Meraih Cita

Meraih Cita

Minggu, 19 April 2015

Menjadi Terdepan dan Terbesar

Oleh Benni Setiawan

Resensi Buku Koran Sindo, 19 April 2015


Hanya satu di antara tiga dari pekerja yang benar-benar bekerja. Mereka hadir, being present baik secara fisik, mental maupun intelektual.

Mereka terlibat secara penuh di dalam pekerjaannya. Dan, satu di antara lima orang yang digaji oleh perseroan, bekerja berseberangan dengan apa yang ingin dicapai perseroan.

Temuan Gallup Management itu menjadi bukti nyata, betapa tidak banyak pekerja yang mampu mengolah potensi menjadi kekuatan mengembangkan perseroan.

Mereka hanya sekadar menjadi pekerja dan penggembira di dalam sebuah perseroan. Ironisnya, realitas yang sering kita temui di dalam kehidupan kerja adalah sebagian besar perseroan tidak merumuskan business purpose dengan cermat. Sebagian besar deklarasinya hanya terkesan dibuat untuk memenuhi tuntutan formalitas, jika tidak mau dikatakan lips service .

Meningkatkan Kualitas

Masalah inilah yang menjadi fokus kerja Hendrik Lim dalam buku Happy Work, Happy Life. Mengintegrasikan Engagement ke dalam Strategi Bisnis untuk Menciptakan Terobosan Kinerja dan Kepuasan Kerja ini. Sebagai seorang praktisi bisnis entrepreneurship dan seorang yang pernah menduduki Presiden Director ia ingin membagi ilmu dan pengalaman guna meningkatkan kualitas perseroan melalui engagement. Mengapa engagement?

Hendrik Lim mendasarkan pada hasil penelitian yang menyatakan bahwa jika perseroan sanggup mengengage pekerjanya, maka ia akan tumbuh 2.5 kali lipat. Tidak hanya itu, jika perseroan tersebut, selaian engagement, juga melakukan upaya enablement, grow rate kinerjanya, bahkan bisa mencapai 4.5 kali lipat.

Di dalam dunia kerja engaged employee berarti seseorang yang penuh terlibat, senang, dan antusias atas apa yang ia kerjakan. Ia bersedia dan atas kemauannya sendiri (diskretif) melakukan berbagai hal-hal jauh di luar batas kewajiban standar formal semata untuk kepentingan dan kemajuan organisasi. Pemicu peningkatan kinerja organisasi dan daya saing perseroan telah berubah. Siapa pun yang ingin berlaga dan menang di dunia bisnis, wajib menyesuaikan strategi dan teknik pendekatannya dalam upaya mencapai sasaran-sasaran strategisnya tersebut.

Suasana Senang

Perseroan yang bisa merancang iklim yang fun, exciting dan menantang, akan membuat suasana kerja menjadi riang. Orang menjadi senang dalam bekerja, lebih banyak tersenyum dan punya hubungan industrial yang hangat. Dan di sinilah intinya, ketika kita merasa senang, maka kemampuan berpikir kreatif kita terbuka paling lebar. Ketika kita senang, kita menjadi amat kreatif.

Semua ide-ide akan mengalir dengan sendirinya. Ia seperti air terjun yang otomatis mengalir lancar. Namun, hal yang sebaliknya akan terjadi, jika suasana kerja itu monoton, membosankan apalagi suasananya tegang dan tidak tenang. Maka kemampuan berpikir kreatif kita akan tersumbat seperti sebuah saluran yang ”mampet”. Tidak ada hasil kreatif yang bisa mengalir keluar dalam suasana kerja seperti itu (halaman 18-19).

Pada prinsipnya, engagement bukanlah suatu event atau program tambahan. Ia tidak bisa ditempatkan sebagai suatu auxiliary program. Tetapi engagement haruslah embedded di dalam strategi dan kultur perseroan. Engagement harus menjadi suatu strategi leadership untuk menyukseskan strategi bisnis (halaman 92). Sebagian besar perseroan tidak memanen hasil transformasi karena ada diskrepensi di dalam konsep dan implementasi. Ada gap antara the way we think and feel terhadap the way we do. Di sinilah engagement menjadi semacam kunci menyesuaikan dan mencocokkan hal itu.

Alat Pendongkrak

Dengan engagement, perseroan akan punya leverage competitiveness yang makin hebat. Dengan demikian ia bisa sustain dalam alam kompetisi, apalagi kini dalam kompetisi pasar global yang makin terintegrasi. Tidak hanya sustain, tetapi juga surplus. Engagement memungkinkan setiap orang bisa mengeluarkan semua hal-hal terbaik, bakat, kemampuan, keahlian yang selama ini tersimpan dan menyalurkannya ke dalam kinerja.

Dengan pendekatan yang integral tersebut, engagement kini bukan lagi sebuah buzzword semata. Ia bisa menjadi alat pendongkrak market value perseroan yang amat hebat (halaman 306- 307). Buku ini seakan menyadarkan kepada kita betapa banyak perseroan yang belum mampu survive bukan karena ketiadaan modal. Namun, mereka belum mampu mengolah dan mengelola pekerja menjadi kekuatan.

Sebagaimana buku Hendrik Lim sebelumnya (Adaptif, Besar, Gesit, ABG, dan Business Owner Selling Spirit & Strategy, BOSS ), karya ini bukan sekadar mengelaborasi potensi. Namun, juga mendesain sebuah strategi dan metodologi agar sebuah perseroan mampu menciptakan sebuah lompatan besar dan menjadi yang terbesar dan terdepan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar