Meraih Cita

Meraih Cita

Minggu, 21 April 2013

Memahami Hubungan Islam-Kristen

Oleh Benni Setiawan

Pustaka, Kedaulatan Rakyat, Minggu, Kliwon, 21 April 2013



Judul : Sejarah Perjumpaan Islam-Kristen. Titik Temu dan Titik Seteru Dua Komunitas Agama Terbesar di Dunia
Penulis : Hugh Goddard
Penerbit: Serambi, Jakarta
Cetakan : Januari, 2013
Tebal : 402 Halaman


Dalam bingkai sejarah dunia, hubungan Islam-Kristen menorehkan catatan yang panjang dan menyakitkan. Keduanya lahir dan berkembang di Timur Tengah. Namun, dalam perkembangan berikutnya, keduanya merambah dan menanamkan pengaruh ke pelbagai penjuru dunia; Kristen di Eropa dan Amerika, sementara Islam di Afrika dan Asia. Selama dua abad terakhir, sebagai akibat dari hubungan dagang, migrasi, itu berkembang semakin mendunia. Kini, hanya segelintir kawasan dunia yang tidak dihuni oleh kaum Kristen dan kaum Muslim meskipun dalam proporsi sangat berbeda.

Relasi Islam-Kristen dalam proses kesejarahan yang panjang itu dipotret secara ilmiah oleh Hugh Goddard dalam buku Sejarah Perjumpaan Islam-Kristen. Titik Temu dan Titik Seteru Dua Komunitas AgamaTerbesar di Dunia ini.

Hugh menyatakan bahwasanya hubungan Islam-Kristen pernah mesra di awal abad ketujuh masehi. Hal itu terkait dengan penafsiran pada Kitab Perjanjian Lama. “Tafsiran pemersatu” ini muncul dari cerita Ibrahim/Abraham yang melahirkan Ismail dari istri Siti Hajar/Hagar. Kemunculan Ismail sebagai bagian dari komunitas muslim ini menjadi bukti kebenaran Kitab Perjanjian Lama.

Namun, dalam perkembangannya, kesamaan pandangan ini kian luntur. Hal ini disebabkan beberapa hal, pertama, sejak 756/138, muncul kekhalifahan Bani Umayyah di Spanyol sehingga agenda Harun al-Rasyid untuk membina hubungan baik dengan bangsa Franka kemungkinan dimaksudkan agar mendapat dukungan mereka untuk melawan Umayyah. Kedua, fakta bahwa pertikaian di antara kaum muslimin di Spanyol mendorong beberapa raja Muslim meminta bantuan kepada Karolus Agung pada 777/160 untuk melawan pesaing muslim mereka. Karolus Agung meresponsnya dengan mengirimkan pasukan ke Spanyol untuk membantu mereka. Namun, ketika kembali di Prancis, pasukan belakangnya diserang dan dibantai. Insiden inilah yang beberapa abad kemudian mengilhami penulisan epik The Song of Roland, tentang heroism pemimpin pasukan belakang ketika diserang oleh kaum muslimin. Tetapi, penting untuk dicatat bahwa dalam kejadian yang sebenarnya, bukan dalam epik, para penyerang itu bukanlah kaum muslimin, melainkan bangsa Basque (hal. 157-158).

Lebih lanjut, pandangan yang sangat negative terhadap Islam itu dipicu oleh suatu gerakan Kristen yang disebut “Gerakan Kemartiran Spanyol”, yang selama dasawarsa 850-860/235-246 membentuk apa yang disebut pandangan apokaliptik terhadap Islam.

Namun, kini Islam-Kristen sudah mulai menampakkan wajah sejuknya. Islam-Kristen sudah menjalin dialog dan kerjasama. Bertemunya Islam-Kristen ini tentu tak lepas dari peran Konsili Vatikan II. Konsili itu juga mengajak umat Kristen dan kaum muslimin untuk melupakan masa lalu dan berusaha dengan tulus untuk saling memahami satu sama lain.

Buku ini memberikan pemahaman yang lebih baik mengenai hubungan Islam-Kristen pada masa silam. Dengan mendedah masa lalu itu, Hugh berharap keduanya mampu meningkatkan sikap saling memahami pada masa sekarang dan mempercayai jalinan kerja sama antara keduanya di masa depan, bukan malah memicu konflik yang lebih besar.

*)Benni Setiawan, Pegiat Karangmalang C15 Universitas Negeri Yogyakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar