Analisis News, Minggu, 20 Maret 2011
Judul : Korupsi Mengorupsi Indonesia, Sebab, Akibat, dan Prospek Pemberantasan
Editor : Wijayanto dan Ridwan Zachrie
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Cetakan : 2009
Tebal : 1149 Halaman
Korupsi bukan hanya merupakan masalah. Lebih dari itu, korupsi telah menggerogoti ketahanan bangsa dan negara di semua bidang. Korupsi bak rayap yang menggerogoti dari dalam tiang, tiang tempat kehidupan bangsa dibangun. Di negara yang dikuasai korupsi, segala bidang kehidupan tidak berjalan dengan baik. Keputusan-keputusan tidak diambil menurut apa yang secara objektif diperlukan oleh rakyat, melainkan menurut interest pribadi pihak-pihak bersangkutan.
Dari sudut pandang etika, korupsi secara etis harus dicela dengan dua alasan: Pertama, setiap rupiah yang diperoleh secara korup adalah uang curian. Setiap koruptor adalah seorang pencuri.
Kedua, korupsi adalah ketidakadilan tingkat tinggi, karena terjadi dengan memanfaatkan kedudukan istimewa yang tidak dimiliki orang lain. Sebagai akibatnya korupsi membuat orang miskin tidak bisa ke luar dari kemiskinan. Korupsi adalah salah satu kecurangan terbesar dalam kehidupan bangsa. Karena korupsi itu orang kecil tidak dapat hidup secara manusiawi. Karena biaya siluman yang membebani perindustrian kita, para buruh kita tidak dapat dibayar secara wajar, ini bukan saja berarti mencurangi orang kecil, tetapi juga membuat tidak berhasil usaha menciptakan lapangan kerja serta produk yang bermutu.
Kemudian apa yang harus dilakukan untuk menyelesaikan persoalan korups ini. Franz Magnis-Suseno., S.J mengusulkan empat hal, pertama, kita tentu harus mewujudkan kondisi-kondisi sistemik optimal untuk pemberantasan korupsi. Jadi harus lebih mengefektifkan Badang Pemeriksa Keuangan (BPK) serta perangkat hukum yang menunjang perjuangan itu.
Kedua, kita harus menuntut political will dari pemerintah maupun badan-badan legislative, teruatam di tingkat nasional. Pemerintah, Presiden, harus dengan tegas mengambil semua tindakan yang menunjang dan memperluas serta mempertajam pemberantasan korupsi. Korupsi harus diberantas dari atas ke bawah. Kepresidenan yang bersih, pemerintah pusat yang bersih, penindakan semua gubernur dan pimpinan daerah lainnya yang tidak bersih, itulah yang bisa menggerakkan perang melawan korupsi. DPR harus digerakkan supaya mengakhiri money politics, misalnya dalam membahas sebuah Rancangan Undang-Undang (RUU). Kita memerlukan parlemen yang melakukan pekerjaannya dengan bersih dan kompeten. Jadi, segala institusionalisasi money politics dalam pekerjaan rutin DPR harus diakhiri.
Ketiga, adalah masyarakat sipil sendiri perlu bergerak. Perlu diadakan kampanye. Kampanye tanpa ampun dari oleh media untuk menguber-uber para koruptor, membongkar korupsi dan plot-plot yang didesain untuk menutupnya. Kampanye melalui media untuk mengekspos para koruptor, yang didukung oleh pemerintah dan para politisi, ditujukan untuk memanfaatkan budaya malu yang cukup kuat di masyarakat kita, sehingga para koruptor merasa malu.
Para koruptor harus dipermalukan di depan rakyat. Penyelewengan uang publik harus semakin disadari sebagai sesuatu yang memalukan dan sebagai tindakan criminal, selain sebagai tindakan yang berisiko karena sanksi hukuman berat apabila kejahatannya terbongkar. Selain itu untuk membentuk public opinion yang terus-terus mengecam korupsi perlu dijadikan agenda para pengiat antikorupsi. Bahwa perbuatan korup adalah sesuatu yang memalukan, harus menjadi bahan ajar di sekolah, kalau perlu seawal mungkin. Lembaga dan organisasi keagamaan perlu dilibatkan dalam mendukung kampanye itu, bukan sekadar lips service saja, tetapi mereka yakin dan turut bergerak.
Keempat, harus ada perubahan mendasar dalam pendidikan bangsa di semua tahap dan tingkat. Tanpa pendidikan yang menegaskan kejujuran, rasa keadilan, rasa tanggung jawab, dan keberanian untuk bersikap berprinsip bangsa ini tidak akan ke luar dari mediokritas yang menjadi cirinya yang paling mencolok (hal. 795-796).
Buku ini berusaha membongkar akar persoalan korupsi di Indonesia dan sekaligus memberi solusi untuk memecahkannya. Buku yang ditulis oleh beberapa pakar yang terdiri dari akademisi, pejabat, dan stakeholder antikorupsi ini menjadi semacam panduan guna menyelesaikan persoalan korupsi di tanah air.
Pada akhirnya, buku ini wajib dibaca oleh pengiat antikorupsi dan seluruh komponen bangsa yang merindukan Nusantara bebas korupsi. Selamat membaca.
*) Benni Setiawan, Pecinta buku, tinggal di Sukoharjo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar