Meraih Cita

Meraih Cita

Minggu, 27 Februari 2011

Krisis Iklim dan Keberanian Memilih




Jawa Pos, Minggu, 27 Februari 2011

Judul : Our Choice, Rencana untuk Memecahkan Krisis Iklim
Penulis : Al Gore
Penerbit : Kanisius, Yogyakarta
Terbit : 2010
Tebal : 448 Halaman


Buku ini mendorong penghentian bahan bakar fosil dan segera beralih ke energi yang dapat diperbarui. Pengembangan dari buku Al Gore sebelumnya.

Krisis iklim telah meluluhlantakkan peradaban dunia. Lihat saja, 2011 belum genap berusia dua bulan, banjid bandang dan tanah longsor di Australia, Brasil, dan Indonesia tak hanya menelan ribuan nyawa, tapi juga merendam puluhan juta hectare lahan pertanian.
Akibatnya, terjadi pemiskinan petani dan dunia dalam ancaman krisis pangan. belum lagi rusaknya sarana dan prasaran vital, seperti transportasi dan komunikasi.
Sangatlah tidak bijaksana kalau kita lantas menganggap itu sebagai kehendak alam. Sebab, sedikit sedikit banyak ada campur tangan kita di sana yang mengakibatkan timbulnya krisis iklim.
Dalam buku Our Choice, Albert Arnold Gore Jr, atau yang biasanya disapa Al Gore menyebutkan krisis itu timbul karena manusia menggunakan terlalu banyak sumber energi berbahan bakar fosil. Lebih lanjut, mantan Wakil Presiden Amerika Serikat tersebut menegaskan, penggunaan bahan bakar fosil secara berlebihan telah menghancurkan sistem iklim di dunia.
Karena itu, diiperlukan kebijakan energi alternatif. Yaitu sumber energi yang dapat diperbarui. Misalnya, energi matahari, panas bumi, dan angin.

Lebih murah
Selain ramah lingkungan, seiring dengan berjalannya waktu, harga energi yang dapat diperbarui menjadi lebih murah. Sementara energi berbasis karbon menjadi lebih mahal. Itu disebabkan tiga alasan.
Pertama, sekali infrastruktur yang diperbarui dibangun, bahan bakar akan menjadi gratis selamanya. Tidak seperti bahan bakar berdasarkan karbon, angin, matahari, dan bumi sendiri memberi bahan bakar gratis, dalam jumlah yang secara efektif tanpa batas.
Kedua, teknologi energi yang dapat diperbarui bisa terus diperbaiki secara pesat. Dan, yang ketiga, sekali dunia memberi komitmen yang jelas untuk beralih ke energi yang dapat diperbarui, volume produksinya sendiri akan mengurangi secara tajam biaya masing-masing kincir angin dan setiap panel mataharinya.
Misalnya, meningkatnya jumlah komputer murah telah mendorong perusahaan-perusahaan chip computer untuk mengalokasikan anggaran lebih besar. Yaitu untuk meneliti dan mengembangkan cara-cara yang lebih murah dan kuat guna memproses informasi (hal 59-60).
Contoh lain, dengan memberikan perhatian besar pada polusi yang sebelumnya diabaikan, Amerika Serikat mendapatkan insentif yang kuat untuk memulai perubahan historis meninggalkan batu bara. Dorongan baru untuk mengubah produksi energi dari bahan bakar fosil ke sumber-sumber matahari, angin, dan panas bumi memacu gelombang perbaikan dalam teknologi-teknologi itu dan yang lain yang menghindarkan polusi.

Mendorong pertumbuhan
Usulan dan pemikiran Al Gore guna menghentikan penggunaan energi berbahan bakar fosil sebenarnya pernah dikemukakan 19 tahun lalu. Yaitu ketika dia berkontribusi dalam buku Earth in Balance (1992). Dia mengusulkan penghentikan penggunaan bahan bakar tidak dapat diperbarui dalam jangka 25 tahun.
Sejak itulah ia menapakkan kaki dalam penyelamatan lingkungan (menjadi politisi sekaligus aktivis lingkungan) dan terus mengampanyekan pentingnya teknologi guna mencegah kerusakan di muka bumi akibat pemanasan global dan krisis iklim.
Teknologi terbaru, seperti membuat kincir angin dan sel surya, tambah Al Gore, selain mengurangi dampak pemasan global, mendorong laju pertumbuhan. Hal itu terjadi pemanfaat teknologi maju akan membuka lapangan pekerjaan yang luas. Dengan demikian, masalah pengangguran yang menjadi momok dunia pun dapat terurai sedikit demi sedikit.
Lebih dari itu, buku Our Choice ini merupakan pengembangkan ide yang telah Al Gore tulis dalam buku sebelumnya. Penerima penghargaan Nobel Perdamaian tahun 2007, yang juga penerima Oscar untuk film An Inconvenient Truth itu menekankan dalam buku tersebut, kita dapat mengatasi krisis iklim. Memang tidak mudah, tetapi kalau kita memilih untuk mengatasinya, tidak ada keraguan sedikit pun bahwa kita mampu dan berhasil.
Pada akhirnya, buku pantas disebut sebagai karya monumental dan klasik. Disampung disajikan secara menarik dan eksklusif, buku tersebut kaya akan gagasan, serta pilihan-pilihan bijak guna menyelamatkan bumi dari kehancuran.

Benni Setiawan, alumnus Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Yogyakarta.

Menilik Sejarah Jepang Abad ke-12



Judul : The Heike Story, Kisah Epik Jepang Abad ke-12
Penulis : Eiji Yoshikawa
Penerjemah : Antie Nugrahani
Penerbit : Zahir Books, Jakarta
Cetakan : I, Juni 2010
Tebal : 750 halaman
ISBN : 978-602-97066-0-4

Menyebut Jepang, tentu kita akan terbayang negeri maju dengan peradaban Timur yang memesona. Jepang menjadi kekuatan perekonomian di Asia bersama China dan India. Selain unggul dalam teknologi, Jepang juga dikenal sebagai Negeri Samurai.
Mengapa sebutan ini muncul untuk Jepang? Hal ini karena sejarah Jepang tidak dapat dipisahkan dari samurai. Samurai menjadi saksi bisu betapa perebutan kekuasaan selalu diwarnai dengan pertumpahan darah. Samurai juga merupakan simbol kejantanan masyarakat Jepang.
Sejarah Jepang dan samurai diurai apik oleh Eiji Yoshikawa dalam novel fiksi sejarah berjudull The Heike Story ini. Novel ini bercerita tentang kedigdayaan Heike Kiyomori selama masa penuh gejolak, yaitu pada abad ke-12.
Dikisahkan pada masa itu Kyoto adalah sebuah kota besar yang dirongrong oleh kriminalitas, gejolak masyarakat, dan nafsu angkara murka. Kaum bangsawan menindas rakyat jelata, sementara para biksu Budha bersenjata menyebarkan teror pada istana dan semua orang.
Para bangsawan, bagaimanapun, mengamati pertumbuhan kekayaan dan kekuatan para samurai dengan waspada. Tidak bisa disangkal lagi bahwa bahaya yang mengancam orde penguasa saat inilah yang menjadikan perubahan tersebut tidak terhindarkan, dan bahwa para bangsawan harus meminta perlindungan kepada samurai, karena tubuh kekaisaran sendiri sedang mendapatkan rongrongan dari luar maupun dalam. Pengaruh perdamaian terakhir antara Toba dan putranya. Sutoku, telah hilang bersama kepergian Nyonya Taikenmon ke biara, dan perseteruan antara kedua mantan kaisar tersebut semakin terbuka.
Kalangan istana meramalkan adanya perebutan kekuasaan. Sejumlah faksi telah memecah belah istana, dan berbagai persengkongkolan dan intrik susul menyusul dengan cepat. Para pendeta bersenjata dari Gunung Hieki dan Nara turut memperkeruh suasana dengan ancaman mereka untuk meledakkan perang saudara jika tuntutnan mereka pada istana tidak dikabulkan. Heike Tadamori dan Heike Kiyomori, juga Genji Tameyoshi ditugaskan untuk meredakan perlawanan para biksu dan mempertahankan istana (hal 149).
Di tengah keputusasaan, Kaisar menggalang dukungan dari keluarga Heike dan Minamoto untuk meredakan kemelut di ibu kota. Walaupun berhasil dalam menjalankan tugas tersebut, hubungan antara kedua keluarga samurai itu berujung pada pertikaian yang menjerumuskan Jepang ke dalam perang saudara selama seabad penuh.
Dari berbagai sumber yang membahas tentang periode itu, Heike Monogatori (Hikayat Heike), sebuah kisah epik yang menggambarkan keadaan pada awal abad ke-13, tidak lama setelah tumbangnya Heike, bertahan sebagai sebuah dokumen yang penting bagi sejarah dan salah satu karya sastra besar masa itu.
Tidak diragukan lagi bahwa kejatuhan Heike berkesan begitu mendalam di hati setiap penduduk Jepang karena puisi panjang yang menceritakan tentang akhir tragis klan Heike itu dinyanyikan di berbagai sudut negeri oleh para penyanyi balada yang tampil dengan kecapi mereka. Dan hingga berabad-abad sejak pertama kali dilantunkan, lagu itu menjadi salah satu romansa kesukuan penduduk Jepang, yang menjadikan para pahlawan di dalamnya sebagai idola.
Kendati dikenal sebagai seorang pria yang lemah lembut dan berwawasan luas, sepak terjangnya meninggalkan jejak berdarah. Perubahan dramatis nasib Kiyomorilah yang menjadi inti dari novel epik ini.
Novel ini merupakan versi terjemahan modern dari sebuah kisah klasik Jepang. Atmosfer yang eksotis, kekuatan narasi, keindahan tutur kata, dan kelirisannya akan memikat para pembaca buku ini.
Novel ini juga merupakan sebuah karya berharga. Pasalnya, novel ini bercerita tentang sejarah Jepang dengan gaya sastra. Kelebihan penulisan sejarah dengan karya sastra adalah setiap orang tidak merasa bosan dengan alur pembahasan sebagaimana penulisan sejarah dalam narasi teks.
Sebagai sebuah karya sastra, tentunya novel ini dibumbui dengan dramatisasi agar pembaca tidak merasa bosa. Namun, data yang dikumpulkan oleh Yoshikawa cukup kaya, sehingga pembacaan terhadap sejarah Jepang menjadi semakin menarik dan penuh inspirasi.
Pada akhirnya, jika Anda ingin mengetahui sejarah Jepang abad ke-12 yang cukup memengaruhi kehidupan masyarakat Negeri Matahari Terbit, novel yang ditulis oleh Yoshikawa ini sangat membantu. Selamat membaca.

*) Benni Setiawan, Pembaca buku, tinggal di Sukoharjo, Jawa Tengah.
http://analisisnews.com/analisis/resensi-buku
Sabtu, 26 Februari 2011 17:15

Sabtu, 26 Februari 2011



Judul : 365 Hari Berpikir Positif
Penulis : Brook Noel
Penerjemah : Maria Asri & Nyi Indah Kristiani
Penerbit : Daras Books, Jakarta
Cetakan : 2010
Tebal : 340 Halaman
ISBN : 978-979-1208-41-3


Menyambut Hari dengan Optimisme

Orang-orang sukses dan beruntung selalu berprinsip bahwa hari ini harus lebih baik daripada hari kemarin. Hari kemarin adalah sejarah hidup yang patut menjadi semangat baru menyambut hari esok. Menyemai spirit hidup merupakan modal awal setiap insan untuk berbuat baik dan menjadikan hari ini sebagai ladang amal dan ibadat.
Inilah pesan yang dapat diambil dari buku 365 Hari Berpikir Positif. Buku ini akan mengantarkan Anda menapaki hari demi hari dalam setahun dan membuka cakrawala Anda. Membaca buku ini Anda akan mendapat energi positif yang memancar dalam setiap untaian kata.
Kelebihan lain buku ini terletak pada setiap tanggal dimulai dengan kutipan-kutipan pendek dari tokoh-tokoh yang semakin menguatkan bahwa buku ini bukan hanya buku harian biasa, namun sebuah buku penting yang sarat dengan rujukan yang memadai.
Sebagaimana tercermin pada kutipan tanggal 27 Oktober dari John F. Kennedy. “Ada biaya dan risiko dalam sebuah tindakan, namun lebih sedikit dari risiko jangka panjang dan biaya dari ketidaknyamanan karena tidak melakukan sesuatu” (hal. 280).
Jika kita renungkan, petuah bijak mantan Presiden Amerika Serikat ini pas dengan kondisi Indonesia saat ini. Dimana pemimpin kita selalu tidak berdaya dalam bertindak. Mereka selalu menyalahkan alam, ketiadaaan aturan, pernyataan-pernyataan klise lainnya dalam menghadapi musibah bencana alam dan korupsi yang semakin nyata. Pemimpin bangsa harus cepat bertindak dan tidak perlu mengulur waktu.
Selain itu pemimpin wajib bertanggung jawab. Bertanggung jawab adalah satu dari tugas pribadi kita yang paling penting. Tanggung jawab membuat perbedaaan antara yang rata-rata dengan yang hebat. Sayangnya, kebangnyakan dari dunia sudah mengembangkan “mentalitas karbon”, di mana lebih mudah untuk menyalahkan orang lain daripada bertanggung jawab. Ketika kita mempelajari bahwa kita bertanggung jawab atas tindakan, pemikiran, tujuan, dan masa depan kita, kita bisa mulai untuk membuat jalan menuju kehebatan. Jika kita terjebak di mentalitas karbo, maka kita selalu menyerahkan takdir kita di tangan orang lain.
Ahli manajemen diri, Calor Gerber Allred, Ph.D, pengarang Positive Actions for Living, menawarkan pemahaman ini ke dalam manajemen diri. “Apakah kita menyadari atau tidak, kita semua adalah manajer yang bertanggung jawab atas sumber daya kita sendiri. Semua orang mempunyai sumber daya waktu, energi, bakat, uang, harta, pemikiran, tindakan, dan perasaan yang harus kita atur. Kita merasa baik tentang diri kita ketika kita mengatur sumber daya kita dengan baik”.
Kita bertanggung jawab atas tindakan kita sendiri. Entah siapa yang berusaha menggoyahkan atau mendukung kita, pada akhirnya kita sepenuhnya bertanggung jawab atas semua yang kita lakukan. Ketika bertindak dalam bentuk apapun, ketahuilah bahwa Anda bertanggung jawab atas hasil positif atau negative dari tindakan Anda.
Menyalahkan tidak perlu ada. Menyalahkan orang lain adalah bibit dari mentalitas karbon. Menyalahkan memungkinkan orang untuk menghindar dari tanggung jawab dan tindakan. Ketika kita produktif dan bertanggung jawab, tidak aka nada kejadian menyalahkan.
Serahkan rasa berasalah itu. Dengan bertanggung jawab, kita terikat untuk membuat keputusan yang tidak selalu menjadi “yang terbaik” atau “benar”. Tidak apa-apa. Lebih baik membuat kesalahan dan belajar daripada menyalahkan dan berhenti (hal 197).
Selain bertanggung jawab, buku ini mengajarkan kepada kita arti penting optimisme. Sikap inilah yang akan selalu menemani kita dalam setiap keadaan. Dan menjauhkan diri kita dari sikap pesimis.
Menurut Winston Churchill, orang pesimis melihat kesulitan di setiap kesempatan. Orang optimis melihat kesempatan di setiap kesulitan.
Pada akhirnya, buku ini menawarkan inspirasi, konsep, dan strategi yang cemerlang untuk membantu Anda menjalani kehidupan terbaik Anda setiap hari dengan pengharapan yang positif. Dengan menjalaninya, maka Anda diarahkan untuk meraih kesuksesan dan kebahagiaan dalam setiap hari yang Anda jalani. Ibarat sarapan pagi, buku ini adalah “sarapan emosional’ yang bisa Anda nikmati setiap pagi sebagai sumber kekuatan mental dalam menjani hari yang penuh tantangan.

Benni Setiawan, alumnus Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Yogyakarta.

Minggu, 20 Februari 2011

Manifestasi Alam Dewa



"Resensi" Seputar Indonesia, 20 February 2011

JANGANterbuai dunia.Sebab, dia tidak kekal. Dunia hanyalah kesenangan sesaat.Semua akan hilang dan lenyap ketika dunia ini hancur.


Dunia adalah tempat kita berbuat kebajikan. Menebar darma baik guna mengarungi kehidupan sejati. Namun, hingga hari ini,banyak manusia masih terlena oleh dunia. Dalam tradisi Budhis, ada enam Karmadhatu berdasarkan hawa nafsu. Itu dikarenakan di Alam Dewa ini masih terdapat kasih dan hasrat.Di Alam Karmadhatu masih ada sentuhan, hasrat,dan makanan. Di Alam Karmadhatu terdapat hidangan lezat, jamuan surgawi, minuman surgawi, amrta, dan rasa surgawi. Di Alam Karmadhatu yang masih ada hasrat, banyak sukacita dan sedikit atau hampir tidak ada dukacita. Di Alam Karmadhatu juga ada rasa sentuhan.

Dalam hal hawa nafsu, Alam Caturmaharajakayika dan Alam Trayastrimsa sama dengan alam manusia.Persetubuhan antara dua akar nafsu dari pria dan wanita akan menghasilkan kebahagiaan sentuhan, ini juga salah satu kenikmatan Alam Dewa dari aspek hasrat kasih. Selanjutnya Alam Yama, di alam ini tidak ada lagi persetubuhan antara lawan jenis.Kenikmatan akan didapat dari sentuhan saling berpelukan antara lawan jenis.Kemudian Alam Tusita, pria dan wanita di alam ini cukup bergandengan tangan. Sentuhan tangan inilah yang akan menghasilkan kenikmatan nafsu. Lebih lanjut Alam Nirmana-rati, pria dan wanita di alam ini cukup saling melempar senyum. Itu saja akan memuaskan hawa nafsu.

Kemudian Alam Paranirmitavasavartin, alam tertinggi dari Alam Karmadhatu, dewa-dewi di alam ini cukup saling menatap saja akan memuaskan kenikmatan nafsu. Hidangan surgawi di Alam Karmadhatu akan dicerna dalam anggota tubuh,maka tidak ada lagi kebiasaan buang air besar dan buang air kecil. Di Alam Karmadhatu memang masih terdapat kasih dan nafsu,tapi dari persetubuhan yang dilakukan hanya mengeluarkan prana, bukan sperma. Dengan demikian, persetubuhan ini tidak akan membentuk janin atau melahirkan anak. Jika penghuni Alam Dewa ingin memiliki anak, anak lelaki akan diwujudkan dari lutut seorang Dewa dan anak perempuan akan diwujudkan dari pinggul seorang Dewi.

Nalakuvara adalah seorang Dewa. Dagingnya terurai dan dikembalikan ke ibu, tulangnya terurai dan dikembalikan ke ayah, hanya tersisa roh murni.Lalu gurunya memetik daun padma untuk dijadikan daging,memetik batang padma untuk dijadikan tulang, dan roh murni ini menempel pada padma, kemudian terlahirlah Nalakuvara. Inilah yang dinamakan perwujudan Alam Dewa (halaman 31–33). Namun, manusia tidak boleh berdiam lama di Enam Alam Karmadhatu. Hal ini karena berkah yang dinikmati di Enam Alam Karmadhatu dapat membuat orang terbuai,terlena,dan tergila-gila. Kenikmatan di Alam Dewa ini sungguh sebuah Mahasukha.

Begitu memasuki Istana Karmadhatu, mau tidak menikmati pun sulit.Artinya,tiada waktu tanpa kesenangan (setiap detik merasa gembira).Tiada masa tanpa kesenangan (Mahasukha yang tidak pernah berhenti). Tiada tempat tanpa kesenangan (sukacita ada di berbagai tempat). Tiada ruang tanpa kesenangan (Mahasukha ada di mana-mana).Sekalipun kita tidak boleh berdiam lama di Enam Alam Karmadhatu, tidak berarti mesti mendiskriminasikan alam tersebut.Manusia harus menghargainya (halaman 39–42). Lebih lanjut, di Karmadhatu manusia akan mendapatkan kesenangan dan kenikmatan yang abadi.

Di Rupadhatu akan mendapatkan sukha dan kenikmatan yang abadi.Di Arupadhatu akan mendapatkan upeksa, sunya, kesadaran, tiada,bukan tiada pikiran. Memahami Alam Dewa merupakan proses perjalanan manusia menuju makrifat (pengetahuan tertinggi). Perjalanan menuju makrifat hanya dapat ditempuh orang-orang yang mempunyai hati bersih dan mendarmabhaktikan hidupnya bukan hanya untuk dirinya sendiri, tapi juga orang lain. Hal ini merupakan manifestasi tertinggi dalam proses hidup umat manusia. Berguna bagi manusia dan makhluk lain.

Akhirnya,buku ini akan menuntun manusia untuk memahami eksistensi diri dan lingkungannya.Dengannya, manusiaakanmenemukan keteduhan hati yang akan mengantarkan pada puncak kebahagiaan di Alam Dewa. Selamat bertualang.

Benni Setiawan,
Alumnus Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga,Yogyakarta.