Meraih Cita

Meraih Cita

Jumat, 31 Desember 2010

Menguak Jati Diri Manusia



Resensi, Suara Merdeka, 07 Nopember 2010

MENGAPA akhir-akhir ini bangsa Indonesia saling baku hantam dan bunuh? Mengapa bangsa Indonesia yang konon ramah dengan budaya ketimuran melakukan perbuatan biadab seperti itu? Hal ini karena bangsa Indonesia kehilangan -kalau tidak mau disebut tidak mempunyai jati diri.

Buku ini berbicara mengenai jatidiri manusia. Pembahasan mengenai jatidiri ini terutama difokuskan pada jatidiri yang dapat menjadi bahan refleksi setiap orang yang ingin mendalami mengenai dirinya sendiri yang sebenarnya.

Buku ini tidak membicarakan jatidiri manusia dalam pengertian hakikat manusia pada umumnya yang menjadi ciri khas spesies makhluk yang disebut manusia, sebagaimana dimengerti oleh Aristoteles dan aliran-aliran yang berafiliasi dengannya. Pembicaraan mengenai hakikat manusia sebagai spesies tidak menjadi fokus utama buku ini, bukan karena permasalahan mengenai manusia pada umumnya sudah boleh dianggap selesai atau tuntas, tetapi justru sebaliknya.

Permasalahan-permasalahan yang muncul terkait dengan martabat manusia pada umumnya terutama justru disebabkan oleh kaburnya pemahaman mengenai jatidiri masing-masing individu, sehingga pelecehan terhadap manusia lain tidak disadari sebagai pelecehan terhadap martabatnya sendiri.

Bahasan mengenai jatidiri di dalam buku ini berfungsi sebagai tawaran yang diharapkan dapat membantu pembaca untuk memahami orang lain dan terutama diri sendiri, serta menentukan sikap di dalam memaknai hidup masing-masing. Namun, buku ini benar-benar hanya merupakan tawaran bantuan yang tidak dapat menggantikan peran masing-masing pembaca untuk menggali dan mengenali diri sendiri.

Buku ini mencoba memberikan pengertian mengenai jatidiri yang dapat difungsikan secara operasional untuk dijadikan pegangan bagaimana cara memahami diri serta bagaimana membentuknya. Dengan pemahaman ini diharapkan pula pembaca dapat mengidentifikasi letak tanggung jawab terhadap hidupnya, tindakan-tindakannya, serta keputusan-keputusan yang diambilnya dengan menggunakan pertimbangan-pertimbangan untuk memperkembangkan dirinya masing-masing secara optimal.

Bukan Resep
Jadi, buku ini bukanlah resep untuk menemukan jatidiri, tetapi lebih menyajikan titik tolak yang bermartabat untuk refleksi, memahami jatidiri, serta memperkembangkannya secara bertanggung jawab.

Lebih lanjut, P Hardono Hadi menyatakan sungguh ironis, kalau kita menyadari apa yang biasanya terjadi. Kita sudah lama belajar, baik secara formal maupun informal, mengenai berbagai hal macam bidang, tema, topik, dan masalah dengan menginvestasikan sebegitu banyak waktu, uang, dan energi. Tetapi tidak banyak waktu, uang dan energi yang kita tanamkan untuk mempelajari diri kita sendiri, dan sungguh-sungguh berusaha untuk memperlakukan diri sendiri secara adil.

Sekali lagi, hal-hal itu biasanya diandaikan begitu saja di dalam keseharian kita. Kita seharusnya sudah mengenai diri kita sendiri. Tetapi yang seharusnya ini bukannya dijadikan perhatian utama, tetapi malahan dijadikan pengandaian yang tidak pernah diungkap kebenarannya secara tuntas. Karena seharusnya kita sudah mengenal diri sendiri, maka kita andaikan begitu saja dan tidak pernah dibicarakan secara serius dalam pergaulan dan interaksi kita dengan orang lain.

Sungguh ironis bahwa kita mempunyai segudang cerita mengenai hal-hal di luar kita, tetapi, kita menjadi bisu dan bingung kalau diminta untuk mengatakan siapa diri kita yang sesungguhnya. Di sinilah peran filsafat, yaitu untuk membongkar pengandaian-pengandaian yang dianggap tabu dan terlalu angkuh untuk dengan rendah hati mengakui ketidaktahuan kita dan mulai berlajar untuk tahu (halaman 23-24).

Berbalut pendekatan dan teori-teori filsafat buku ini mengajarkan kepada kita betapa pentingnya mengetahui diri kita sendiri. Mengutip Jalaluddin Rumi, penyair sufi kelahiran Afghanistan (1207-1273), jangan melihat ke luar. Lihatlah ke dalam diri sendiri dan carilah itu. Buku ini akan mengantarkan Anda melihat secara jernih siapa diri kita.

Walaupun berujur dengan teori-teori filsafat namun buku ini ringan untuk dibaca dan mudah dipahami. Kemampuan penulis meramu karya-karya filsuf klasik hingga modern menjadikan buku ini pantas dibaca dan direnungkan.

Pada akhirnya, kehadirian buku ini sangat pas di tengah situasi keindonesiaan yang dipenuhi oleh konflik horizontal yang semakin mengganas. Buku ini memberi kesadaran baru arti penting memahami jatidiri sebagai pedoman dan pegangan hidup. Selamat membaca.

(Benni Setiawan-33/CN15)

Pentingnya Etika Bisnis



Resensi, Seputar Indonesia,

Mengapa perusahaan-perusahaan besar hancur dalam waktu relatif singkat dan mengakibatkan gejolak perekonomian yang begitu dahsyat? Jawabannya, perusahaan-perusahaan tersebut tidak menggunakan etika dalam bisnisnya. Padahal etika bisnis merupakan faktor kesuksesan sebuah perusahaan.
Inilah yang hendak dinyatakan William J. Byron dalam buku The Power of Principles ini. Byron menekankan prinsip mengarahkan tindakan pilihan Anda. Dengan tegas ia menyatakan, di tengah menuju perjalanan sukses di dalam bisnis, Anda harus membiarkan prinsip-prinsip Anda memegang kendali (Halaman 12).
Ada sepuluh prinsip dalam menjalankan etika bisnis, pertama, prinsip integritas. Integritas berarti pengertian keutuhan, ketegaran watak, kejujuran, keandalan, dan tanggung jawab. Integritas adalah konsistensi antara standar yang dipeluk dan tindakan yang diambil—terutama ketika tidak dilihat siapa pun. Integritas merupakan dasar dari semua keutamaan bisnis yang lain. Akan terlalu sulit menjalankan bisnis bila orang yang membuat kesepakatan tidak mempunyai integritas. Integritas erat kaitannya dengan kejujuran. Kejujuran merupakan dasar bagi integritas.
Kedua, prinsip kejujuran. Prinsip ini memuat penyampaian kebenaran di dalam semua keadaan; ini juga mencakup akuntabilitas dan transparansi.
Kejujuran berarti mengatakan apa adanya. Kejujuran adalah penuh kesadaran, dan kebenaran selalu membebaskan Anda. Mungkin ada akibat-akibat yang tidak menyenangkan bagi Anda bila Anda mengatakan kebenaran. Tetapi, sebagaimana pepatah mengatakan “kebenaran akan selalu muncul” dan orang yang mengatakan kebenaran akan selalu mendapat tempat untuk berdiri, jiwa untuk berseru, dan pikiran yang damai yang tidak dapat dirampas (Halaman 91).
Ketiga, prinsip kesamaan. Tentu saja, dengan prinsip ini dimaksudkan keadilan, memperlakukan yang sama secara sama, memberikan kepada masing-masing orang yang menjadi haknya. Adil berarti mengakui nilai dasar semua manusia.
Keempat, prinsip martabat manusia. Prinsip dari semua etika ini—personal dan organisasional—mengakui nilai yang melekat pada seseorang. Ini mendorong pengakuan dengan penuh rasa hormat terhadap nilai orang lain justru karena ia adalah manusia.
Prinsip martabat manusia merupakan prinsip paling dasar baik dari etika personal maupun etika sosial. Di dalam budaya perusahaan yang baru, martabat manusia sedang mengalami ujian berat. Di dalam konteks perampingan perusahaan misalnya, para karyawan di semua tingkat diperlakukan seolah-olah mereka adalah onderdil yang dapat dibuang. Dalam banyak kasus, batas dasar dan lembar neraca lebih banyak mendapat perhatian daripada manusia yang kehilangan pekerjaan mereka karena proses “yang ditata ulang” atau “reka ulang” di dalam tempat kerja. Pemberhentian ini harus dilakukan secara bermartabat dan dengan jaminan minimal—uang pesangon, perjanjangan asuransi kesehatan, pelatihan kembali atau bantuan untuk mendapatkan pekerjaan lagi (Halaman 140-141).
Kelima, prinsip partisipasi, dalam hal ini partisipasi di tempat kerja. Prinsip ini menghormati hak orang lain agar tidak diabaikan di tempat kerja atau disingkirkan dari pengambilan keputusan di dalam organisasi.
Setiap manusia di semua tempat kerja mempunyai hak untuk menyampaikan pikirannya di dalam keputusan-keputusan yang menyangkut mata pencahariannya. Ditutupnya pintu bagi semua diskusi berarti ditolaknya juga hormat bagi martabat manusia. Partisipasi di tempat kerja bukannya tidak berhubungan dengan budaya perusahaan dan sikap manajemen tingkat atas.
Keenam, prinsip komitmen. Bahwa seseorang yang mempunyai komitmen dapat diandalkan tanggung jawabnya, sifat dapat dipercaya, kesetiaan, dan kepatuhannya. Bila sifat-sifat ini lenyap dari tempat kerja, akan ada masalah semangat pada sisi produksi, dan ini hampir pasti bahwa kualitas produk dan layanan juga akan hilang.
Ketujuh, prinsip tanggung jawab sosial. ini menunjuk pada kewajiban untuk memperhatikan kepentingan-kepentingan masyarakat yang lebih luas dan untuk memperlakukan masyarakat sebagai salah satu pihak terkait dalam segala hal yang dilakukan oleh perusahaan atau organisasi.
Kedelapan, prinsip kebaikan umum. Ini berlaku sebagai lawan dari individualisme; ini mengaitkan kepentingan personal seseorang dengan kesejahteraan masyarakat. Ini mungkin yang paling sulit di antara semua prinsip untuk disepakati bersama dalam organisasi berkaitan dengan kebaikan umum perusahaan dan kemudian menghubungkan pengertian itu dengan pengertian mengenai kebaikan umum yang lebih luas di luar organisasi.
Kesembilan, prinsip subsidiaritas. Mungkin ini dipahami dalam pengertian penyerahan dan desentralisasi, dengan mempertahankan pembuatan keputusan dekat dengan dasar yang paling rendah. Ini berarti bahwa tidak ada keputusan yang boleh diambil pada tingkat yang lebih tinggi oleh apa yang boleh dibuat sama efektif dan efisiennya pada tingkat yang lebih rendah di dalam organisasi.
Kesepuluh, prinsip etis mengenai cinta. Prinsip ini juga berarti prinsip keyakinan yang diinternalisasikan, yang mendorong kesediaan untuk mengorbankan waktu, kenyamanan seseorang, dan menyumbangkan ide-ide dan barang-barang materinya demi kebaikan orang lain.
Buku ini meminta perhatian terhadap kerja, nurani, karakter, moralitas, kemanusiaan, pengorbanan, dan prinsip. Ini bukanlah suatu pembeberan menyusul skandal-skandal Enron, WorldCom, Adelphi dan skandal-skandal etis lain yang telah membuat bisnis di Amerika babak belur dalam tahun-tahun terakhir. Ini merupakan suatu latihan dalam pemaparan yang dimaksudkan untuk melibatkan pikiran dan nurani mereka yang sekarang, atau akan segera menjadi pengambil keputusan di dalam sistem bisnis.
Penulis sangat berharap bahwa para pembaca buku ini akan menjadi yakin bahwa bila mereka selalu memikirkan etika dalam pekerjaan mereka, mereka akan menyelesaikan lebih banyak hal dengan lebih efisien dan lebih menguntungkan daripada yang sekarang mungkin diduga.

*)Benni Setiawan, Alumnus Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Yogyakarta.

Kiat Sekolah Gratis



Pustaka, Kedaulatan Rakyat, Minggu Wage, 7 November 2010

Siapa bilang kuliah di luar negeri harus mengeluarkan duit banyak? Kita bahkan bisa menyelesaikan kuliah di luar negeri secara gratis. Banyak sekali kesempatan kuliah di mancanegara yang bisa diperoleh melalui beasiswa.
Kemudian bagaimana mendapat kesempatan emas ini? Buku Kuliah Gratis di Luar Negeri ini akan mengantarkan Anda dalam mempelajari seluk beluk memperoleh beasiswa kuliah di luar negeri. Berbagai hal tentang kuliah di luar negeri diurai dengan bernas oleh Reny Y. Reny Y berdasarkan wawancara dengan penerima beasiswa di beberapa negara, memberikan trik dan panduan guna memperoleh kesempatan emas ini.
Buku ini adalah pilihan tepat bagi siapapun yang ingin mendapatkan informasi lengkap tentang kuliah di luar negeri dan tip-tip untuk mendapatkannya. Dengan panduan dari buku ini, kita biasa menyelami kesempatan kita untuk mendapatkan beasiswa kuliah ke Amerika Serikat, Australia, Eropa, Jepang dan Korea, serta Mesir.
Dengan buku ini di tangan, Anda akan mengetahui berbagai kiat jitu untuk mendapatkan beasiswa ke luar negeri. Segera miliki buku ini dan persiapkan diri Anda belajar di negeri seberang. Selamat membaca.

Benni Setiawan, Pembaca buku, tinggal di Sukoharjo.

Minggu, 12 Desember 2010

Solusi Atasi Krisis Iklim

Resensi, Seputar Indonesia, Minggu, 12 December 2010 KRISISiklim bukanlah isapan jempol belaka.Sudah banyak bukti empiris menunjukkan bahwa bumi sudah rusak.Bencana alam banjir dan tanah longsor serta anomali cuaca menerpa berbagai belahan dunia lain. Pilihan untuk menyelamatkan bumi dari kerusakan merupakan sebuah keniscayaan. Tanpa hal demikian, akan banyak generasi mendatang menuntut—untuk tidak menyebut mengutuk—kita sebagai penghuni terdahulu yang tidak mampu bertindak menyelamatkan alam. Inilah pesan yang dapat kita ambil dari buku Our Choicekarya Al Gore.Buku ini membicarakan solusi- solusi dalam menangani krisis iklim. Sang penulis yang juga mantan Wakil Presiden Ke-45 Amerika Serikat itu mengakui telah mengorganisasi dan memoderatori lebih dari 30 Solutions Summits dalam rangka mengatasi krisis iklim. Di samping memimpin pertemuanpertemuan, penulis juga bertemu satu per satu dengan para ahli terkenal seluruh dunia dalam upaya menemukan cara-cara paling efektif mengatasi krisis iklim. Our Choicemerupakan hasil wawasan- wawasan inovatif yang ditawarkan oleh peserta dalam dialog selama bertahun-tahun.Para ahli membantu menyusun sebuah pendekatan segar dan unik yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Hal inilah yang menjadi dasar penulisan buku ini, memilih gambar- gambar, dan memesan ilustrasi- ilustrasi––untuk mengumpulkan di suatu tempat semua solusi yang paling efektif yang sekarang tersedia dan bersama-sama akan mengatasi krisis ini. Hal itu dimaksudkan untuk memberi inspirasi kepada para pembaca untuk bertindak–– tidak hanya secara individual, tetapi juga peserta dalam proses-proses politik yang digunakan semua negara dan dunia secara keseluruhan––untuk menentukan pilihan yang sekarang sudah ada di hadapan kita. Kita dapat mengatasi krisis iklim. Memang akan sulit, tetapi kalau memilih untuk mengatasinya, saya tidak ragu sedikit pun bahwa kita mampu dan akan berhasil. Sungguh, keberhasilan kita di dalam mengubah ekonomi global ke pola rendah karbon akan menghasilkan solusi-solusi yang diperlukan bagi masalah-masalah yang telah dibiarkan memburuh selama berabad-abad. Langkah pertama yang penting untuk solusi tersebut adalah sebagai berikut: kita harus menentukan pilihan.Yang saya maksudkan dengan kita adalah peradaban global kita. Di sanalah letak, sebagaimana disebut Shakespeare,“kesulitannya”— karena tidak masuk akal untuk membayangkan bahwa kita sebagai spesies mampu membuat keputusan kolektif secara sadar. Meskipun begitu, itulah tugas yang sekarang kita hadapi (hlm 12–16). Lebih lanjut, rasa iba dan bantuan terhadap mereka yang telah terlukai oleh dampak-dampak dari krisis global terdahulu merupakan kebutuhan praktis untuk membangun dan meneguhkan konsensus global yang penting bagi tugas berat untuk mengatasi krisis dan menghindarkan dari dampakdampak buruk. Kenyataan penting yang diremehkan oleh mereka yang ingin memusatkan perhatian hanya pada adaptasi adalah bahwa kecuali kalau kita mengambil langkah tegas untuk menghentikan kerusakan lingkungan bumi, adaptasi akan terbukti tidak mungkin sama sekali. Seandainya kita tidak mengambil tindakan tegas, dampakdampak terburuk dari krisis iklim akan semakin nyata dari generasi ke generasi, meningkat dalam kekuatan destruktifnya dari dekade satu ke dekade lain. Tapi kita tidak dapat menunggu kedahsyatan krisis dengan kekuatan penuhnya untuk memobilisasi suatu tanggapan,karena itu akan sudah sangat terlambat untuk menghentikan proses yang telah mulai kita gerakkan. Dalam istilah praktisnya,penyelamatan generasi mendatang harus dimulai sekarang juga. Bahkan sewaktu kita mengulurkan tangan kita kepada mereka dari generasi sekarang yang menderita, kita harus menolak pendapat bahwa penyelamatan ini merupakan sesuatu yang terlalu berlebihan daripada sekadar permulaan dari apa yang harus kita laksanakan (hlm 29–30). Buku ini juga memberi sebuah jawaban yang genuine atas pertanyaan mendasar,bagaimana kita memecahkan krisis iklim ini? Dengan memberi perhatian besar pada polusi yang sebelumnya diabadikan, Amerika Serikat menetapkan insentif yang kuat untuk memulai perubahan historis meninggalkan pembakaran batu baru tanpa menangkap dan menyimpan CO2 yang dikandungnya. Dorongan baru untuk mengubah produksi energi kami dari bahan bakar fosil ke sumber-sumber matahari, angin, dan panas bumi memacu gelombang perbaikan dalam teknologi-teknologi itu dan yang lain yang menghindarkan polusi. “Kami mendapat kejutan yang menyenangkan bahwa begitu banyak dari perubahan-perubahan bukanlah hanya murah, tetapi sebenarnya menguntungkan. Banyak dari industri kami menemukan cara untuk mengubah praktikpraktik yang sia-sia dan menjadi lebih efisien. Para petani, peternak, dan pemilik tanah besar mulai menanam pohon-pohon berjumlah jutaan dan mengubah cara menanam tanaman pangan dan menjalankan peternakan”(hlm 424) Dorongan-dorongan baru untuk mengurangi karbon membuka aliran sumber-sumber daya untuk membiayai penanaman pohon,pertanian organik, pemulihan kesuburan tanah,pembaruan pendidikan— dengan fokus pada anak-anak pe-rempuan dan laki-laki—serta inisiatif- inisiatif layanan kesehatan, dengan tekanan khusus pada layanan kesehatan ibu dan anak yang meningkatkan tingkat kelanjutan hidup anak dan mempercepat perubahan seluruh dunia menuju keluarga- keluarga kecil (hlm 425). Kelebihan lain dari buku yang dicetak secara spesial ini adalah tanggung jawab moral menyelamatkan alam (hutan) dari kerusakan. Buku ini dicetak dengan kertas khusus yang memperoleh pengakuan dari The Foresty Stewardship Council (FSC). Pada akhirnya, buku ini merupakan karya paling otoritatif guna memecahkan krisis iklim yang sedang kita hadapi. Dengan membaca buku ini, Anda akan diajak berpikir sekaligus bertindak untuk menyelamatkan bumi dari kerusakan yang dahsyat. Benni Setiawan, alumnus Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Yogyakarta.

Agar Kuliah Kerja Nyata Berdampak pada Kehidupan Masyarakat

Resensi, Jurnal Nasional, Minggu, 14 Nov 2010 KULIAH Kerja Nyata (KKN) seakan telah menjadi tradisi dalam kurikulum perguruan tinggi. Selain guna memenuhi sistem kredit semester (SKS), KKN merupakan sarana yang tepat untuk "menguji" sejauh mana teori yang diterima oleh mahasiswa berpadu dengan realitas empirik di tengah masyarakat. Namun, tidak semua mahasiswa menyadari arti penting KKN ini. Sering kali KKN hanya dijadikan ajang liburan kuliah, pindah tidur, atau bahkan mencari jodoh. Maka tidak aneh jika program KKN tidak berdampak pada kehidupan masyarakat yang lebih baik. Program pemberdayaan masyarakat sering kali terlewatkan oleh mahasiswa sehingga KKN menjadi gamang dan miskin makna. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku bagi program KKN yang diselenggarakan oleh mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. Kegiatan KKN yang diselenggarakan oleh mahasiswa UGM bertumpu pada realitas empiris di tengah masyarakat. Mahasiswa UGM membaca kebutuhan masyarakat sekitar kemudian menerjemahkannya dalam program kerja KKN. Contohnya, dalam mengatasi kekeringan dengan teknologi tepat guna. Kabupaten Gunung Kidul, DI Yogyakarta merupakan daerah yang sering mengalami krisis air (kekeringan). Setidaknya ada 13 kecamatan yang selalu mengalami kekeringan. Yakni Kecamatan Gedangsari, Patuk, Nglipar, Ngawen, Paliyan, Tepus, Semanu, Rongkop, Girisubo, Panggang, Purwosari, Playen, dan Semin. Saat musim kemarau sumur masyarakat kering. Namun, Gunung Kidul mempunyai potensi sumber air dari dalam goa. Dengan sedikit kecekatan dan kelihaian beberapa mahasiswa, maka dibuatlah pompa air. Akan tetapi, mahasiswa KKN UGM tidak hanya membuat pompa untuk masyarakat, namun juga memberi keterampilan untuk merawatnya. Salah satu usaha untuk membuat suatu program pemberdayaan bersifat berkelanjutan adalah dengan menciptakan sistem. Membantu membuatkan pompa air di tengah-tengah masyarakat yang kekeringan mungkin bisa dilakukan oleh siapa saja, asalkan punya uang. Akan tetapi, tidak untuk kesiapan dan kemandirian masyarakat pascakegiatan. Jika tidak disiapkan bagaimana sistem pengelolaan terhadap alat yang canggih itu, maka keberdayaan masyarakat akan sulit dicapai. Dengan demikian, membantu masyarakat dengan memberikan sesuatu barang yang bersifat produktif, harus diikuti bagaimana melakukan pengelolaan yang baik terhadapnya. Mereka harus diberikan skill (keterampilan), di lingkungan mereka juga harus diciptakan sistem baru supaya sistem dan keahlian masyarakat tersebut siap, jika suatu saat pekerja sosial harus meninggalkan masyarakat tersebut. Inilah yang sering dilupakan dalam proses pemberdayaan, sehingga tidak sedikit program pemberdayaan gagal karena masyarakat tidak siap ditinggalkan oleh pekerja sosialnya (hlm. 41-51). Dalam hal penanganan bencana alam pun demikian. Mahasiswa yang terjun untuk KKN dapat bekerja sejak masa tanggap darurat. Tanggap darurat menjadi salah satu program yang bagus dilakukan secara cepat dalam rangka memenuhi kebutuhan korban bencana yang bersifat darurat. Misalnya, kebutuhan-kebutuhan primer seperti makanan, minuman, pakaian atau tempat tinggal. Maka tugas yang paling utama yang harus dilakukan adalah menerima dan menyalurkan logistik yang terdiri atas sandang, pangan, dan papan kepada masyarakat korban bencana yang membutuhkan bantuan. Dalam menyalurkan logistik, mahasiswa terlebih dahulu melakukan indetifikasi warga yang masih membutuhkan bantuan dan jenis barang yang diperlukan untuk selanjutnya menentukan sasaran pemberian, jenis dan jumlah logistik yang akan diberikan sesuai dengan stok yang dimiliki. Seluruh kegiatan penerimaan dan penyaluran logistik dicatat, sehingga akuntabel. Program pascabencana pun penting untuk disentuh. Seperti program pemulihan ekonomi pascabencana. Program ini bertujuan untuk mengindentifikasi kegiatan-kegiatan ekonomi (mata pencaharian) warga sebelum bencana alam dan menggali potensi-potensi ekonomi yang dapat dikembangkan pascabencana alam. Realisasi program ini adalah berupa penyuluhan pertanian dan peternakan yang diberikan kepada warga yang memiliki mata pencarian bertani dan beternak. Bahkan, di beberapa unit, mahasiswa memberikan bantuan berupa bibit tani dan inseminasi buatan pada ternak sapi. Dalam melaksanakan program ini, mahasiswa banyak mendapat bantuan dari Fakultas Pertanian dan Fakultas Peternakan UGM (hlm. 77-112). Buku ini juga menyuguhkan beberapa program pemberdayaan yang patut ditiru, seperti wajib belajar sembilan tahun, pemberantasan buta aksara dalam pemberdayaan masyarakat, pengembangan desa wisata melalui sistem informasi geografis berbasis web, pemetaan dan pemberdayaan usaha mikro kecil dan menengah berbasis biogas, serta pemberdayaan politik dalam pemilu. Kesemuanya berangkat dari potensi yang ada di dalam masyarakat dan dilakukan secara berkesinambungan. Pada akhirnya, buku ini merupakan rekam kegiatan KKN kampus UGM yang selalu menekankan pada pola pemberdayaan masyarakat. Harapannya, ada banyak pelajaran yang bisa dipetik oleh kalangan akademisi atau masyarakat pada umumnya dari praktik terbaik (best practice) yang diulas dalam buku ini. *** Data Buku Judul: Belajar dari Masyarakat, Best Practices Program Kuliah Kerja Nyata Pembelajaran Pemberdayaan Masyarakat LPPM UGM Editor: Dr drh Joko Prastowo, MSi Penerbit: Samudra Biru, Yogyakarta Cetakan: I, Juni 2010 Tebal: x + 142 halaman ISBN: 978-602-96516-0-7 Harga: Rp26.000 *** *)Benni Setiawan, penulis dan pembaca buku, tinggal di Sukoharjo. http://www.jurnalnasional.com/show/newspaper?rubrik=Pustaka&berita=149248&pagecomment=1