Meraih Cita

Meraih Cita

Selasa, 22 April 2014

Merentang Kota Kemenangan

Oleh Benni Setiawan

"Resensi", Radar Surabaya, Minggu, 20 April 2014.

Judul : Kairo Kota Kemenangan
Penulis : Max Rodenbeck
Penerbit: Alvabet, Jakarta
Cetakan : November 2013
Tebal : xxiv + 475 halaman

Kairo, sebuah anugerah bagi rakyat Mesir. Walaupun kini kondisi negara itu sedang bergolak, Kairo masih saja memikat. Setidaknya dalam kajian tentang sejarah dan kehidupan masyarakatnya.

Kairo atau al-Qahirah berarti kemenangan. Sebutan ini disematkan oleh para penakluk Arab. Sejarah penaklukan yang panjang—mulai dari Fir’aun hingga Napoleon Bonaparte--inilah yang kemudian semakin menguatkan posisi Kairo sebagai sebuah peradaban yang agung.

Selain itu, kelebihan Kairo terletak dipesonanya. Tidak seperti banyak ibu kota negara Dunia Ketiga, Kairo memiliki kedalaman untuk menciptakan modenya sendiri. Ia memancarkan irama dan bahasanya sendiri ke seluruh dunia. Kaset azan yang terdengar di pedesaan di Jawa kemungkinan besar direkam salah satu pembaca al-Qur’an yang merdu dari Kairo. Musik yang berkumandang di tengah panasnya Kasbah Maroko mungkin berasal dari kota ini, begitu pula opera sabun ditayangkan melalui satelit yang memikat harem milyader Kuwait yang ber-AC.

Megapolitan
Ketika orang Arab membayangkan Kairo, mereka memikirkan sebagai gudang dunia Arab; pusat universitas terhebat di dunia, perpustakaan terbesar, surat kabar beroplah terbanyak, budaya pop yang paling bersemangat—dan bahkan pasar Unta tersibuk di dunia Arab. Jutaan pelancong Arab yang datang setiap tahun mengabaikan warisan kuno Kairo. Mereka langsung menuju teater, bioskop, dan perpustakaan, ke kasino judi yang megah dan kelap malam yang gemerlap. Mereka mengunjungi kafe untuk mendengarkan obrolan slang warga Kairo dan mendengarkan lelucon terbaru. Mereka memenuhi gedung konser untuk lantunan musik Timur klasik paling merdu dan menyerbu gerai jajanan yang memainkan lagu rap Arab paling keren. Mereka berdatangan karena walaupun sudah tua, Kairo masih menarik bakat terbaik dalam dunia seni Arab (Halaman 25-26).

Sentuhan Islam
Max Rodenbeck, seorang jurnalis yang menghabiskan sebagian besar hidupnya di Kairo, menggambarkan pasang surut perkembangan dan pertumbuhan Kairo. Ia tidak hanya menyajikan realitas kehidupan Kairo yang dipengaruhi dunia Arab. Namun, dengan konsistensi ia juga menyebut kehebatan kota Kairo tak pernah lepas dari sentuhan ajaran Islam.

Hal tersebut tergambar dalam, ketika ditanya tentang kesehatannya, warga Kairo tidak pernah lali menjawab, “Alhamdulillah”—segala puji milik Allah. Jika ditanya apakah bus nomor 66 akan berhenti di al-Azhar, kemungkinan besar mereka akan menjawab, “Insya Allah”—jika Allah mengizinkan. Dengan demikian, mereka menghormati kata-kata ini yang tercantum dalam Surat al-Kahfi ayat 23-24.

“Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan terhadap sesuatu: ‘Sesungguhnya aku akan mengerjakan itu besok pagi, kecuali (dengan menyebut); Insya Allah (halaman 296).
Lebih lanjut, Max Rodenbeck, melalui buku ingin seakan mengkaji Kairo dari A sampai Z. Kehidupan religius, glamor, dan peperangan seakan menjadikan Kairo sebagai tempat bermukim banyak orang dengan ragam kekhasan yang berbeda.

Buku ini sungguh memikat. Pasalnya, tidak hanya disajikan dalam narasi sejarah yang runtut. Namun, penggambaran data sejarah begitu hidup dan memantik semangat ingin tahu kehidupan “jalanan” di Kairo. Inilah pencapaian luar biasa pria yang sudah menulis untuk majalah The Economist sejak tahun 1989 ini.

Kairo dalam buku ini benar menjadi kota kemenangan. Kota dengan sejuta satu cerita yang menarik. Sebuah kota yang tidak hanya menginspirasi kehidupan dunia muslim, namun juga dunia Eropa. Sebuah karya yang sayang untuk dilewatkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar