Meraih Cita

Meraih Cita

Minggu, 17 Juli 2011

Mendalami pemikiran Habermas



Solo Pos, Edisi: Minggu, 17 Juli 2011, Halaman : IV

Jurgen Habermas. Siapa yang tak mengenalnya? Ia seorang tokoh pembaru dari Mazhab Frankfurt, Jerman, sebuah aliran pemikiran yang digawangi oleh Max Horkheimer, Theodor Adorno, dan Herbert Marcuse.
Tidak hanya itu, Habermas merupakan “pendobrak kebuntuan” berfikir ala Mazhab Frankfurt.

Kecermelangan filsuf Jerman kontemporer ini semakin tampak ketika ia pindah dari Universitas Frankfurt ke Max Planck Institute di Starnberg dan menulis karya besar berjudul Theorie des kommunikativen Handelns (diterjemahkan dalam bahasa Inggris The Theory of Communicative Action).

Buku yang dikemas dalam dua jilid ini berisi argumen-argumen yang sulit. Terlebih lagi saat Habermas mengasyikkan diri dengan abstraksi filosofis yang berasal dari tradisinya sendiri, yaitu tradisi esoteris Jerman. Maka, sudah jelaslah bahwa kita akan melalui masa-masa sulit dalam memahami karyanya. Dan untuk menghindari kegetiran yang tidak semestinya dirasakan, ada baiknya bagi orang-orang yang tidak bernyali untuk menyerah sekarang juga.

Namun demikian, melalui karya ini Habermas secara brilian mendialogkan teori kritisnya yang disebut “Teori Tindak Kritis” dengan tradisi besar ilmu-ilmu sosial modern. Dalam pandangan Michael Pusey, penulis buku ini, teori kritis mengharuskan adanya pengubahan susunan secara menyeluruh yang akan menyelamatkan dari ‘jalan buntunya dalam filsafat kesadaran’. Restrukturisasi ini sama artinya dengan keseluruhan perubahan paradigma yang memisahkan permasalahan utamanya—mengenai rasionalisasi negatif versus rasionalisasi positif—dari paradigma Hegelian—kirinya dan menempatkannya ke dalam konteks sosiologis yang lebih klasik.

Teori sosial yang diubah susunannya ini diharapkan mampu memberikan penjelasan mendasar secara menyeluruh tentang bagaimana masyarakat menanggung bentuk dan karakternya yang sekarang. Lebih spesifik lagi, teori Habermas menawarkan rekonstruksi secara bertahap terhadap proses rasionalisasi, jalur perkembangannya yang bertentangan dengan standar normatifnya sendiri dari ‘rasionalitas komunikatif’. Asal-usul, korelasi, dan pengungkapan dari standar ini dieksplorasi dalam penelitian yang terperinci mengenai psikologi perkembangan, evolusi sosial, sejarah ide, susunan politik dari masyarakat modern, serta dieksplorasi juga dalam permasalahan-permasalahan modernitas.

Landasan filosofis

Dalam buku Habermas, Dasar dan Konteks Pemikiran ini, dosen senior bidang Sosiologi di University of New South Wales, Sydney, Australia ini, mencoba mengarahkan para pembaca pada landasan-landasan filosofis dan maksud kritis dari karya Habermas. Namun, masih ada kebutuhan untuk mempertimbangkan unsur-unsur pokok lainnya secara khusus dan terperinci, tidak saja karena Habermas mengaitkan argumen-argumennya dengan erat pada gabungan pemikiran dari penulis-penulis lain, tetapi juga karena proyeknya ini mencakup beberapa bidang yang berbeda secara bersamaan.

Habermas menawarkan ‘cara ketiga’yang mempersatukan sisa-sisa kreatif dari teori masyarakat liberal maupun marxis menjadi sebuah teori sosial yang baru dan kritis. Dalam banyak hal, Habermas memosisikan diri di tengah hal-hal tersebut dan karenanya ia harus melihat posisi mana yang lebih kuat sehingga ia sering menuai kecaman dari orang-orang yang awalnya benar-benar memahami, kemudian menolak, keyakinan-keyakinan terdalam kita. Tidak ada yang mengejutkan dari meluasnya dan menghebatnya kontroversi yang telah ditimbulkan oleh Habermas. Banyak pengritik dalam perspektif ini dan yang berlawanan telah menekan Habermas untuk melakukan perubahan dan perbaikan yang berguna dan terkadang yang penting dilakukan.

Habermas telah memberikan upaya yang sangat besar untuk mengakarkan pandangannya mengenai modernitas pada proses historis dunia dari rasionalisasi. Tujuannya adalah selalu untuk mengajak kita menilai kembali situasi modern kita sebagai suatu perkembangan yang berat sebelah dan untuk membantu kita mengenali jejak-jejak alur perkembangan yang terhalang lainnya yang selama ini telah ditindas dalam “bentuk kasar”nya.

Lebih lanjut, kelebihan buku ini, terletak pada kemampuan penulis mereferensikan tahapan-tahapan dalam membaca Habermas. Mulai tahap pembaca pemula, pembaca yang tertarik pada kajian hermeneutika filosofis, pembaca yang senang dengan kajian sosiologi politik, hingga pembaca yang ingin tahu konteks dari konsep pertama Habermas. Hal ini menunjukkan bahwa penulis melalui pergulatan intelektualnya memang mengerti secara detail karya Habermas.

Pada akhirnya, tulisan-tulisan Habermas dikenal karena sulitnya dicerna. Namun, Profesor Michael Pusey mampu memaparkan pokok-pokok pemikirannya terlihat gamblang tanpa mengurangi kekayaan makna dari konsep tersebut. -

Oleh : Benni Setiawan, Alumnus Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Jogja

Tidak ada komentar:

Posting Komentar