Meraih Cita

Meraih Cita

Minggu, 24 Juni 2012

Catatan Kegelisahan Benny




Resensi Seputar Indonesia, Sunday, 24 June 2012

Korupsi seakan menjadi kata terpopuler saat ini. Ia kerap disebut oleh masyarakat dan media, baik elektronik maupun cetak. Di tengah garangnya praktik korupsi, Benny K Harman pun menyorotinya. Sebuah kegelisahan?

Tingginya intensitas penyebutan kata ini pun berbanding lurus dengan tindak pidananya. Pejabat publik seakan berlomba menjadi juara korupsi.Tidak hanya pejabat laki-laki,namun para perempuan pun menjadi bagian dari perilaku terkutuk tersebut. Hal ini terbukti dengan mendekamnya empat perempuan di rumah tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mereka adalah Angelina Sondakh (anggota Komisi III DPR RI),Miranda S Gultom (man-tan Deputi Senior Bank Indonesia),Mindo Rosalia Manulang(bekas anak buah Muhammad Nazaruddin), dan Neneng Sri Wahyuni (istri Muhammad Nazaruddin).

Perempuanperempuan sosialita tersebut kini sedang meratapi nasibnya di balik jeruji besi akibat perbuatannya. Masifnya perampokan uang negara ini membuat gerah Benny K Harman.Benny yang mendapat amanat mewakili suara rakyat dari Flores,Lembata,dan Alor Nusa Tenggara Timur (NTT) dan pernah duduk sebagai Ketua Komisi III (Bidang Hukum dan Hak Asasi Manu-sia) ini merasa terpanggil un-tuk turut bertanggung jawab terhadap masalah kronis bang-sa (korupsi).

Dua Sisi

Melalui buku Negeri Mafia Republik Koruptor, Mengugat Peran DPR Reformasi ini Benny mengemukakan betapa korupsi memusat—untuk tidak menyebut merata—di kekuasaan pemerintahan, baik eksekutif, legislatif, maupun yudikatif. Baginya, korupsi menimbulkan dampak yang cenderung meluas.Korupsi bukan saja berdampak pada membusuknya sistem demokrasi dan rule of law,tetapi juga merusak sendi-sendi dan tatanan kehidupan masyarakat,persaingan yang sehat dan terus bertahannya ekonomi biaya tinggi.

Korupsi telah menimbulkan politik biaya tinggi,menghambat program mengentaskan kemiskinan, melemahkan kewajiban pemerintah untuk memenuhi hak-hak asasi manusia terutama hak-hak ekonomi dan sosial masyarakat terutama kaum miskin. Pembahasan buku ini berangkat dari dua sisi yang berbeda tetapi sekaligus saling melengkapi. Di satu sisi, berangkat dari keprihatinan publik atas KKN dan dengan itu membangkitkan harapan partisipasi dalam penghapusan atau penekanan tingkat korupsi.

Sementara di sisi lain, berdasarkan pada peran DPR dalam pembangunan dan pengoperasian sistem pemberantasan korupsi. Pandangan politik hukum dan produk legislasi menggambarkan kehendak dan realisasi DPR bagi pembangunan sistem pemberantasan korupsi. Sebaliknya pendapat dan komentar kritis, pengaduan, desakan atau pun protes menggambarkan keprihatinan dan partisipasi publik,agar pemberantasan korupsi menemukan sasaran yang lebih tepat dan efektif. Relasi antara pemberantasan korupsi yang dioperasikan dengan paparan potret dan dampak korupsi yang dibentangkan secara empiris, menunjukkan sejumlah titik lemah atau kekurangan dalam sistem tersebut.

Peran DPR

Peran DPR dalam buku ini berlangsung dengan menggunakan wewenang secara konstitusional dan menjalankan tiga fungsinya dalam bidang legislasi,anggaran,dan pengawasan sebagai lembaga legislatif.Secara khusus,peran DPR dalam pembangunan sistem pemberantasan korupsi melalui pembentukan UU,melegitimasi pembentukan institusi yang berwenang bagi pelaksanaan penindakan dan pengadilan maupun institusiinstitusi yang dapat menjalankan fungsi bagi penyaluran partisipasi publik dalam keprihatinan publik dan sekaligus membangkitkan harapan mereka agar korupsi yang berdampak luas itu dapat ditekan atau diperangi (halaman 442).

Harapan besar masyarakat terhadap peran DPR tentunya bermuara pada proses penyusunan Undang-undang yang bersih. Ketika DPR bersih, proses penyusunan Undangundang sebagai ruh bangsa pun akan gemilang. UU akan melahirkan tatanan masyarakat patuh hukum dan beradab. Sebaliknya, jika penyusunan UU saja penuh intrik dan “main mata”untuk menyelewengkan anggaran maka,kehancuran negeri akan semakin dekat.

Buku ini adalah ajakan kepada para politisi di parlemen untuk sungguh-sungguh menyadari bahwa negeri ini ke depan akan menjadi negeri bebas korupsi apabila, DPR selain menyadari strategi posisi politik yang dimilikinya juga menyadari pentingnya kemauan politik yang kuat dari DPR sendiri untuk memberantas korupsi.

Benni Setiawan Alumnus Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga,Yogyakarta

Senin, 11 Juni 2012

Keajaiban Memberi




Resensi, Seputar Indonesia, Sunday, 10 June 2012

Memberi menciptakan suatu hubungan simbiosis. Kedua pihak diuntungkan. Si penerima mendapat manfaat dari pemberian Anda, dan Anda pribadi memperoleh manfaat karena sudah menjadi seorang pemberi.


Kadang manfaat langsung bagi orang yang Anda bantu itu mudah dilihat. Di kala lain, manfaat nyata tindakan Anda mungkin terjadi sekian tahun ke depan. Bisa saja pemberian Anda itu membantu orang-orang yang sakit,mendanai sebuah proyek untuk badan amal pilihan Anda, atau menolong seorang anak mempelajari sesuatu yang berharga. Apapun pemberian Anda—waktu, uang, atau upaya—pasti akan berdampak positif.

Di sisi lain persamaan ini adalah manfaat bagi Anda. Manfaat-manfaat itu mungkin kasatmata dan segera, atau mungkin tak kasatmata dan tertunda. Bahkan bisa saja Anda tidak menyadari bahwa itu manfaat. Mungkin Anda mendapatkan pengurangan pajak, atau Anda merasa bangga dengan kemampuan Anda membantu. Barangkali Anda menerima ucapan terima kasih yang tulus. Boleh jadi Anda melihat terpeliharanya sesuatu yang Anda yakini atau perubahan di bidang yang Anda tekuni.

Manfaat dan Paradoks

Apa pun bentuk manfaatmanfaat itu memberi membawa makna bagi hidup Anda. Di saat memberi,Anda berkesempatan untuk menciptakan dampak yang hebat selama dan kerap setelah hidup Anda.Bila Anda memberi tanpa mengharapkan imbalan, Anda meraup lebih banyak lagi manfaat.

Menurut Harvey dan Azim, memberi membawa manfaat di antaranya, hubungan-hubungan baru, rasa aman, pekerjaan (jaringan pertemanan yang erat), kesehatan yang baik, rasa berdaya, bangga dan berhasil, kebahagiaan, kedamaian, serta cinta. Paradoksnya bahwa bila Anda memberi dengan mengharapkan imbalan, Anda tidak akan menerima apa pun. Bila Anda memberi dengan gembira, tanpa memikirkan diri sendiri, dan dengan cinta, Anda akan mendapatkan manfaat besar.

Sikap yang Anda bawa dalam memberi akan mencerminkan manfaat yang Anda peroleh. Orang tua berbagi tempat tinggal, makanan, dan cinta dengan anak-anak mereka semata- mata karena mencintai darah dagingnya mereka, bukan karena mengharap cinta anak-anak itu. Pada akhirnya imbalannya amat sangat besar.

Namun,jika Anda memberikan uang,waktu,atau hal lain dengan harapan mendapatkan imbalan atas investasi itu, Anda menihilkan tujuan memberi.Ini bisa menjadi pelajaran negatif, Anda sudah memberi tetapi tidak merasa lebih baik.Tidak adanya “imbalan emotif” ini dapat menyebabkan Anda tidak lagi mau memberi.

Maka Anda pun merugi seperti mereka yang sebenarnya bisa Anda bantu (halaman 5). Kerugian itu pun akan semakin menumpuk dan terasa menjadi beban. Pasalnya, pengharapan akan imbalan menutupi kedermawanan sebagaimana sifat asli manusia.

Manusia tidak dapat hidup tanpa orang lain menjadi penanda bahwa sebenarnya ia harus saling tolong menolong dengan segala potensi yang ada. Kunci menuju kekuatan memberi adalah memberi sesuai dengan potensi Anda, ungkap pendiri Corporate Sufi Worldwide dan Harvey McKinnon Associates ini (halaman 31).

Mengukuhkan Kemanusiaan

Lebih dari itu,benarlah apa yang dikatakan Harvey dan Azim dalam buku The Power of Giving: Agar Kemakmuran dan Kebahagiaan Selalu Menyertai Anda ini. Semakin Anda memberikan diri, semakin Anda memahami diri sendiri.Pemahaman realitas diri akan semakin mengukuhkan penghargaan atas kemanusiaan manusia. Manusia menjadi makhluk merdeka dan memiliki tanggung jawab atas sesamanya.

Dengan pemahaman yang demikian, memberi merupakan skema “memang sama menang”. Kemenangan atas kemanusiaan yang beradab dan berkeadilan sosial. Sekadar menyebutkan judul, ada beberapa buku yang mirip dengan karya ini. Di antaranya, Why Good Things Happen to Good People karya Stephen Post dan Jill Neimark. Stephen Post dan Jill Neimark menegaskan bahwa memberi merupakan kekuatan paling besar di dunia ini.

Mereka mendasarkan kesimpulan itu dari riset panjang pada jenjang usia muda hingga tua.Mereka pun memberi gambaran secara gamblang bahwa memberi di usia muda akan menghasilkan kesehatan fisik dan mental yang baik hingga masa tua. Demikian dengan pula dengan buku How to Become a Money Magnet besutan Marie-Claire Carlyle.

Marie mengatakan bahwa uang lebih luas ke-bahagiaan pada dasarnya akan mendekati kepada orang-orang yang sejalan antara pikiran dan perasaannya. Mereka memberi tanpa harus mengharap imbalan atas apa yang telah dikeluarkannya.

Benni Setiawan, Alumnus Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga,Yogyakarta.