Meraih Cita

Meraih Cita

Minggu, 27 Februari 2011

Menilik Sejarah Jepang Abad ke-12



Judul : The Heike Story, Kisah Epik Jepang Abad ke-12
Penulis : Eiji Yoshikawa
Penerjemah : Antie Nugrahani
Penerbit : Zahir Books, Jakarta
Cetakan : I, Juni 2010
Tebal : 750 halaman
ISBN : 978-602-97066-0-4

Menyebut Jepang, tentu kita akan terbayang negeri maju dengan peradaban Timur yang memesona. Jepang menjadi kekuatan perekonomian di Asia bersama China dan India. Selain unggul dalam teknologi, Jepang juga dikenal sebagai Negeri Samurai.
Mengapa sebutan ini muncul untuk Jepang? Hal ini karena sejarah Jepang tidak dapat dipisahkan dari samurai. Samurai menjadi saksi bisu betapa perebutan kekuasaan selalu diwarnai dengan pertumpahan darah. Samurai juga merupakan simbol kejantanan masyarakat Jepang.
Sejarah Jepang dan samurai diurai apik oleh Eiji Yoshikawa dalam novel fiksi sejarah berjudull The Heike Story ini. Novel ini bercerita tentang kedigdayaan Heike Kiyomori selama masa penuh gejolak, yaitu pada abad ke-12.
Dikisahkan pada masa itu Kyoto adalah sebuah kota besar yang dirongrong oleh kriminalitas, gejolak masyarakat, dan nafsu angkara murka. Kaum bangsawan menindas rakyat jelata, sementara para biksu Budha bersenjata menyebarkan teror pada istana dan semua orang.
Para bangsawan, bagaimanapun, mengamati pertumbuhan kekayaan dan kekuatan para samurai dengan waspada. Tidak bisa disangkal lagi bahwa bahaya yang mengancam orde penguasa saat inilah yang menjadikan perubahan tersebut tidak terhindarkan, dan bahwa para bangsawan harus meminta perlindungan kepada samurai, karena tubuh kekaisaran sendiri sedang mendapatkan rongrongan dari luar maupun dalam. Pengaruh perdamaian terakhir antara Toba dan putranya. Sutoku, telah hilang bersama kepergian Nyonya Taikenmon ke biara, dan perseteruan antara kedua mantan kaisar tersebut semakin terbuka.
Kalangan istana meramalkan adanya perebutan kekuasaan. Sejumlah faksi telah memecah belah istana, dan berbagai persengkongkolan dan intrik susul menyusul dengan cepat. Para pendeta bersenjata dari Gunung Hieki dan Nara turut memperkeruh suasana dengan ancaman mereka untuk meledakkan perang saudara jika tuntutnan mereka pada istana tidak dikabulkan. Heike Tadamori dan Heike Kiyomori, juga Genji Tameyoshi ditugaskan untuk meredakan perlawanan para biksu dan mempertahankan istana (hal 149).
Di tengah keputusasaan, Kaisar menggalang dukungan dari keluarga Heike dan Minamoto untuk meredakan kemelut di ibu kota. Walaupun berhasil dalam menjalankan tugas tersebut, hubungan antara kedua keluarga samurai itu berujung pada pertikaian yang menjerumuskan Jepang ke dalam perang saudara selama seabad penuh.
Dari berbagai sumber yang membahas tentang periode itu, Heike Monogatori (Hikayat Heike), sebuah kisah epik yang menggambarkan keadaan pada awal abad ke-13, tidak lama setelah tumbangnya Heike, bertahan sebagai sebuah dokumen yang penting bagi sejarah dan salah satu karya sastra besar masa itu.
Tidak diragukan lagi bahwa kejatuhan Heike berkesan begitu mendalam di hati setiap penduduk Jepang karena puisi panjang yang menceritakan tentang akhir tragis klan Heike itu dinyanyikan di berbagai sudut negeri oleh para penyanyi balada yang tampil dengan kecapi mereka. Dan hingga berabad-abad sejak pertama kali dilantunkan, lagu itu menjadi salah satu romansa kesukuan penduduk Jepang, yang menjadikan para pahlawan di dalamnya sebagai idola.
Kendati dikenal sebagai seorang pria yang lemah lembut dan berwawasan luas, sepak terjangnya meninggalkan jejak berdarah. Perubahan dramatis nasib Kiyomorilah yang menjadi inti dari novel epik ini.
Novel ini merupakan versi terjemahan modern dari sebuah kisah klasik Jepang. Atmosfer yang eksotis, kekuatan narasi, keindahan tutur kata, dan kelirisannya akan memikat para pembaca buku ini.
Novel ini juga merupakan sebuah karya berharga. Pasalnya, novel ini bercerita tentang sejarah Jepang dengan gaya sastra. Kelebihan penulisan sejarah dengan karya sastra adalah setiap orang tidak merasa bosan dengan alur pembahasan sebagaimana penulisan sejarah dalam narasi teks.
Sebagai sebuah karya sastra, tentunya novel ini dibumbui dengan dramatisasi agar pembaca tidak merasa bosa. Namun, data yang dikumpulkan oleh Yoshikawa cukup kaya, sehingga pembacaan terhadap sejarah Jepang menjadi semakin menarik dan penuh inspirasi.
Pada akhirnya, jika Anda ingin mengetahui sejarah Jepang abad ke-12 yang cukup memengaruhi kehidupan masyarakat Negeri Matahari Terbit, novel yang ditulis oleh Yoshikawa ini sangat membantu. Selamat membaca.

*) Benni Setiawan, Pembaca buku, tinggal di Sukoharjo, Jawa Tengah.
http://analisisnews.com/analisis/resensi-buku
Sabtu, 26 Februari 2011 17:15

Tidak ada komentar:

Posting Komentar