Hideyoshi. Kita akan banyak menemukan kebijaksanaan dan pesan moral yang terungkap pada buku The Swordless Samurai.

Benni Setiawan, alumnus Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta.

Selasa, 25 Oktober 2011

Menyingkap Selubung Hitam NII



Jurnal Nasional | Minggu, 23 Oktober 2011

Seorang mantan anggota Negara Islam Indonesia mengisahkan memoarnya selama direkrut dalam gaya menulis novel.


PERBINCANGAN tentang Negara Islam Indonesia (NII) tampaknya tidak ada habisnya. Wacana ini seakan terus ada dalam sejarah panjang perjalanan kehidupan bangsa Indonesia. Lihat saja sejak awal kemerdekaan Republik Indonesia, NII telah hadir sebagai "wacana perlawanan" terhadap keberadaan konsensus bersama founding fathers tentang Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 bukan berdasarkan agama (Islam) atau peraturan lainnya.
Kini, wujud NII sudah berubah. Sebagaimana diberitakan, rekrutmen "NII modern" telah menghalalkan segala cara. Mulai dari pembaitan yang dibarengi dengan penyetoran sejumlah dana, mengafirkan keluarga dan orang lain yang tidak mau mendukung NII, dan melakukan "pemberontakan" terselubung dengan membina jaringan pemerintahan mulai dari tingkat rukun tetangga (RT), rukun warga (RW), dusun, desa, kecamatan, kabupaten, provinsi, hingga presiden, dan perangkat lainnya.
Dua Ayat
Dalam hal pengafiran, buku yang ditulis oleh Muhammad Idris, Mereka Bilang Aku Kafir, Kisah Seorang Pelarian NII ini menjadi saksi tertulis keberadaan praktik ini. Praktik cuci otak yang didahului dengan kata-kata manis berdalih mengaji Al Quran telah menyeret seseorang untuk mengatakan "kafir" kepada orang lain yang tidak sepaham dengannya.
Guna memperkuat praktik ini, ustaz pendamping menyitir ayat-ayat suci Al Quran. Seperti dalam Surat al-Maidah (5:44), "...Barang siapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang yang kafir." Surat Al-Baqarah (2:208), "Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu."
Dua ayat tersebut sering kali dijadikan tameng perekrut anggota NII. Bagi yang tidak mempunyai pemahaman atau pembelajaran agama yang baik maka ia akan mudah terperosok dalam penafsiran yang dangkal.
Dua ayat tersebut pun pernah sampai pada diri Muhammad Idris. Dia mengaku bimbang ketika mendapatkan penafsiran yang jauh dari pemahamannya saat di pesantren dulu. Hal ini karena seseorang dengan mudah menuduh orang lain kafir, sehingga mereka tidak wajib dihormati hingga halal darahnya untuk dibunuh.
Kisah-kisah perekrutan hingga menjalankan amaliah NII dikupas secara apik oleh Muhammad Idris. Ia tidak hanya mengetengahkan cerita tentang kealpaan dirinya ketika terjerembap dalam selubung NII, namun mengurai hal-hal yang kadang masih kita sanksikan, seperti apakah sebenarnya gerakan ini ada, bagaimana jaringan ini menyebar dan berkembang secara pesat, dan mengapa banyak orang gila pascarekrutmen atau ingin kembali ke jalan yang benar.
Ragam Penyajian
Muhammad Idris dengan gaya cerita novel mengisahkan sebuah drama kehidupan. Sebuah drama kehidupan yang mungkin menyenangkan untuk ditonton, tetapi begitu sakit untuk dijalani. Kisah ini tak akan terbayangkan oleh perasaan dan naluri yang paling dalam sekali pun. kisah tragis seorang santri lulusan pesantren yang dibuat shock oleh dunia luar pesantren yang penuh dengan serigala-serigala lapar yang mengintai dan mengancam mangsa dengan mata tajam dan mulut menganga.
Lebih dari itu, kelebihan buku ini terletak pada pengungkapan fakta yang pernah dilalui oleh Muhammad Idris. Sehingga apa yang ditulis menjadi semacam memoar.
Dengan demikian, buku ini terlihat kurang akademis, jika dibandingkan dengan karya serupa yang ditulis oleh Dewi Triana, Mengapa Saya Memilih Negara Islam (Juni, 2011), yang diterbitkan oleh penerbit yang sama. Buku Dewi lebih akademis karena berasal dari skripsinya di Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Indonesia. Pengungkapan data dan fakta lapangan yang diperoleh dengan menjadi anggota NII KW 9 dibalut dengan pendekatan sosiologis, namun tidak meninggalkan gaya bahasa anak muda yang ringan dan lugas (apa adanya).
Walaupun demikian, apa yang telah ditulis oleh Muhammad Idris ini mampu menutupi lubang-lubang kekurangan karya yang ditulis oleh Dewi Triana.
Pada akhirnya, perbincangan dan karya tentang NII selalu saja menarik untuk dikaji secara mendalam. Beragam cara penyajian menjadikan kajian NII tidak hanya mandek pada karya yang pernah ditulis oleh Al Chaidar tentang Kartosoewirjo sebagai founding fathers NII.
***
Benni Setiawan adalah alumnus Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta, tinggal di Sukoharjo.
***
Data Buku
Judul : Mereka Bilang Aku Kafir, Kisah Seorang Pelarian NII
Penulis : Muhammad Idris
Penerbit : Mizania, Jakarta
Terbit : Juni, 2011
Tebal : 218 Halaman
***

Minggu, 09 Oktober 2011

Jurnalistrik ala Dahlan Iskan



"Buku", Jawa Pos, Minggu, 9 Oktober 2011

Api jurnalisme yang hidup dan menerangi pikiran-pikiran besarnya. Itu yang membuatnya mampu mengatasi keruwetan persoalan kelistrikan.

Dahlan Iskan merupakan sosok fenomenal. Di tangannya Jawa Pos menjadi raksasa bisnis koran di Indonesia. Tidak kurang dari 190 koran lokal lahir dari tangan dinginnya. Ia juga membidani lahirnya 34 televisi lokal, percetakan, bisnis listrik, dan perkebunan.

Tidak hanya piawai dalam mengelola koran, ia juga sangat mahir menyulap kegelapan menjadi cahaya terang benderang. Berkat kecakapannya, perusahaan listrik negara (PLN) yang dulu seringkali dipelesetkan menjadi “Perusahaan Lilin Negara”, karena seringnya pemadaman dan ruwetnya birokrasi menjadi perusahaan yang mendapat pujian masyarakat luas.

Salah satu pujian itu datang dari Ishadi S.K. Dalam buku kumpulan tulisan sejumlah tokoh tentang Dahlan tersebut, Komisaris Trans TV dan Trans 7 ini menyebut ayah dua anak itu sebagai pemberi inspirasi. Dialah yang menjadi penggerak ekonomi karena berurusan dengan energi. Dialah yang menyelesaikan masalah kelistrikan Indonesia yang selama 60 tahun terakhir kalah berlomba mengejar kebutuhan listrik yang meningkat dengan drastis.

Telah terjadi kegagalan cara mengelola cara mengelola sumber tenaga energi listrik selama puluhan tahun di Indonesia, di negara yang sumber energi alamnya demikian banyak dan melimpah. PLN yang secara monopoli diberi hak atas pengelolaan sumber tenaga listrik, beberapa puluh tahun telah mencobanya, tetapi gagal.

Dahlan Iskan, seorang wartawan jebolan pesantren, hanya butuh satu tahun untuk mengatasi masalah itu! Sehingga Dahlan yang menjabat diretur Utama/CEO PLN tersebut pada 27 Oktober 2010, kemudian diulang lagi delapan bulan kemudian pada 17 Juni 2011, berani menantang lewat Program Gerakan Sehari Sejuta Sambungan (GRASS).
Kalau sebelumnya untuk mendapatkan sambungan listrik di rumah orang harus antre berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun, Dahlan Iskan menantang sejuta sambungan listrik dalam sehari!

Dahlan Iskan membuktikan kepada masyarakat luas bahwa dia mampu memimpin perusahaan terbesar kedua di Indonesia ini. Kekhawatiran serikat pekerja PLN yang pada awal pelantikan menolak kehadiran orang luar kini terkagum-kagum dengan kinerja Dahlan Iskan.

Dahlan Iskan dengan gayanya yang lugas, tegas, dan tanpa kompromi mampu menata kebobrokan PLN. Dia mampu melaksanakan tugas dalam berbagai kesempatan dan situasi. Sebagaimana ketika memimpin rapat darurat di halaman Stadion Toeah Pahoe Palangkaraya, 26 Maret 2011, Dahlan menuliskan rencana strategis di atas lapangan yang datar dan agak basah karena semalam habis diguyur hujan.

Jurnalistrik
Bagaimana seorang wartawan mengurai keruwetan kelistrikan dalam waktu singkat? Don Kardono, pemimpin redaksi Indo Pos dan Ketua Forum Pemred Jawa Pos Groups menulis, Dahlan Iskan memang jurnalis sejati. Kapan saja, di mana saja, dalam suasana seperti apa saja, dia selalu menemukan tema memikat untuk berbagi kisah dengan khalayak. Sampai-sampai saat ajal hendak mengintai pun, dia masih kebanjiran ide untuk berbagi kisah melalui media.

Buku Ganti Hati yang dibuatnya dengan amat dramatis itu menjadi buku legendaris, buku terlaris dan dicetak terbanyak di Indonesia saat ini. Tidak ada yang tidak unik, tak ada yang tidak menarik di mata Dahlan. Darah jurnalistiknya seolah-olah sudah menyatu dengan jiwa raganya.

Mungkin itu juga yang membuat Dahlan eksis di PLN. Ada api jurnalisme yang hidup dan menerangi pikiran-pikiran besarnya. Dia seolah-olah sendang menerapkan prinsip layaknya wartawan bergulat dengan prinsip-prinsip jurnalistik, dalam mengatur kebijakan kelistrikan negara. Misalnya, soal nilai-nilai aktualisasi, dramatisasi, fakta yang menyentuh kepentingan publik, kejadian yang unik, unsur kedekatan dengan publik, eksklusif yang tidak dipunyai oleh tokoh yang lain, mendidik publik atau edukatif, dan penuh dengan karya-karya inovasi (hal 47-48).

CEO yang gemar memakai sneakers itu memang “pendekar mabuk” yang seakan-akan keranjingan membereskan PLN dan mengatasi kekurangan listrik di Indonesia. Hal yang ada di kepalanya, gagasan yang “aneh” sekalipun, akan langsung dilaksanakan.
Setelah satu tahun memimpin PLN, sekarang ini ia memimpin 52.000 karyawan, mulai dari direksi hingga petugas instalasi listrik terendah, yang bersatu bagaikan sebuah bala tentara yang penuh semangat dan siap melakukan tugas apa pun.
Barangkali motivasi paling kuat yang mendorong sikap trengginas mereka adalah perubahan situasi. Jika dulu selama puluhan tahun PLN menjadi tempat caci maki, sasaran kemarahan, dan unjuk rasa karena listriknya kerap padam, sekarang semua orang memuji PLN. Hal itulah yang memberikan kebanggaan tersendiri bagi seluruh karyawannya.

Akhir 2012 Dahlan Iskan akan meninggalkan posisinya sebagai CEO PLN sekaligus meninggalkan sebuah prestasi dahsyat yang akan dikenang. Mengatasi kekurangan listrik, menghentikan giliran listrik mati, menghemat triliunan rupiah setahun, dan membenahi manajemen serta mengubah seluruh jajaran karyawan untuk bekerja dalam budaya baru, yang efisien, hemat, penuh kerja keras. Sebuah jejak yang memberi inspirasi kepada bangsa ini, di tengah kegalauan dan pesimisme yang luas merebak.

Buku ini tidak hanya mendedah keberhasil seorang Dahlan Iskan menata dan memajukan PLN. Namun, buku ini juga menyajikan kesederhanaan dan semangat keberanian yang dimiliki Dahlan Iskan dalam memimpin. Memimpin ala jurnalistik yang mampu menyelesaikan persoalan listrik. Sebuah inspirasi yang wajib dibaca bagi siapa pun.

*)Benni Setiawan, Alumnus Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Jogjakarta.

Kekuatan Memberi


"Buku", Bisnis Indonesia, 9 Oktober 2011

Judul : Why Good Things Happen to Good People
Penulis : Stephen Post dan Jill Neimark
Penerbit: Kaifa, Bandung
Terbit : Juli 2011
Tebal : 412 Halaman


Memberi adalah sebuah kata yang sederhana, tapi luar biasa dan serbaguna. Memberi memiliki arti yang hampir sama jumlahnya. Bahkan hanya dengan melihat sekilas kata tersebut di dalam kamus Webster, menunjukkan sebuah kolom definisi yang panjang—mulai dari “menghadiahkan”, “menawarkan”, hingga “menganugerahkan”, membaktikan”, “memercayakan”, “memperkenalkan”, “menyerahkan”, dan “peduli”.

Lebih lanjut, memberi akan memperbarui dan menjaga cinta sepanjang waktu. Cinta adalah obat yang paling mujarab. Dengan memberi kita menyingkirkan emosi-emosi negatif. Dalam kemurahan hati terdapat penyembuhan dan kesehatan.

Memperpanjang Umur
Memberi adalah kekuatan paling besar di dunia ini. Hal ini karena sebagaimana hasil penelitian dalam buku Why Good Things Happen to Good People ini, memberi pada saat duduk di SMA meramalkan kesehatan fisik dan mental yang baik hingga masa tua, untuk jangka waktu lebih dari lima puluh tahun.

Memberi sangat mengurangi tingkat kematian pada hari tua, bahkan jika Anda memulai belakangan. Memberi mengurangi depresi remaja dan resiko bunuh diri. Memberi lebih kuat daripada menerima dalam kemampuannya mengurangi tingkat kematian. Memberi membantu kita memaafkan diri sendiri atas kesalahan kita yang merupakan kunci perasaan sejahtera. Jika tidak memaafkan, Anda tidak akan berkembang. Dalam merelakan, ada kekuatan dan kebahagiaan. Dan pengampunan adalah sisi lain dari bersyukur.

Menolong teman, tetangga, saudara, dibarengi dengan memberikan dukungan emosional kepada pasangan hidup, mengurangi tingkat kematian walaupun tidak demikian halnya dengan menerima pertolongan yang sama. Bahkan tindakan berdoa untuk orang lain, seperti yang ditemukan oleh Neal Krause, mengurangi dampak berbahaya dari kesulitan kesehatan pada masa tua bagi mereka yang mendoakan. Memberikan dukungan lebih meningkatkan kesehatan daripada menerimanya.

Bukti Ilmiah
Buku ini berisi bukti ilmiah penelitian terakhir keajaiban memberi. Stephen Post dan Jill Neimark dengan ketekunannya selama 25 tahun meneliti bagaimana memberi telah mengubah kehidupan seseorang.

Presiden Institute for Research on Unlimited Love dan seorag penulis ilmiah yang telah dipublikasikan secara luas ini menemukan sepuluh cara memberi yang dapat Anda terapkan setiap hari dengan bersyukur, generativitas (menumbuhkan orang lain), memaafkan, keberanian, humor, respek, welas asih, setia, mendengarkan, dan kreatifitas. Buku ini juga berisi kisah-kisah inspiratif yang akan mampu menggerakkan dan mengubah kebiasaan yang akan mengantarkan seseorang memiliki jiwa pemberi.

Sebuah jiwa yang akan mengantarkan Anda pada kehidupan yang penuh kebahagiaan, rasa dicintai, rasa aman dan tenteram, dan kehangatan dari sebuah hubungan yang sejati.
Pada akhirnya, dengan memanfaatkan panduan pada setiap bab buku ini, Anda bisa menciptakan rencana khusus untuk mewujudkan kehidupan yang lebih murah hati dengan menggunakan gaya memberi yang paling sesuai bagi diri Anda. Buku ini akan membantu kehidupan Anda dengan penuh cinta kasih, umur panjang, hidup sehat, bahagia, dan sejahtera dengan satu kata, memberi.

Benni Setiawan, Alumnus Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta

Sabtu, 08 Oktober 2011

Bersanding dengan al-Qur’an



Judul : Agar al-Qur’an Menjadi Teman
Penulis : Dr. Majdi al-Hilali
Penerbit: Zaman, Jakarta
Terbit : 2011
Tebal : 287 Halaman

Majalah MATAN, Edisi Oktober 2011

Muhammad Iqbal menyebut al-Qur’an lebih dari sekadar sebuah kitab. Jika ia merasuk ke dalam hati, manusia akan berubah menjadi lebih baik. Dan bila manusia berubah maka dunia pun berubah.
Buku Agar al-Qur’an Menjadi Teman ini bercerita tentang nilai-nilai al-Qur’an dan cara memetik manfaat darinya dalam upaya menjalin hubungan hakiki antara hati dan Kitab Suci tersebut, sehingga akan terjadi perbaikan pada setiap diri, lalu umat secara keseluruhan, seperti dicontohkan generasi sahabat Nabi.
Generasi telah membuktikan kepada dunia bahwa ia mampu memimpin peradaban dalam tempo yang singkat. Kunci sukses keberhasilan mereka adalah selalu hidup bersanding dengan al-Qur’an. Mereka memperlakukan al-Qur’an secara tepat. Hati mereka menyambutnya secara baik. Mereka pun menjadi generasi gemilang.
Jika al-Qur’an mampu melahirkan generasi awal yang gemilang, niscaya ia juga mampu melahirkan generasi baru yang akan mengentaskan umat ini dari krisis, lalu mengembalikan mereka ke puncak keagungan. Ini bukan mimpi, bukan pula khayalan, melainkan fakta yang telah terbukti dalam sejarah (hal 26).
Buku ini ditulis agar setiap hati bertautan dengan al-Qur’an. Dengan kata lain, menyilakan cahaya al-Qur’an masuk ke hati. Hal itu menuntut pendekatan yang tepat agar sesuai dengan bimbingan Allah dalam al-Qur’an, tuntutan Rasulullah dalam sunnah dan teladan para sahabat.
Penulis buku ini, Majdi al-Hilali, menegaskan bahwa jika membaca al-Qur’an tanpa pemahaman, perenungan, dan kepekaan, seseorang tidak akan dapat memetik mufakat secara sempurna—meskipun tetap mendapat pahala.
Al-Qur’an adalah ruh dan sumber tenaga hati. Siapa yang kehilangan al-Qur’an, ia kehilangan peluang besar untuk hidup secara hakiki, kehilangan kesempatan menikmati kebahagiaan, keridaan, dan surga dunia.
Al-Qur’an bukan lembaran-lembaran teori. Ia tidak akan mewujudkan dalam kenyataan jika kita tidak bersungguh-sungguh memetik manfaatnya.
Buku ini secara lugas mendedeh tema al-Qur’an yang dapat menjadi spirit kebangkitan. Melalui karya ini Majdi al-Hilali ini menyampaikan pesan bahwa masyarakat harus memulai kebangkitan diri dan bangsa dari al-Qur’an. Pemahaman dan pengamalan terhadap teks al-Qur’an menjadi kata kunci dan modal utamanya.
Pada akhirnya, mengutip sebuah Hadis, Nabi mengabarkan bahwa akan terjadi sengketa dan perpecahan sepeninggal beliau. Hudzaifah bertanya, “Ya Rasul, apa yang kau perintahkan padaku jika aku menututi zaman itu?” Beliau menjawab, “Pelajari kitab Allah dan amalkan, itulah solusinya!” “Kuulangi pertanyaan itu tiga kali,” tutur Hudzaifah, dan Rasulullah pun menjawabnya tiga kali pula; “Pelajari kitab Allah dan amalkan, itu penyelamatnya!” (HR Abu Dawud, al-Nasa’i, dan al-Hakim).

*)Benni Setiawan, Alumnus Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Yogyakarta.

Selasa, 27 September 2011

Dahsyatnya Memberi



Resensi, Seputar Indonesia, Minggu, 25 September 2011

Anda berharap bisa bahagia? Dicintai? Aman? Tenteram? Anda ingin bisa berpaling kepada orang lain pada masamasa sulit dan bisa mengandalkan mereka? Anda ingin kehangatan dari sebuah hubungan sejati? Anda bisa memasuki dunia kerja setiap harinya dengan mengetahui bahwa ini adalah tempat bagi kebaikan hati dan harapan? Maka memberilah.

Perilaku murah hati memancarkan sinar yang melindungi seluruh masa hidup Anda. Penemuanpenemuan mengejutkan dari banyak penelitian yang dilakukan Stepen Post dan Jill Neimark dalam buku Why Good Things Happen to Good Peopleini menunjukkan bahwa jika Anda terlibat dalam aktivitasaktivitas membantu pada masa remaja, Anda masih akan mengambil manfaat kesehatannya enam puluh atau tujuh puluh tahun kemudian.

Dan tidak masalah jika Anda memulai gaya hidup memberi, kesejahteraan Anda akan membaik, bahkan pada hari tua.Tingkah laku murah hati erat dihubungkan dengan berkurangnya risiko menderita penyakit dan kematian serta tingkat depresi yang lebih rendah.Yang lebih luar biasa, memberi dikaitkan dengan sifat-sifat yang mendukung hidup sukses, seperti kompetensi sosial, empati, dan emosi positif.

Dengan belajar memberi, Anda menjadi lebih efektif dalam hidup itu sendiri. Buku ini akan menunjukkan kepada Anda mengapa memberi adalah sebuah nasihat yang baik secara ilmiah, dan saat selesai membaca buku ini, Anda akan memiliki banyak peralatan untuk memulai sendiri suatu gaya hidup yang lebih sehat, yang lebih banyak memberi. Dalam kemurahan hati terdapat penyembuhan kesehatan. Dengan memberi kita menyingkirkan emosi-emosi negatif.Saat memberi kita menemukan diri kita sesungguhnya.

Sepuluh Cara

Stephen Post dan Jill Neimark mendedah sepuluh cara dalam memberi, yaitu perayaan, generativitas, pengampunan, keberanian dan konfrontasi, humor, respek,welas asih, kesetiaan, mendengarkan, dan kreativitas. Perayaan yang meluap dari rasa syukur akan hidup dalam keseluruhan ragamnya yang tak terbatas.Perayaan itu menyenangkan, dapat dirasakan, riang gembira, dan ritualritualnya tak terhitung jumlahnya– ulang tahun,acara wisuda, syukuran bayi, syukuran rumah baru, kartu terima kasih, kado spesial untuk orang tercinta, tracking di alam liar, meditasi yang menenangkan,atau sorak sorai bagi tim Anda yang menang.

Memberi bersifat generatif dalam berbagai cara yang mendalam dan bertahan lama. Generativitas telah dipelajari secara ekstensif dalam ilmuilmu sosial dan merupakan pertanda kesejahteraan.Kebenaran yang agung,walaupun klise, di balik generativitas adalah: “Beri orang itu ikan dan dia akan makan hari ini; ajari orang itu menangkap ikan dan dia akan makan seumur hidup”.

Saat kita merawat orang lain agar hidup mereka berkembang dalam berbagai cara yang tak terduga dan indah, kita menyampaikan obor cinta. Pengampunan menghadirkan kebebasan diri, ketenangan, dan kedamaian yang menentukan suasana hati untuk seumur hidup. Pengampunan membebaskan kita dari beban rasa bersalah,tetapi sebaliknya pula, membebaskan kita dari rasa sakit. Terkadang, hal ini berarti secara pribadi melepaskan beban pikiran dan kepahitan kita serta melanjutkan hidup.

Walaupun tentu saja ada saat-saat ketika pengampunan tidaklah sesuai, lebih sering, pengampunan dapat menyembuhkan. Diperlukan keberanian untuk menghadapi langsung perilaku merusak dan diskusi mengenai cinta tidak akan lengkap tanpa mengakui betapa konfrontasi melawan kejahatan telah mengubah sejarah. Konfrontasi bisa berwujud mempertanyakan,memberi teladan, saran, dan pengaruh yang mengarahkan.

Namun, ada pula saat-saat ketika dibutuhkan sikap blak-blakan yang teguh dan tak tergoyahkan serta aktivisme sosial. Humor adalah bentuk memberi yang paling cepat dan paling singkat. Humor dapat mengubah penderitaan menjadi kegembiraan hanya dalam waktu milidetik. Terkadang, sebuah lelucon, dapat mengangkat seseorang dari penderitaannya saat tidak ada cara lain yang efektif.

Respek membiarkan cinta mengambil nafas, membuat kita dapat menerima pilihan orang lain dalam kehidupan bahkan jika pilihan-pilihan itu bertentangan dengan pilihan kita.Respek menawarkan toleransi, kesopanan,penerimaan, dan bahkan penghormatan. Memang, ada semacam perasaan takjub dan kekaguman diam-diam jika melihat respek mendalam terhadap orang lain, bahkan suatu apresiasi terhadap keajaiban hidup.

Memberi bisa berwujud welas asih–jawaban cinta terhadap penderitaan. Empati yang tercurah adalah esensi dari sebagian besar pemikiran agama Budha dan kini menjadi subjek penelitian ilmiah baru yang sangat menarik mengenai pemetaan otak. Para peneliti telah melihat langsung bagian- bagian otak yang menyala seorang ibu mendengarkan bayinya menangis atau melihatnya tersenyum, atau ketika seorang biarawan bermeditasi.

Welas asih begitu umum dan menyerap sehingga ia sebagai inti emosi moralitas. Kesetiaan adalah cinta melampaui waktu. Cinta dalam bentuknya yang terbaik bertahan melalui masa-masa sulit. Tidak ada perkawinan yang dapat berjalan baik tanpa keyakinan bahwa kesetiaan tercipta. Tanpa berkatakata, kita memberikan perhatian dengan mendengarkan. Bentuk perhatian ini adalah sebuah kemahiran dan bakat.

Mendengarkan dengan penuh perhatian adalah dasar terapi yang bagus, kepemimpinan, keayahbundaan, persahabatan, dan bahkan politik yang berarti. Kebutuhan untuk didengarkan, dimengerti, dan benar-benar dikenal adalah universal. Kreativitas adalah ekspresi paling spontan dan paling menggembirakan dari kehidupan itu sendiri. Sepuluh cara memberi dan empat ranah (keluarga,temanteman, komunitas, dan umat manusia), pada saat ini memberi Anda empat puluh cara berbeda dan begitu banyak untuk memberi. Sebuah buku yang sayang untuk dilewatkan.●

Benni Setiawan,
alumnus program Pascasarjana
UIN Sunan Kalijaga,Yogyakarta.

Minggu, 11 September 2011

Cara Pandang Baru Penulisan Sejarah



Resensi, Solo Pos, Minggu, 11 September 2011

Judul : Mr Slamet dan Partai Demokrat
Penulis : Hendri F. Isnaeni
Penerbit: Ufuk Press, Jakarta
Terbit : Juni 2011
Tebal : iv + 187 Halaman

Pada awalnya buku ini berjudul Partai Demokrat Antjek Pendjadjah. Namun, karena toko buku utama enggan menampilkan buku ini karena takut dan judulnya terlalu provokatif, maka judulnya pun diubah menjadi Mr Slamet dan Partai Demokrat. Sebuah judul yang biasa. Jauh dari sebuah judul yang menggigit dan membuat penasaran pembaca.

Saya heran, mengapa di zaman keterbukaan seperti ini masih tabu melakukan kritik melalui buku. Penjual buku atau toko buku masih enggan menjual buku-buku yang provokatif, apalagi mengarah kepada penguasa.

Padahal setelah saya membaca halaman demi halaman dalam buku Partai Demokrat Antek Pendjadjah yang kemudian judulnya direvisi ini, isinya bukan menjelek-jelekan partai berkuasa saat ini (Partai Demokrat pimpinan Susilo Bambang Yudhoyono). Buku ini bercerita tentang perjuangan Mr Mas Slamet yang tidak rela negeri ini merdeka.
Mas Slamet adalah seorang pegawai tinggi yang bekerja di kantor keuangan di era Belanda masih berkuasa. Meski bergelar sarjana hukum (master in de rechten), tapi dia juga menguasai bidang keuangan. Karirnya cemerlang, dia sempat menjabat Adjunct Inspecteur van Financien atau Ajun Pemeriksa Keuanan. Hidupnya pun mapan.

Pekerjaan Mas Slamet yang mapan berantakan ketika terjadi peralihan kekuasaan ke tangan Republik Indonesia pada 1945. Suasana revolusi menimbulkan ketidakstabilan ekonomi dan politik. Mas Slamet terkena dampaknya.

Mas Slamet tak mengikuti zaman. Ketika gelombang revolusi menghempaskan semua yang berbau Belanda, dia malah memilih melawan arus kemerdekaan yang diproklamirkan Bung Karno dan Bung Hatta. Seakan urut takutnya putus, ia menunjukkan ketidaksetujuan itu di hadapan rekan sekantornya yang sedang dirasuki semangat kemerdekaan.

“Kalau Indonesia tetap merdeka, saya akan berangkat ke Belanda. Saya maju karena Belanda“, kata Mas Slamet seperti dikutip Pewarta Deli, 21 Januari 1946.
Mendengar dia berkata demikian, rekan kantornya yang sebagian besar pemuda mengamuk. Mas Slamet diculik dan dikurung selama dua bulan. Selama dalam kurangan itulah, menurut pengakuannya, dia dianiaya oleh para pemuda republiken. Setelah dibebaskan, dia mengirim surat kepada Ratu Wilhelmia, mengadukan perlakuan para pemuda.

“Haruslah diikhtiarkan jalan untuk mencegah kejahatan-kejahatan dan kekerasan yang tidak ada batasnya itu“, tulis Mas Slamet dalam suratnya.
Kesumat telah membara dalam dadanya. Dia berusaha keras mewujudkan cita-citanya untuk mendirikan Republik Indonesianya sendiri. Untuk melempangkan niatnya, dia dirikan sebuah partai, Partai Demokrat namanya. Partai Demokrat didirikan oleh delapan orang yang dipimpin Mas Slamet. Tak tanggung-tanggung dia meminta bantuan langsung kepada Ratu Wilhelmina di Belanda.

Kaum terpelajar

Kepada Ratu dia mengklaim anggota Partai Demokrat terdiri dari kaum terpelajar Indonesia. Partai baru itu memohon kemerdekaan penuh Indonesia atas Belanda tapi oposisi pada Republik Indonesia yang diproklamirkan Sukarno. Dalam suratnya, Mas Slamet cum suis mengusulkan supaya soal-soal Indonesia diserahkan saja kepada suatu komisi Belanda yang berpandanan luas. Ketua Partai Demokrat itu juga mengajukan permohonan bicara di depan corong radio Serikat demi keperluan partainya.

Koran Pewarta Deli edisi 21 Januari 1946 menurunkan berita itu dengan pesan supaya mewaspadai gerakan Mas Slamet. “Mr Mas Slamet satoe lagi perkakas Belanda oentoek memetjah bela kita“, demikian anak judul koran terbitan Sarikat Tapanoeli, Medan, itu. Tak jelas bagaimana kelanjutan nasib Mas Slamet yang apes itu. Yang pasti, republik impiannya tak berdiri sampai hari ini (hal 19- 24).

Cerita Mas Slamet di atas tersebut tentunya tidak kita temukan dalam rujukan sejarah baku. Artinya, penulisan sejarah yang diajarkan di sekolah-sekolah. Kalaupun ada pasti Mas Slamet dianggap sebagai pengkhianat.

Itulah sejarah. Pihak yang kalah akan dianggap sebagai pecundang dan pemberontak. Sulit kita temukan sisi “humanis“ lain selain dua kata tersebut.

Melalui buku ini Hendri F Isnaeni menawarkan sebuah cara pandang baru dalam penulisan sejarah. Dia mengangkat tokoh Mas Slamet yang melawan arus utama kemerdekaan saat itu. Wartawan Majalah Historia Online ini ingin menunjukkan kepada khalayak bahwa sejarah tidak hanya dipenuhi oleh kisah heroik dan kepahlawanan.

Buku ini sungguh menawan. Pasalnya, kepiawaian penulis menelusuri data sejarah klasik dan meramunya menjadi bacaan renyah yang sesuai dengan kondisi kekinian. Dia mengetengahkan kondisi partai politik di zaman baheula yang mungkin nama dan garis perjuangan yang mirip-mirip dengan kondisi kepartaian saat ini.

Pada akhirnya, mengutip pendapat Bonni Triyana dalam pengantarnya, sejarah memang selalu berulang dan seringkali polanya tidak berubah. Melalui buku ini, kita menemukan nama partai yang ternyata juga tak berubah. Ternyata sejarah bukan sekadar kisah kepahlawanan dan heroisme tapi bisa juga tentang pengkhianatan dan kekonyolan. Buku ini lucu, mencerahkan, dan yang pasti menyegarkan. Sebuah cara pandang lain terhadap sejarah. Selamat membaca.

*)Benni Setiawan, Pembaca buku, tinggal di Sukoharjo.

Membela Tuhan dan Agama



Jurnal Nasional | Minggu, 11 Sep 2011

Dalam buku ini Karen Armstrong tampil lebih tegas mendukung agama dari serangan bertubi-tubi fundamentalisme maupun pemikir ateisme.


SETELAH melacak perkembangan konsepsi manusia tentang Sang Pencipta dalam Sejarah Tuhan, kini Karen Armstrong menampilkan kajian tentang masa depan Tuhan. Dalam buku Masa Depan Agama, Sanggahan Terhadap Fundamentalisme dan Ateisme ini, Armstrong menunjukkan pembelaannya terhadap Tuhan dan agama menentang fundamentalisme dan ateisme.

Buku ini terdiri atas dua bagian utama dengan 12 pokok bahasan. Pada bagian pertama, Armstrong menunjukkan bagaimana orang-orang berpikir tentang Tuhan di dunia pramodern dalam cara yang memberi kejelasan tentang beberapa isu yang kini dirasa orang bermasalah --kitab suci, inspirasi, penciptaan, mukjizat, wahyu, iman, kepercayaan, dan misteri-- dan juga menunjukkan bagaimana agama menjadi kacau.
Tuhan sebagai Yang Maha Tinggi dan absolut tentu tidak dibatasi waktu, tak mengenal kemarin, sekarang, dan masa depan. Bahkan juga tidak terpahami oleh akal pikiran. Kita terlalu banyak berbicara tentang Tuhan akhir-akhir ini dan apa yang kita katakan sering dangkal, ungkap Armstrong.

Lebih lanjut, baginya agama adalah sebuah disiplin praktis yang mengajari kita menemukan kemampuan baru pikiran dan hati. Tidak ada gunanya menimbang ajaran-ajaran agama secara otoritatif untuk menilai kebenaran atau kepalsuannya sebelum menjalani cara hidup religius. Anda akan menemukan kebenaran --atau ketiadaan kebenaran-- di dalamnya dengan hanya setelah Anda menerjemahkannya ke dalam ritual atau perbuatan etis. Tak berbeda dengan setiap keterampilan, agama memerlukan ketekunan, kerja keras, dan disiplin. Sebagian orang lebih cakap dalam hal itu dibandingkan yang lain, sebagian lagi sangat tidak berbakat, dan yang lain sama sekali luput darinya (halaman 15).

Pada bagia kedua, Armstrong menelusuri kebangkitan "Tuhan Modern", yang menggulingkan begitu banyak persangkaan agama tradisional. Ini, tentu saja, tidak dapat menjadi uraian yang lengkap. Armstrong berfokus pada Kristen, sebab itu merupakan tradisi yang paling terkena dampak bangkitnya modernitas ilmiah dan juga dihantam pukulan keras dari serangan ateistik baru. Lebih jauh, di dalam tradisi Kristen, Armstrong berkonsentrasi pada tema dan tradisi yang berbicara secara langsung tentang masalah-masalah religius kontemporer kita.

Agama itu kompleks, dalam setiap zaman terdapat sejumlah aliran kesalehan. Tidak ada satu kecenderungan yang pernah berlaku sepanjang zaman. Orang mengamalkan agama mereka dalam beraneka ragam cara yang berbeda dan kontraproduktif. Tetapi, sikap diam yang khidmat dan berprinsip mengenai Tuhan dan/atau yang suci merupakan tema yang konstan tidak hanya dalam Kekristenan, tetapi juga dalam tradisi iman besar lainnya sampai kebangkitan modernitas di Barat.

Orang percaya bahwa Tuhan melampaui pemikiran dan konsep kita dan hanya dapat diketahui melalui amalan yang tekun. Kita telah kehilangan wawasan tentang hal yang penting ini dan Armstrong percaya ini adalah salah satu alasan mengapa begitu sukar belakangan ini orang Barat mendapatkan konsepsi Tuhan.

Oleh karena itu, mantan biarawati ini memberikan perhatian khusus pada disiplin yang terabaikan ini dengan harapan akan memberi kita perspektif baru tentang keadaan kita saat ini. Tetapi, Armstrong tentu saja tidak menyatakan bahwa ini adalah sebuah sikap yang universal. Cukup bahwa ini merupakan unsur utama di dalam praktik yang tidak hanya mencakup kalangan Kristen, tetapi juga iman-iman monoistik dan nonteistik yan perlu kita beri perhatian.

Di berbagai penjuru dunia, kita melihat agama-agama sedang mengalami kebangkitan. Dampaknya terasa di berbagai bidang politik sosial dan ekonomi. Namun, pada saat yang sama, skeptisisme dan nihilisme terhadap Tuhan dan agama pun terasa meningkat sebagai respons terhadap perkembangan itu.

Dalam buku ini Armstrong tampil lebih tegas mendukung agama dari serangan bertubi-tubi fundamentalisme maupun pemikir ateisme semacam Richard Dawkins, Christopher Hitchens, dan Sam Hariss. Armstrong memerhatikan kesejajaran antara ateisme gaya Dawkins dan fundamentalisme kontemporer. Dengan nada optimisme spiritual yang tenang, Armstrong menyajikan gambaran menggairahkan tentang masa depan agama-agama.

Buku ini terasa sulit dipahami bagi pembaca yang belum mengenal karya-karya Armstrong terdahulu. Sebagai sebuah buku kelanjutan dan koreksi atas karya terdahulunya, maka diwajibkan bagi pembaca buku ini untuk memahami karya-karya Karen Armstrong sebelumnya, seperti A History of God: The 4.000-Years Quest of Judaism, Christianity, and Islam; The Battle for God, Fundamentalism in Judaism, Christianity, and Islam, dan The Great Transformation.


*)Benni Setiawan adalah alumnus Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Yogyakarta.

Data Buku
Judul: Masa Depan Agama, Sanggahan Terhadap Fundamentalisme dan Ateisme
Penulis: Karen Armstrong
Penerbit: Mizan Pustaka, Bandung
Tanggal Terbit: Mei 2011
Tebal: 608 halaman

Minggu, 07 Agustus 2011

Alain Badiou Sebuah Pengantar



Resensi Seputar Indonesia, Minggu, 07 August 2011

Pemikiran Alain Badiou masih sangat asing bagi rakyat Indonesia. Berbeda dengan filsuf kiri kontemporer lain seperti Slavoj Zizek dan Ernesto Laclau yang terjemahan karyanya maupun pengantar ke dalam pemikirannya sudah terbit dalam bahasa Indonesia.


Nama Alain Badiou hanya tampil samar-samar bak halimun dalam ruangruang kultural yang eksklusif. Kalau pun namanya disebut dalam ruang kuliah, itu pun hanya selintas untuk kemudian lenyap kembali digantikan oleh nama-nama yang lebih terkenal.

Dalam konstelasi seperti ini,label “Alain Badiou”rentan jadi sebaris mantra kultural yang merujuk pada suatu X yang tak terpahami,pada suatu X yang hanya terpahami oleh segelintirTuan “Inteligensia”– bahkan jika sejatinya yang segelintir itu pun tak terlalu tahu tentang seluk-beluk dan asal muasal pemikiran Badiou.

Alain Badiou lahir di Rabat, Maroko, 17 Januari 1937. Ia lulus dari ENS pada 1962 dan ia memulai karier akademiknya dengan menjadi guru di Lycee atau sekolah menengah di Reims antara tahun 1963 sampai 1968. Ia menulis dua novel berjudul Almagester(1964) dan Portulans (1967).

Ia juga memublikasikan beberapa artikel yang berada dalam garis rekonstruksi Marxisme yang digawangi oleh Louis Althusser.Misalnya,artikel Le (Re)commencement du materialism dialectique (Dimulainya- kembali Materialisme Dialektis) dalam jurnal Critique (1966). Pada 1968 Badiou memberikan ceramah di ENS dalam seri kuliah yang diorganisasikan oleh Althusser.

Ceramah ini kemudian ia terbitkan sebagai buku pada tahun 1969 dengan judul Le Concept de Modele (Konsep tentang Model) yang berisi pemaparan matematis atas tema Althusserian tentang separasi sains dan ideologi.

Pada 1968 Badiou mendapatkan posisi mengajar di Universitas Paris VIII (dikenal juga sebagai Universitas Vincennes) di Saint-Denis, sebuah universitas yang baru saja dibentuk oleh pemerintah dan segera saja menjadi benteng mahasiswa kiri Prancis pada waktu itu.

Pada awal 70-an, Badiou melancarkan kritik keras atas oposisi anarkistis Deleuze dan Guattari yang tercermin dalam buku mereka, Anti-Oedipus, sebuah buku yang mengartikulasikan semangat Mei ’68 dalam rangka perlawanan atas kapitalisme melalui “pembebasan hasrat”.

Pada 1982 ia menerbitkan buku Theori du sujet (Teori tentang Subjek) yang mengartikulasikan visi Maoisnya tentang subjek revolusioner.Tiga tahun kemudian, bersama dengan Sylvain Lazarus dan Natacha Michel, Badiou mendirikan I’Organisation Politique setelah bubarnya UCFML.

Melalui organ baru ini,Badiou memperjuangkan hak-hak bagi kaum imigran yang pada waktu itu hadir sebagai problem politik aktual masyarakat Prancis. Karier akademik-internasional Badiou baru dimulai tahun 1988, yakni dengan terbitnya L’Etre et l’evenement (Ada dan Peristiwa).

Dalam buku tersebut Badiou memaparkan suatu teori umum tentang situasi dan emansipasi. Pada 1989 bersama Jacques Derrida, Francois Chatelet, Dominique Lecourt,dan Jean-Francois Lyotard, Badiou mendirikan College Internationale de Philosophie.

Posisi akademiknya yang terakhir adalah sebagai profesor emeritus sejak tahun1999 di ENS di mana ia mendirikan Pusat Studi Internasional tentang Filsafat Prancis Kontemporer (Centre International d’Etude de la Philosophie Francaise Contemporaine, CIEPFC).

Melalui buku ini, Martin Suryajaya menunjukkan bahwa pemikiran kontemporer dapat diterjemahkan ke dalam kosakata Marxisme klasik dan dengan demikian menelanjangi kebaruanspekulatifyangumumnya disematkan kepadanya.

Segala kesan tentang “kebaruan absolut”, dalam hal ini sesungguhnya muncul dari kecenderungan intelektualkelas menengah kita yang takut akan sejarah dan karenanya lebih senang bermain dalam jargon-jargon hype tentang segala apa yang disebut “kontemporer” sembari mengecam segala yang muncul dari sejarah sebagai “kuno”.

Tentu saja ada kebaruan dalam pemikiran para tokoh itu namun kebaruan itu tak bisa dilepaskan dari konteks sejarahnya. Buku ini berupaya secara telaten mengupas kontekskonteks sejarah itu sehingga menunjukkan bahwa ada kebaruan yang memang muncul dari pemikiran itu dan ada “kebaruan absolut” yang tak lebih dari akibat ketidaktahuan kita sendiri tentang sejarah.

Lebih lanjut, posisi pemikiran Badiou sebagaimana direkonstruksi dalam buku ini sepenuhnya berlawanan dengan tafsiran atasnya yang akhir-akhir ini merebak di kalangan “inteligensia” dan/ atau budayawan Indonesia, khususnya Jakarta.

Tafsir umum yang menjamur itu direpresentasikan dengan sederet buku dan artikel yang memberikan pengantar kecil atas filsafat Badiou atau pun sekadar menyebut dan melabelinya. Seperti tulisan Rocky Gerung, Robertus Robet, Ronny Agustinus, dan Bagus Takwin dalam Robertus Robet dan Ronny Agustinus (ed), Kembalinya Politik (2008); Goenawan Mohammad, Rocky Gerung, dan Robertus Robet dalam Ihsan Ali-Fauzi dan Samsu Rizal Panggabean (ed), Demokrasi dan Kekecewaan(2009).

Mahasiswa Pascasarjana STF Driyarkara ini mengkritik atas pembacaan mereka terhadap Badiou. Baginya, pemikiran Badiou oleh mereka sepenuhnya dilepaskan dari konteks perdebatan yang internal dalam Marxisme.

● Benni Setiawan, Alumnus Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga,Yogyakarta.