Meraih Cita

Meraih Cita

Selasa, 23 Maret 2010

Belajar dari Pidato Obama

Perada, Koran Jakarta, Selasa, 23 Maret 2010

Judul : Obama Bicara, Sepuluh Pidato Paling Memukau Penulis : Tri Agus S Siswowiharjo Penerbit : Leutika, Yogyakarta Tahun : I, Maret, 2010 Tebal : 200 Halaman Harga : Rp Sejak menjadi Presiden Amerika Serikat, Barack Husein Obama bak magnet yang menyedot perhatian. Hal itu disebabkan banyak orang terpana mendengar pidatopidatonya. Tri Agus S Siswowiharjo, dalam buku Obama Bicara, 10 Pidato Paling Memukau, menengarai setidaknya ada lima elemen pelajaran yang bisa kita petik dari pidato-pidato Obama. Lima elemen tersebut dalam manajeman komunikasi lazim disebut sebagai lima C: complete, concise, consideration, clarity, dan courtesy. Complete. Dalam beberapa debat yang menegangkan, baik dengan Hillary Clinton maupun McCain, Obama selalu mampu menyuguhkan gagasannya secara lengkap dan koheren, tidak parsial atau sepotong-potong. Elemen ini mengindikasikan bahwa kesempurnaan komunikasi yang Obama bangun bisa dicapai dengan penyampaian yang lengkap dan tidak sepotong-potong. Concise, ringkas dan padat, tidak bertele-tele atau berputar-putar. Sadar bahwa efisiensi waktu sangat penting, pidato-pidato Obama selalu bisa menyampaikan esensi gagasannya dengan ringkas, tetapi padat. Publik yang mendengar menjadi senang karena dengan demikian mereka mudah mencernanya, dan tidak bosan mendengar kalimat yang bertele-tele. Consideration. Artinya, prepare every message with the recipient in mind and try to put yourself in his or her place. Dalam berbagai debat dan pidato, Obama tampil dengan amunisi yang lengkap. Ia sudah mengetahui apa yang ada di benak rakyat Amerika. Apa yang mereka butuhkan, dan apa yang mereka dambakan. Obama selalu berusaha memahami apa kebutuhan orang yang menjadi pendengarnya—dan bukan melulu minta dipahami. Selalu membangun empati pada apa yang dirasakan oleh mitra bicara kita dan mau mendengarkan isi hati orang lain. Clarity. Inilah keistimewaan Obama. Ia mampu mendemonstrasikan elemen ini dengan amat memukau. Ia mampu memilih dan memilah kata, kemudian merajut kalimat dengan penuh presisi. Obama mampu mengartikulasikan gagasannya dengan jelas dan mengalir. Obama bisa mengekspresikan setiap jejak gagasan dan keinginannya dengan penuh kejelasan. Courtesy, santun, persuasif, menumbuhkan respek. Obama memperagakan elemen ini dengan nyaris sempurna. Ia menawarkan gagasannya dengan santun dan elegan. Alunan kalimat yang membasahi bibirnya sungguh persuasif dan menumbuhkan respek. Amerika dan dunia kagum dan menaruh hormat dengan sikap santun dan persuasi yang ditunjukkan Obama. Ia selalu bicara dengan santun (tidak kasar), persuasif (tidak memaksa), dan menumbuhkan respek (bukan merendahkan) (hal. 17-18). Walaupun buku ini hanya kumpulan pidato-pidato Obama di berbagai tempat, penulis buku ini mampu meramunya dengan apik. Pasalnya, setiap pidato disertai dengan analisis komunikasi politik yang menjadi fokus studinya. Tidak berlebihan jika buku ini layak dimiliki sebagai sebuah arsip pidato Presiden Amerika Serikat yang ke-44, yang suatu saat akan kita wartakan kepada anak cucu kita, bahwa bangsa Amerika pernah memiliki presiden kulit hitam pertama dan pernah hidup di Menteng, Jakarta. Peresensi adalah Benni Setiawan, mahasiswa Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar