09 Maret 2010 | |
IDEsangat berkuasa,tetapi ide merupakan sesuatu yang ìhalusî dan abstrak. Pada awal buku Fyodor Dostoevsky,Crime and Punishment, pemuda Raskolnikov ditemukan lagi bermalas-malasan hanya masuk untuk merapikan barangbarang; sebuah flat dari seorang bujang yang dilanda kemiskinan.
Ia bertanya kepada Raskolnikov apa yang tengah dilakukannya.Raskolnikov menjawab bahwa ia lagi bekerja. Menjawab tatapan wajah pelayan yang kurang percaya, ia menjelaskan bahwa ia lagi berpikir. Pelayan tertawa. Namun,kemampuan kita untuk berpikir membedakan kita dari hewan lain. Berpikir adalah satu bentuk pekerjaan, dan ide yang dimiliki manusia sepanjang zaman, telah mengubah cara hidup kita.Ide merupakan alat yang sangat ampuh. Sejarah filsafat, ìcinta kebijaksanaanî, bercerita tentang berpikir jelas. Ini mencakup tiga pertanyaan dasar sejak mula peradaban manusia: terbuat dari apakah alam semesta?
Apa makna kehidupan? Bagaimana kita harus hidup? (halaman 6-7). Begitu pentingnya aktivitas berpikir dalam kehidupan umat manusia dirumuskan secara apik oleh filsuf besar Descartes. Descartes berbicara tentang ide yang jelas dan membedakan ide sebagai konsep batin dalam benak yang hanya dapat disimpulkan oleh rasio, tetapi dapat dikonfirmasikan dengan observasi dan pengalaman indra. Yang paling besar daripadanya adalah cogito atau diri yang berpikir. Descartes menyajikan pokok filsafat dalam Meditations on First Principles. Buku Meditations memuat enam meditasi, masingmasing butuh waktu satu hari.Gaya tulisannya tidak biasa, berdasarkan latihan devosi dan spiritual zaman itu.
Descartes ingin mendapat pengetahuan yang pasti dan tertentu; informasi yang berasal dari indra dapat mengecoh walau informasi itu secara normal dapat dipercaya. Misalnya, kita dapat berhalusinasi. Descartes mempraktikan satu skeptisisme radikal, dan meragukan segala sesuatu. Satu hal pasti yang ia temukan adalah cogito. Inilah diri yang berpikir, ìakuî dalam benak saya. Ia mengakhiri dengan satu kepastian cogito ergo sum (Aku berpikir maka aku ada). Ia menghubungkan hal ini dengan iman kepada Allah yang baik, yang tidak akan menempatkannya dalam tatanan ciptaan yang akan menipu, prinsip matematika juga merupakan pedoman yang dapat dipercaya, dan observasi indra pada umumnya juga dapat dipercaya.
Descartes kembali pada argumen ontologi Anselmus. Baginya, Tuhan harus ada karena ide realitas yang tidak terbatas sudah tertanam dalam benaknya yang terbatas. Itu bukannya sesuatu yang dapat ia konsepkan, jika itu tidak benar-benar riil.Paham ini terkenal dengan nama lingkaranCartesius(darinamaLatin Descartes, yaitu Cartesius), karena merupakan satu argumen yang melingkar (berputar-putar). Dualisme Cartesius adalah paham bahwa jiwa dan badan terpisah secara radikal dan bahwa jiwa adalah substansi yang paling riil dan kekal.
Paham ini disanggah ka-rena banyak menimbulkan masa-lah, seperti kerusakan lingkungan bahkan kehilangan selera, melecehkan badan mengutamakan intelek. Namun, Descartes jauh lebih rumit lagi karena ia mengklaim bahwa jiwa dan badan,walau merupakan dua hal yang sama sekali terpisah, digabungkan satu sama lain dalam satu kesatuan yang luhur dalam manusia yang hidup dan bernapas. Manusia adalah satu kesatuan jiwa-badan (halaman 106-107).
Rumusan lain ide,kita dapatkan dari Plato.Plato berbicara mengenai gua dalam Republik.Ia membayangkan bahwa manusia dirantai dalam gua, wajah mereka diarahkan ke dinding di mana mereka melihat bayangan yang terpantul oleh sinar mereka. Mereka tidak mengetahui sesuatu yang lain dan berpikir bahwa bayangan itu adalah realitas.Pada suatuhari,salahseoranglolosdanberbalik menghadapi cahaya matahari; ia berlari keluar untuk melihat realitas untuk pertama kalinya. Plato berpendapat bahwa pada umumnya hidup dalam bayangan, tidak tercerahkan. Manusia yang bijaksana menanggapi bahwa ada bentuk ideal di balik penampilan hidup yang berubah-ubah.
Cahaya terang adalah cahaya rasio yang dapat kita temukan dalam jiwa kita yang tidak dapat mati. Aktivitas berpikir dengan demikian merupakan pekerjaan mulia dalam lintasan sejarah.Dengan berpikir, manusia menyadari segala potensinya dan dapat terbebas dari belenggu ketidakberdayaan. Berpikir, merenung, menelorkan ide-ide merupakan hal yang membedakan manusia dengan makhluk lain. Ide-ide yang dimiliki manusia sepanjang zaman pun telah mengubah cara hidup kita.(*)
Benni Setiawan,Mahasiswa Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Yogyakarta. |
Meraih Cita
Sabtu, 13 Maret 2010
Menelusuri Sejarah Ide-Ide
Seputar Indonesia,
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar