Meraih Cita
Minggu, 19 Juni 2011
Agar tidak Musnah Bersama
"Books" Bisnis Indonesia, Minggu, 19 Juni 2011
Judul : Krisis dan Bencana Lingkungan Hidup
Penulis : A. Sonny Keraf
Penerbit: Kanisius, Yogyakarta
Cetakan : I, 2010
Tebal : 255 Halaman
"Apa gunanya pertumbuhan ekonomi yang tinggi kalau banyak pulau tenggelam, hutan kita berubah menjadi gurun"
Bencana tentunya tidak kita harapkan. Namun, menilik kondisi terkini, tampaknya bencana akan menjadi agenda tahunan bahkan bulanan di Indonesia. Dengan demikian, bencana lingkungan hidup telah mencapai kondisi yang sudah sangat mengancam kehidupan di muka bumi ini.
Disebut bencana lingkungan hidup karena sebagian atau seluruh bencana tersebut disebabkan karena krisis lingkungan hidup, yaitu kehancuran, kerusakan, dan pencemaran lingkungan hidup yang disebabkan oleh pola hidup dan gaya hidup manusia, khususnya manusia modern dengan segala kemajuan industri dan ekonominya yang merusak dan mencemari lingkungan hidup dan bukan karena sebab alam.
Buku Krisis dan Bencana Lingkungan Hidup ini berbicara tentang krisis dan bencana lingkungan hidup global, yaitu keadaan lingkungan hidup di planet bumi kita yang sudah sangat kritis sehingga telah menjadi bencana yang sangat nyata menelan korban jiwa dan harta benda dari hari ke hari di hadapan dan dalam pengalaman nyata kita sehari-hari.
Maka dari itu, sudah saatnya manusia sadar untuk memelihara lingkungannya. Manusia diharapkan menjadi pengawal kelestarian lingkungan hidup. Tanpa hal yang demikian, manusia hanya akan menjadi penghancur alam. Hal ini karena meminjam istilah Daniel D. Chirac, manusia mempunyai sifat dan mental frointer (merusak dan mengeksploitasi alam secara berlebihan).
A. Sonny Keraf, menyatakan dengan tegas, bahwa kejahatan lingkungan adalah kejahatan terhadap kehidupan, crime against life in general atau minimal crime against humanity. Kejahatan karena secara langsung maupun tidak langsung tindakan merusak dan mencemari lingkungan hidup jelas-jelas membawa dampak yang mengancam mematikan kehidupan, termasuk kehidupa manusia. Ini kriminal (hal 75).
Lebih lanjut, dengan ini mau dikatakan bahwa seluruh buku ini bermaksud untuk menggugah kesadaran kita untuk melakukan sesuatu demi mengatasi krisis dan bencana lingkungan hidup global yang telah menjadi ancaman kehidupan, ancaman kemanusiaan, dan ancaman bagi bangsa Indonesia.
Kesadaran itu pertama-tama bahwa lingkungan hidup adalah masalah yang sangat serius dan genting. Dan karena itu, pada gilirannya harus bisa mendorong kita untuk mengubah perilaku kita, baik sebagai pribadi maupun kelompok.
Bahkan lebih dari itu, secara khusus, kesadaran itu harus bisa mendorong para pejabat publik untuk mengambil kebijakan khusus yang memperlihatkan kegentingan memaksa akibat krisis dan bencana lingkungan hidup global untuk menghindarkan kita dari segala malapetaka lingkungan hidup tersebut.
Perubahan perilaku
Setelah kesadaran terbangun hal selanjutnya adalah perubahan pada perilaku. Setidaknya Sonny Keraf mendaftar lima bentuk perubahan perilaku. Pertama, perubahan perilaku industri besar dengan kebijakan green building. Rancang bangun yang memedulikan lingkungan dan ruang terbuka hijau harus menjadi semangat baru industri properti.
Kedua, mendorong perubahan perilaku dari individu dan kelompok masyarakat di rumah maupun di kantor dengan pola hidup hemat energi. Ketiga, perubahan perilaku dalam tindakan pengelohan sampah, baik sampah industri maupun rumahan. Salah satunya dengan menggunakan tas belanjar guna menggurangi sampah plastik.
Keempat, perubahan perilaku pada pola makan. Kurangi makan daging dan perbanyak makan ikan, sayur, tahu, dan tempe. Hal ini karena energy memproduksi daging lebih banyak daripada memproduksi bahan makanan yang lain.
Kelima, perubahan perilaku dengan menanam pohon di pekarangan rumah atau tempat lain yang memungkinkan untuk itu. Bersamaan dengan itu, kebijakan ketat perlu diterapkan bagi industri yang menggunakan bahan baku kayu untuk tidak boleh mengambil kayu alam, dan hanya mengambil kayu dari hasil tanaman mereka sendiri (hal 161-165).
Buku ini merupakan refleksi, bukti komitmen, sekaligus cerminan pergulatan intelektual Mantan Menteri Lingkungan Hidup dan Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup era Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) hingga sekarang.
Pada akhirnya, lingkungan hidup adalah soal hidup mati sesame anak bangsa. Ini adalah soal kehidupan, soal nasib bangsa secara keseluruhan.
Apa gunanya pertumbuhan ekonomi yang tinggi kalau banyak pulau tenggelam, hutan kita berubah menjadi gurun, berbagai danau dan sungai kita berubah menjadi darat, udara tercemar, air tercemar dan langka, flora dan fauna sebagai sumber obat-obatan musnah, dan kita semua musnah ditelan bencana lingkungan hidup. Ini bukan sekadar ramalan. Ini pengalaman nyata kita hari-hari ini. maka, mari kita berubaha sekarang atau musnah bersama. Selamat membaca.
Benni Setiawan, Alumnus Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Yogyakarta.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar